Pembentukan
Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur pun mulai
berlaku sejak proklamasi dibacakan. Panduan dalam pembentukan Negara Indonesia
secara historis bisa ditelusuri mulai dari Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945,
yang kemudian menjadi pembukaan Undang- Undang Dasar (UUD 1945). Di dalam
Piagam Jakarta juga berisikan kalimat proklamasi kemerdekaan Indonesia,
sehingga bisa dikatakan bahwa Piagam Jakartalah yang melahirkan konstitusi dan
proklamasi.
A. Jepang
Berubah Haluan
Satu hari setelah
proklamasi didengungkan oleh Sukarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia, tepatnya
pada tanggal 18 Agustus 1945, para pendiri bangsa sudah dihadapkan pada
tuntutan agar segera membentuk pemerintahan diatas Negara yang baru berdaulat.
Tanggung jawab ini dijalankan secara kolektif melalui PPKI yang dibentuk pada
tanggal 7 Agustus 1945 dengan diketuai oleh Sukarno dan Mohammad Hatta sebagai
wakilnya. Anggota PPKI berjumlah 21 orang mewakili unsur Jawa, Sumatera,
Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku, dan Peranakan Tionghoa.
Selanjutnya Sukarno berinisiatif menambah anggota PPKI menjadi 9 orang tanpa
sepengetahuan Jepang, namun 3 orang dari unsur pemuda seperti Sukarni, Chairul
Saleh, dan Wikana menolak bergabung, karena masih menganggap bahwa PPKI adalah
aparat Jepang.
Suasana
pembentukan pemerintahan awal masih dibawah bayang- bayang tentara Jepang yang
masih berjaga-jaga di Indonesia. Ironis, pasca Jepang kalah dari Sekutu,
Kolonel Nishimura, ajudan Gunseikan menerangkan kepada Sukarno bahwa Jepang
sudah tidak lagi memiliki kekuasaan, posisi Jepang hanyalah sebagai petugas
polisi dari Sekutu. Jepang yang semula berjanji akan memberikan kemerdekaan
kepada Indonesia justru menjadi berbalik arah tunduk kepada Sekutu untuk menyerahkan
Indonesia kepada Sekutu dalam keadaan status quo. Seketika itu juga Gunseikan
mengeluarkan perintah yang melarang bangsa Indonesia mengganti pejabat-pejabat
sipil atau mengadakan perubahan dalam bentuk apapun juga di pemerintahan,
seandainya ada kekacauan terutama dari pemuda, maka Jepang menyatakan tidak
segan untuk menembak mereka. Setelah menyimak materi pembelajaran diatas, kalian
harus dapat memahami suasana kebatinan para pendiri bangsa dalam
persiapan membentuk pemerintahan pasca proklamasi dan sikap Jepang yang berubah
dari semula simpatik, mendukung kemerdekaan namun seketika berubah menjadi
represif.
B. Pelaksanaan
Sidang PPKI I
Tanggal 18 Agustus
1945 di Gedung Chuo Sang In, Jalan Pejambon, Jakarta Pusat, PPKI mengadakan
pertemuan perdana setelah Indonesia dinyatakan merdeka melalui proklamasi.
Sebelum sidang dimulai, atas inisiatif Mohammad Hatta dikumpulkanlah beberapa
orang seperti Sukarno, Ki Bagus Hadikusumo, K.H. Ahmad Wahid Hasyim, Kasman
Singodimejo, dan Teuku Mohammad Hasan, untuk mendiskusikan aspirasi dari
saudara-saudara kita di Indonesia Timur, mewakili kelompok non-Islam,
bahwasanya mereka berkeberatan dengan pencantuman tujuh kata pada pembukaan UUD
(Piagam Jakarta), yