Rabu, 04 Agustus 2021

SIKAP PBB DAN BELANDA TERHADAP KEMERDEKAAN RI

 

Dukungan PBB terhadap Kemerdekaan RI

Kontak Indonesia dengan PBB

Kontak Indonesia dengan PBB dimulai setelah India dan Australia mengajukan masalah Indonesia dan Belanda untuk dimasukkan dalam agenda Dewan Keamanan PBB pada tanggal 31 Juli 1947. Usulan ini ternyata diterima dan pada tanggal 1 Agustus 1947 DK PBB mengeluarkan resolusi yang mengajak kedua belah pihak untuk menghentikan tembak menembak, menyelesaikan pertikaian melalui arbitrase atau dengan cara damai yang lain. Menindaklanjuti ajakan PBB maka Indonesia mengutus Sutan Syahrir untuk menhadiri sidang DK PBB. Tanggal 14 Agustus 1947 Sutan Syahrir menyampaikan beberapa hal : Pengajuan usul agar Belanda menarik pasukannya dari Indonesia. Menurutnya• perundingan akan sulit dilakukan jika salah satu pihak masih menghadapkan pistolnya kepada pihak kedua. Untuk mengakhiri berbagai pelanggaran dan menghentikan pertempuran perlu dibentuk komisi pengawas.

Peran PBB dalam mendukung kemerdekaan RI

Peran PBB ditunjukkan dengan beberapa hal, diantaranya:

·         Pada tanggal 1 Agustus 1947 DK PBB mengeluarkan resolusi yang mengajak kedua belah pihak untuk menghentikan tembak menembak dan menyelesaikan pertikaian melalui arbitrase atau dengan cara damai yang lain.

·         Pada tanggal 4 Agustus 1947 DK PBB mengeluarkan perintah kepada Belanda dan Indonesia untuk menghentikan permusuhan diantara mereka dan aksi tembak menembak.

·         Pada tanggal 7 Agustus 1947 DK PBB mulai membahas masalah Indonesia dan Belanda. Dalam agendanya pada tanggal 25 Agustus 1947 DK PBB menerima usul AS tentang pembentukan pembentukan Komisi Jasa-Jasa Baik (Committee of Good Offices) untuk membantu menyelesaikan pertikaian Indonesia-Belanda. Komisi inilah yang kemudian dikenal dengan Komisi Tiga Negara (KTN), yang terdiri atas: Australia (diwakili oleh Richard C. Kirby), atas pilihan Indonesia,  Belgia (diwakili oleh Paul Van Zeeland), atas pilihan Belanda, Amerika Serikat (diwakili oleh Dr. Frank Porter Graham), atas pilihan Australia dan Belgia.

·         Pada tanggal 28 Januari 1949, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi yang disampaikan kepada Indonesia dan Belanda sebagai berikut :

Ø  Mendesak Belanda untuk segera dan sungguh-sungguh menghentikan seluruh operasi militernya dan mendesak pemerintah RI untuk memerintahkan kesatuan-kesatuan gerilya supaya segera menghentikan aksi gerilya mereka.

Ø  Mendesak Belanda untuk membebaskan dengan segera tanpa syarat Presiden dan Wakil Presiden beserta tawanan politik yang ditahan sejak 19 Desember 1948 di wilayah RI;

Ø  Pengembalian pemerintahan RI ke Yogyakarta dan membantu pengembalian pegawai-pegawai RI ke Yogyakarta agar mereka dapat menjalankan tugasnya dalam suasana yang benar-benar bebas

Ø  Menganjurkan agar RI dan Belanda membuka kembali perundingan atas dasar persetujuan Linggarjati dan Renville, dan terutama berdasarkan pembentukan suatu pemerintah ad interim federal paling lambat tanggal 15 Maret 1949, Pemilihan untuk Dewan Pembuatan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Serikat selambat-Iambatnya pada tanggal l Juli 1949. Sebagai tambahan dari putusan Dewan Keamanan, Komisi Tiga Negara diubah menjadi UNCI (United Nations Commission for Indonesia = Komisi PBB untuk Indonesia) dengan kekuasaan yang lebih besar dari KTN. UNCI berhak mengambil keputusan yang mengikat berdasarkan suara Mayoritas. Anggota UNCI terdiri dari: Merle Cochran (AS), Critchley (Australia), dan Harremans (Belgia). Tugas UNCI adalah membantu melancarkan perundingan-perundingan untuk mengurus pengembalian kekuasaan pemerintah Republik; untuk mengamati pemilihan dan berhak memajukan usul-usul mengenai berbagai hal yang dapat membantu tercapainya penyelesaian. Indonesia menjadi anggota PBB pada tanggal 28 September 1950.

 

Sikap Belanda terhadap Kemerdekaan Indonesia

Belanda merupakan negara yang menolak kemerdekaan Indonesia dan ingin merebut kembali Indonesia. Peristiwa perebutan kembali ini terjadi pada Agresi Militer Belanda I (1947) dan Agresi MiliterBelanda II (1948). Berkali-kali Indonesia melakukan kedaulatan Indonesia pada koferensi meja bundar. Hasil konferensi meja bundar yaitu membagi wilayah Indonesia dalam bentuk Federasi, RIS (Republik Indonesia Serikat). perundingan dengan Belanda, mulai dari Perundingan Linggarjati, Perjanjian Renville, Perjanjian Roem Royem dan Konferensi Meja Bundar (KMB).

Pemberian pengakuan Belanda kepada RI menjadi penting bagi kedudukan RI. Pertama karena Pemerintah Belanda selama ini menganggap hanya menandatangani penyerahan kedaulatan tahun 1949. Kedua, Pemerintah Belanda belum atau tidak pernah secara resmi menyerahkan kedaulatan kepada Pemerintah RI. Belanda tidak mengakui Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945. Sarjana hukum internasional terkemuka dan mantan pejabat Kementerian Luar Negeri Belanda, Herman Burgers, dalam tulisannya, What Sovereignity was Transferred to the Republic of Indonesia? (1999), menegaskan bahwa Belanda tidak pernah menyerahkan kedaulatan kepada RI. Gambar : Pengakuan Kemerdekaan Indonesia oleh Belanda.

Menurut Burgers, kedaulatan Belanda diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat (RIS). Konferensi dihadiri perwakilan Belanda, RI, serta wakil dari utusan negara federal Indonesia. Disepakati kedaulatan Belanda diserahkan kepada RIS. Penyerahan kedaulatan secara resmi berlangsung di istana Kerajaan Belanda di Amsterdam, 27 Desember 1949. Acara dihadiri oleh perwakilan Belanda, yaitu Ratu Juliana, dan wakil dari RIS, Mohammad Hatta. Kedua rangkaian peristiwa menunjukkan bahwa penyerahan kedaulatan Belanda adalah kepada RIS, bukan RI. Itu sebabnya, mengapa selama ini Belanda tidak pernah mengakui RI secara de jure. Dapat pula kita pahami mengapa selama ini Pemerintah Belanda absen dalam acara peringatan 17 Agustus. Persepsi RI, seperti yang kita pegang teguh, adalah tidak pernah menerima kedaulatan dari Belanda.

Indonesia berjuang memproklamasikan kemerdekaan, dan menyatakan diri sebagai suatu negara. Pada kenyataannya, dengan atau tidak adanya pengakuan, sebagai suatu negara, RI telah memenuhi persyaratan sebagai negara seperti yang disyaratkan Konvensi Montevideo 1933. Sebagai negara, RI memiliki penduduk, pemerintahan, wilayah, dan kemampuan menjalin hubungan dengan negara lain. Meskipun demikian, penyerahan pengakuan secara tertulis dari Pemerintah Belanda kepada Pemerintah RI tetap merupakan peristiwa sejarah penting bagi RI. Pengakuan ini akan mengubah kedudukan RI sebagai suatu negara di mata Belanda. Pengakuan Belanda berbeda dengan pengakuan Mesir atau India. Karena diberikan negara eks koloni, secara implisit menunjukkan pengakuan Belanda bahwa RI memang telah berdiri sebagai negara yang berdaulat, terlepas dari ada tidaknya penyerahan kedaulatan dari Belanda sejak 17 Agustus 1945.

PEMBANGUNAN DAN PERTUMBUHAN WILAYAH

 PEMBANGUNAN DAN PERTUMBUHAN WILAYAH


Teori Pembangunan Wilayah

Ada beberapa teori mengenai perkembangan wilayah yang sering digunakan sebagai model. Teori tersebut pada umumnya berdasarkan tinjauan perkembangan ekonomi beberapa negara. Untuk mengelompokkan teori-teori tersebut sangat sulit, karena banyak faktor berpengaruh yang harus dipertimbangkan, seperti periode waktu teori tersebut lahir, pijakan yang digunakan sebagai tolok ukur, dan ide yang terkandung dalam teori tersebut. Pada prinsipnya ada tiga kelompok teori pembangunan wilayah, yakni:

·         yang berasal dari mashab historis antara lain teori Friedrich List, Karl Bucher, dan W.W. Rostow;

·         dari mashab analitis antara lain teori Adam Smith, Harrod Domar, dan Solow Swan;

·         merupakan gabungan dari mashab historis dengan mashab analitis, seperti teori Schumpeter dan lain-lain.

Beberapa teori tersebut adalah: Control Theories, Teori Ketergantungan, Teori Perkembangan Wilayah dari Rostow, dan Teori Tiga Gelombang dari Toffler.

a.      Control Theories

Control theories meliputi dua teori, yaitu

1)      Teori Determinisme Lingkungan Alam (Physical Environment Determinism). Teori ini berpandangan bahwa pengaruh lingkungan alam sangat kuat terhadap perkembangan masyarakat suatu wilayah atau negara. Pengaruh ini dapat positif, bisa juga negatif. Misalnya beberapa negara yang terletak di daerah tropis akan menghadapi masalah-masalah seperti: adanya temperatur yang panas dalam melemahkan energi dan aktivitas kerja masyrakat; banyaknya hujan mengakibatkan terbentuknya rawa-rawa dan genangan air yang merupakan tempat yang ideal bagi berbagai sumber penyakit, dan lain-lain.

2)      Determinisme Lingkungan Kebudayaan (Cultural Determinism) yang beranggapan bahwa perbedaan suatu bangsa akan sangat berpengaruh terhadap tingkat kemajuan suatu wilayah. Teori ini memandang bahwa segala sesuatu akan bisa dicapai dengan menggunakan akal pikiran manusia, dan nilai keberhasilan pembangunan diukur dari segi pencapaian materi yang dimilikinya.

b.      Teori Ketergantungan (Dependency Theory)

Dalam teori ketergantungan sebenarnya ada beberapa aliran/mashab, yakni: aliran Marxis, Neo Marxis, dan non Marxis. Namun pada prinsipnya teori ini beranggapan bahwa keterbelakangan (under development) yang dialami negara-negara berkembang bermula pada saat masyarakat negara tersebut: tergabung (incorporated) ke dalam sistem ekonomi dunia kapitalis. Dengan demikian masyarakat negara berkembang tersebut kehilangan otonominya dan menjadi negara "pinggiran" dari daerah-daerah metropolitan yang kapitalis. Selanjutnya daerah-daerah pinggiran ini dijadikan daerah-daerah jajahan dari negara-negara metropolitan. Mereka hanya berfungsi sebagai produsen - produsen bahan mentah (raw materials), dan konsumen barang-barang jadi yang dihasilkan oleh industri-industri di negara-negara metropolitan tersebut. Dengan demikian timbullah struktur ketergantungan yang merupakan penghambat yang hampir tidak dapat diatasi bagi negara-negara berkembang. Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa berdasarkan teori ketergantungan tergabungnya secara paksa (forced incorporated) negara -  negara yang sebagian besar pernah dijajah ke dalam sistem ekonomi kapitalisme dunia merupakan penyebab dari keterbelakangan (under development) negara-negara sedang berkembang dewasa ini. Tanpa adanya kolonialisme dan integrasi ke dalam sistem ekonomi kapitalisme dunia, negara - negara berkembang saat ini pasti sudah berhasil mencapai tingkat kesejahteraan yang memadai, dan bukannya tidak mungkin untuk mengembangkan industri-industri manufaktur atau usaha lain atas kekuatan sendiri. Salah satu kelemahan dari teori ini adalah bahwa satu-satunya penyebab terjadinya keterbelakangan dan ketergantungan adalah karena kolonialisme dan integrasi dari negara-negara berkembang ke dalam sistem ekonomi kapitalisme dunia. Sama sekali mengabaikan faktor-faktor internal, seperti faktor sosial budaya, dan pola perilaku masyarakat sebagai suatu faktor penyebab penting dari keterbelakangan dan penghambat pembangunan di negara-negara berkembang.

c.       Teori Rostow W. W. Rostow

Mencetuskan teori pertumbuhan ekonomi yang pada mulanya dikemukakan sebagai suatu artikel dalam Economic Journal yang kemudian dibukukan dengan judul "The Stages of Economic Growth" (1971). Diungkapkan bahwa setiap negara di dalam perkembangannya akan melalui tahapan-tahapan yang sama, yakni melalui 5 (lima) fase berturut-turut: masyarakat tradisional, prakondisi untuk lepas landas, lepas landas, gerakan ke arah kedewasaan, dan masa konsumsi tinggi. Secara umum analisis Rostow berpandangan bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi sebagai akibat munculnya perubahan yang fundamental yang terjadi dalam aktivitas ekonomi maupun dalam kehidupan politik dan hubungan sosial dalam suatu masyarakat. Dalam membedakan kelima fase pembangunan, Rostow mendasarkan kepada ciri-ciri umum perubahan keadaan: ekonomi, politik, dan sosial yang berlaku. Pembangunan ekonomi atau transformasi suatu masyarakat tradisional menjadi suatu masyarakat modern merupakan suatu proses yang mempunyai dimensi banyak, tidak sekedar ditandai dengan menurunnya peranan faktor pertanian dan meningkatnya peranan faktor industri dan jasa. Secara garis besar kelima fase pembangunan ekonomi Rostow adalah sebagai berikut:

  •     Masyarakat Tradisional (The Traditional Community) Pada fase ini fungsi produksi terbatas dimana cara produksi yang digunakan masih relatif primitif dan cara hidup masyarakat masih dipengaruhi oleh nilai-nilai yang kurang rasional dan bersifat turun temurun. Tingkat produksi masih sangat terbatas, dan sebagian sumber-sumber daya masyarakat digunakan untuk kegiatan dalam sektor pertanian.  Di sektor pertanian struktur sosialnya sangat bersifat hirarkhis.
  •      Prasyarat untuk Lepas Landas (The Preconditions for Take Off) Pada fase ini masyarakat sudah mulai mempersiapkan diri atau dipersiapkan dari luar, untuk mencapai pertumbuhan yang mempunyai kekuatan untuk terus berkembang (self sustained growth). Pada fase ini pula dan seterusnya pertumbuhan ekonomi akan berlaku secara otomatis. Ada 2 corak menyertai tahap prasyarat lepas landas ini. Pertama, adalah tahap prasyarat lepas landas yang dialami oleh negara-negara Eropa, Asia, Timur Tengah, dan Afrika, dimana tahap ini dicapai dengan perombakan masyarakat tradisional yang sudah lama ada. Corak yang kedua adalah tahap prasyarat lepas landas yang dicapai oleh negara-negara "born free" seperti: Amerika Serikat, Canada, Australia, dan New Zealand, di negara - negara tersebut mengalami prasyarat lepas landas tanpa harus merombak sistem masyarakat yang tradisional.
  •     Lepas Landas (The Take Off) Pada awal tahap ini terjadi perubahan yang drastis dalam masyarakat, seperti revolusi politik, terciptanya kemajuan yang pesat dalam inovasi, atau terbukanya pasar-pasar baru. Hambatan-hambatan yang berupa unsur-unsur tradisional mulai menghilang, modernisasi dan pertumbuhan ekonomi merupakan gejala umum dimana-mana. Tingkat pendapatan perkapita semakin besar sebagai akibat adanya pertumbuhan pendapatan nasional yang melaju melebihi tingkat pertumbuhan penduduk. Kalau pada fase pertama dan kedua biasanya berlangsung lama, maka pada fase lepas landas ini berlangsung dalam waktu yang relatif pendek, yaitu 40 s.d. 60 tahun (Wheeler, 1981:49).
  •       Gerakan ke Arah Kedewasaan (The Drive to Maturity Pada masa ini masyarakat sudah secara efektif menggunakan teknologi modern pada sebagian besar faktor-faktor produksi dan kekayaan alamnya. Di samping itu struktur dan keahlian tenaga kerja mengalami perubahan, dan peranan sektor industri semakin penting, dilain pihak sektor pertanian mengalami penurunan. Sejalan dengan semakin besarnya peranan sektor industri muncullah kritik-kritik terhadap industrialisasi sebagai akibat dari ketidak puasan terhadap dampak industrialisasi. Pada fase ini pula peningkatan keuntungan ekonomi semakin melimpah ke dalam kesejahteraan sosial dan penanaman modal ke wilayah lain. Demikian pula sifat kepemimpinan maupun kemahiran dan kepandaian para pekerja menjadi semakin terspesialisasi secara lanjut.
  •       Masa Konsumsi Tinggi (The Age Off Hight Mass Consumption) Pada fase ini orientasi tidak lagi pada masalah produksi, akan tetapi lebih difokuskan kepada masalah-masalah yang berkaitan dengan peningkatan kualitas konsumsi dan kesejahteraan masyarakat. Adapun tujuan masyarakat pada fase ini antara lain adalah: memperbesar pertumbuhan dan kekuasaan terhadap wilayah lain: menciptakan welfare state, sehingga kemakmuran menjadi lebih merata, dan berusaha mempertinggi konsumsi masyarakat di atas keperluan pokok (sandang, pangan, perumahan) menjadi barang-barang berkualitas tinggi, tahan lama, dan barang-barang mewah.

Berdasarkan teori Rostow dapat dikatakan bahwa dewasa ini negara - negara berkembang termasuk di antara fase pertama sampai fase ketiga, sedang negara-negara maju termasuk dalam fase keempat dan kelima. Teori dari W.W. Rostow tersebut mempunyai cukup banyak kelemahan antara lain: tidak ada perbedaan yang pasti antara fase yang satu dengan yang lain (masih kabur); ciri-ciri dalam setiap tahap kurang dapat diuji secara empiris; teori tersebut belum tentu dapat menunjukkan tahap pembangunan di negara-negara berkembang, di samping itu perlu diingat bahwa proses pembangunan tidak hanya bersifat self-sustained growth, melainkan juga bersifat self limiting effect, dan laju pembangunan suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang menciptakan masing-masing kekuatan.

d.      Teori Tiga Gelombang dari Toffler

Toffler dalam bukunya "The Third Wave" (1980) mengklasifikasikan masyarakat suatu wilayah/negara ke dalam tiga gelombang, yaitu: gelombang I, II, dan III.

·         Gelombang I (Peradaban Pertanian). Pada masa ini ditandai dengan banyaknya masyarakat memakai baterei alamiah (living battery). Keluarga mencakup keluarga besar (extended family), yang berarti sanak saudara jauhpun dianggap anggota keluarga. Kaum petani bercocok tanam sekedar untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Pasar bukan merupakan hal yang penting, karena kelebihan hasil pertanian akan disimpan dalam "lumbung" sebagai persediaan di musim paceklik.  Tingkat ketergantungan antara wilayah yang satu dengan wilayah lain sangat kecil (low interdependency), karena biasanya suatu wilayah berproduksi untuk dikonsumsi sendiri, atau disebut "Pro-Sumen".

·         Gelombang II (Peradaban Industri) Dalam masa ini masyarakat sudah mulai menggunakan energi dari minyak dan gas yang tidak dapat diperbaharui. Keluarga hanya mencakup keluarga inti. Peranan pasar sangat vital, karena itu produksi berproduksi dengan menggunakan mesin-mesin raksasa yang memang dirancang untuk produksi masa. Pendidikan dan media massa memegang peranan penting dan ada kecenderungan manusia mulai mendominasi alam, pemborosan bahan baku, dan energi sangat menonjol demikian pula mobilitas penduduk. Masyarakat pada masa ini sudah banyak berkomunikasi dengan menggunakan media kertas dan jasa postel. Dalam rangka mendapatkan bahan baku dan memasarkan hasil produksi, daerah "jajahan" direbut dan hal ini diikuti dengan adanya pergerakan - pergerakan nasionalisme. Gelombang kedua ini sering dikiaskan dengan "Big is Beautiful".

·         Gelombang III (Peradaban Informasi) Pada masa ini masyarakat sudah banyak yang menggunakan energi yang dapat diperbaharui (renewable). Dalam produksi masyarakat sudah mulai beralih dari cara-cara berproduksi memakai tangan mesin (manufacture), ke suatu proses produksi yang menggunakan proses biologi (biofacture). Ketergantungan atau keterkaitan antara wilayah yang sangat menonjol dan bersifat menyeluruh (hight interdependency). Adapun suatu gejala yang sangat menonjol adalah terutama teknologi tinggi yang meliputi: teknologi penerbangan dan angkasa luar; teknologi alternatif yang dapat diperbaharui, penerapan bioteknologi dan yang mungkin paling mempengaruhi globalisasi, yakni teknologi informasi.

Ada beberapa gejala gelombang I yang muncul pada masa ini antara lain adalah timbulnya gejala global village dan de-urbanisasi (karena bagusnya layanan telekomunikasi dan transportasi), dan timbulnya gejala dimana konsumen ingin memproduksi barang- barangnya sendiri. Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa peradaban masyarakat di negara-negara berkembang masih condong pada gelombang I dan II, sedangkan peradaban bangsa-bangsa yang telah maju terutama berada dalam gelombang II dan III. Dewasa ini Indonesia dengan pembangunan berencananya, berusaha untuk "tinggal landas" memasuki peradaban gelombang II untuk menjadi negara industri baru, mungkin seperti yang dicontohkan oleh negara-negara industri baru (New Emerging Industrialized Countries), seperti Taiwan, Singapura, Korea Selatan, dan China.

Teori Interaksi Wilayah Perkembangan wilayah tidak berjalan serentak, ada yang berkembang pesat namun ada pula yang berjalan lambat. Perkembangan wilayah ini terkait dengan interaksi antar wilayah. Beberapa komponen yang mempengaruhi interaksi wilayah antar alain adalah jumlah penduduk, jarak dan jumlah jaringan jalan yang menghubungkan antar wilayah. Kekuatan interaksi wilayah dapat dibandingkan dengan menggunakan teori grafik, model gravitasi dan teori titik henti.

·         Teori Grafik Salah satu komponen penting interaksi antar wilayah adalah infrastruktur berupa jaringan jalan. Makin banyak jaringan jalan yang menghubungkan antar kota maka alternatif distribusi penduduk, barang dan jasa makin lancar. Anda tentu sependapat bahwa antara satu wilayah dan wilayah lain senantiasa dihubungkan oleh jalur-jalur transportasi sehingga membentuk pola jaringan transportasi. Tingkat kompleksitas jaringan yang menghubungkan berbagai wilayah merupakan salah satu indikasi kuatnya arus interaksi. Sebagai contoh, dua wilayah yang dihubung kan dengan satu jalur jalan tentunya memiliki kemungkinan hubungan penduduknya jauh lebih kecil dibandingkan dengan dua wilayah yang memiliki jalur transportasi yang lebih banyak. Untuk menganalisis potensi kekuatan interaksi antarwilayah ditinjau dari struktur jaringan jalan sebagai prasarana transportasi,. Untuk menghitung indeks konektivitas ini digunakan rumus sebagai berikut

Analisis indeks konektivitas dapat dijadikan salah satu indikator dan pertimbangan untuk menentukan lokasi usaha yang potensial menguntungkan karena memiliki nilai interaksi yang tinggi. Indeks konektivitas yang tinggi dapat ditafsirkan wilayah tersebut memiliki interaksi yang tinggi pula sehingga memperlancar arus pergerakan manusia, barang, dan jasa yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

·         Teori Gravitasi

Teori Gravitasi kali pertama diperkenalkan dalam disiplin ilmu Fisika oleh Sir Issac Newton (1687). Inti dari teori ini adalah bahwa dua buah benda yang memiliki massa tertentu akan memiliki gaya tarik menarik antara keduanya yang dikenal sebagai gaya gravitasi. Kekuatan gaya tarik menarik ini akan berbanding lurus dengan hasil kali kedua massa benda tersebut dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara kedua benda tersebut. Secara matematis, model gravitasi Newton ini dapat diformulasikan sebagai berikut.

Perbandingan potensi interaksi antarwilayah dengan memanfaatkan formula yang dikemukakan Reilly ini dapat diterapkan jika kondisi wilayah-wilayah yang dibandingkan memenuhi persyaratan tertentu. Adapun persyaratan tersebut antara lain sebagai berikut. 1. Kondisi sosial-ekonomi, tingkat pendidikan, mata pencarian, mobilitas, dan kondisi sosial-budaya penduduk setiap wilayah yang dibandingkan relatif memiliki kesamaan. 2. Kondisi alam setiap wilayah relatif sama, terutama berkaitan dengan kondisi topografinya. 3. Keadaan sarana dan prasarana transportasi yang meng hubung kan wilayah[1]wilayah yang dibandingkan relatif sama.

·         Teori Titik Henti (Breaking Point Theory)

Teori Titik Henti merupakan hasil modifikasi dari Model Gravitasi Reilly. Teori ini memberikan gambaran tentang perkiraan posisi garis batas yang memisahkan wilayah-wilayah perdagangan dari dua kota atau wilayah yang berbeda jumlah dan komposisi penduduknya. Teori Titik Henti juga dapat digunakan dalam memperkirakan penempatan lokasi industri atau pusat pelayanan masyarakat. Penempatan dilakukan di antara dua wilayah yang berbeda jumlah penduduknya agar terjangkau oleh penduduk setiap wilayah.

Menurut teori ini jarak titik henti (titik pisah) dari lokasi pusat perdagangan (atau pelayanan sosial lainnya) yang lebih kecil ukurannya adalah berbanding lurus dengan jarak antara kedua pusat perdagangan. Namun, berbanding terbalik dengan satu ditambah akar kuadrat jumlah penduduk dari kota atau wilayah yang penduduknya lebih besar dibagi jumlah penduduk kota yang lebih sedikit penduduknya. Formulasi Teori Titik Henti adalah sebagai berikut

 


Berkaitan dengan perencanaan pembangunan wilayah, Model Gravitasi dan Teori Titik Henti dapat dimanfaatkan sebagai salah satu pertimbangan faktor lokasi. Model Gravitasi dan Teori Titik Hentidapat dimanfaatkan untuk merencanakan pusat-pusat pelayanan masyarakat, seperti kantor Polisi, POM bensin, rumah sakit, sekolah 

Pertumbuhan Wilayah

Wilayah dapat berkembang dengan pesat, baik dari segi ekonomi, politik, dan budaya karena adanya pusat pertumbuhan. Pusat pertumbuhan merupakan suatu magnet sebagai penarik dan juga sebagai pendorong perkembangan suatu wilayah. Pusat pertumbuhan wilayah dapat terbentuk secara alami maupun secara terencana. Wilayah selalu berkaitan dengan pengelolaan dan penataan ruang yang didalamnya terdapat pertumbuhan pembangunan baik dibidang fisik, sosial, ekonomi, dan budaya. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya pusat pertumbuhan wilayah antara lain sebgai berikut :

·         Faktor fisik Faktor fisik sangat mempengaruhi perkembangan pusat pertumbuhan wilayah. Faktor fisik meliputi topografi, iklim, keadaan tanah, keadaan air, dan sebagainya. Kondisi fisik suatu wilayah yang memenuhi syarat-syarat tertentu untuk pengembangan wilayah akan lebih cepat berkembang. Misalnya , topografi datar, ketersediaan air mencukupi, kondisi tanah stabil, terhindar dari banjir, tanah longsor, genpa dan sebagainya, maka wilayah tersebut akan lebih cepat berkembang.

·         Faktor pengambil kebijakan Tidak semua wilayah dapat berkembang sesuai dengan yang diinginkan, meskipun dari beberapa faktor yang sangat mendukung. Perencanaan pembangunan terhadap perkembangan wilayah juga turut menentukan perkembangan suatu wilayah. Kebijakan-kebijakan yang diambil haruslah menguntungkan bagi perkembangan wilayah seperti kebijakan penggunaan lahan, rencana dalam ruang wilayah, pengendalian pemanfaatan lahan, dan sebagainya.

·         Faktor ekonomi Setiap wilayah memiliki kebutuhan dan potensi yang berbeda. Misalnya , suatu wilayah tidak mampu menyediakan kebutuhan seperti bahan pangan. Sementara wilayah yang lain memiliki potensi untuk penyediaan bahan pangan, begitu sebaliknya. Maka akan terjadi hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi.

·         Faktor sosial Suatu wilayah dapat dikatakan sebagai pusat pertumbuhan wilayah apabila wilayah tersebut kondisi pendidikan, pendapatan, dan kesehatan masyarakatnya lebih terjamin bila dibandingkan dengan wilayah yang lain. Kondisi pendidikan, pendapatan, dan kesehatan dapat terbentuk secara alami yaitu masyarakat mulai sadar akan kebutuhan tersebut dan secara terencana, yaitu terdapat perencanaan mengenai pembangunan dan peningkatan pendidikan , pendapatan, dan kesehatan.

·         Faktor sarana pendukung Ketersediaan sarana pendukung seperti jaringan, jenis transportasi, sarana ekonomi, pendidikan, dan fasilitas lainnya berperan dalam pengembangan wilayah. Semakin meningkatnya perkembangan wilayah menuntut adanya peningkatan sarana pendukung. Dengan tersedianya sarana pendukung tersebut, dapat mendukung perekonomian suatu wilayah. Sarana pendukung memberikan kemudahan dalam melakukan kegiatan ekonomi, misalnya transportasi memudahkan dalam distribusi barang dan memudahkan mobilitas penduduk.

Pasar dan mal memberikan kemudahan dalam kegiatan jual beli, transaksi, memasarkan hasil produksi, dan sebagainya. Wilayah-wilayah yang ada tidak tumbuh dalam waktu yang bersamaan, jangka waktu yang berbeda, perkembangan yang berbeda, dan tingkat keteraturan yang berbeda pula. Fungsi pusat pertumbuhan wilayah sebagai berikut : a. Memudahkan dalam pengambilan kebijakan terhadap pembangunan wilayah b. Memantau perkembangan wilayah c. Pemerataan pembangunan wilayah Kondisi geografis Indonesia yang terdiri atas pulau-pulau besar dan kecil menyebabkan pembangunan tidak hanya terpusat pada Pulau Jawa saja. Untuk pemerataan pembangunan, dibentuklah perwilayah yang terdiri atas beberapa provinsi.

Koridor ekonomi di Indonesia dilakukan berdasarkan potensi dan keunggulan masing-masing wilayah. Suatu pusat pertumbuhan akan memberikan pengaruh pada wilayah sekitarnya. Pengaruh yang ditimbulkan dari pusat pertumbuhan yang berkembang di suatu wilayah sebagai berikut.

1.      Pemusatan Sumber Daya Manusia Munculnya pusat pertumbuhan di suatu wilayah akan menarik tenaga kerja yang banyak. Para pekerja dari luar wilayah akan pindah dan menetap di wilayah pusat pertumbuhan sehingga terjadi pemusatan penduduk atau sumber daya manusia. Arus migrasi penduduk dari daerah pedesaan menuju pusat pertumbuhan atau kota di Indonesia menunjukkan peningkatan seiring dengan perkembangan pusat pertumbuhan atau kota itu.

2.      Perkembangan Ekonomi Pusat pertumbuhan yang muncul di suatu wilayah akan meningkatkan kegiatan perekonomian di wilayah itu. Kesempatan kerja yang banyak dari berbagai bidang dan arus barang kebutuhan hidup berdampak pada perkembangan usaha-usaha ekonomi lain. Sebagai contoh, pusat pertumbuhan yang berawal dari kegiatan penambangan batu bara merangsang tumbuhnya kegiatan-kegiatan ekonomi lain, seperti warung makan, pasar, penginapan, toko kelontong, usaha transportasi, dan tempat hiburan. Dari usaha transportasi sendiri akan mendorong tumbuhnya penjualan alat-alat transportasi dan perbengkelan.

Banyak penduduk pendatang dan penduduk lokal membuka usaha atau melakukan kegiatan ekonomi di wilayah pusat pertumbuhan untuk meningkatkan taraf hidupnya. Mereka bekerja sebagai wiraswata, pedagang, karyawan, buruh, dan penjualan jasa. Kawasan industri, perkebunan, pertambangan, kehutanan, dan pertanian merupakan wilayah yang dapat dikembangkan menjadi pusat-pusat pertumbuhan. Kegiatan ekonomi yang berkembang di wilayah pusat pertumbuhan akan meningkatkan kesejahteraan penduduk

3.      Perubahan Sosial Budaya Wilayah pusat pertumbuhan cenderung memiliki penduduk yang makin padat. Kepadatan penduduk yang meningkat serta kemajuan komunikasi dan transportasi akan berpengaruh pada kehidupan sosial budaya penduduknya. Pengaruh pusat pertumbuhan yang semakin berkembang terhadap sosial budaya antara lain sebagai berikut. - Penduduk termotivasi untuk memiliki keterampilan dan pengetahuan guna mengatasi masalah akibat perubahan sosial budaya.  Menyebabkan akulturasi dan asimilasi nilai budaya akibat mobilitas penduduk, baik yang melalui migrasi maupun pertambahan alami dari berbagai latar belakang budaya.

HUBUNGAN PERKEMBANGAN PAHAM-PAHAM BESAR; DEMOKRASI, LIBERALISME, SOSIALISME, NASIONALISME, PAN-ISLAMISME DENGAN GERAKAN NASIONALISME DI ASIA-AFRIKA

  PERKEMBANGAN PAHAM DEMOKRASI, LIBERALISME, SOSIALISME, NASIONALISME, DAN PAN ISLAMISME ·          Demokrasi Istilah “ demokrasi” beras...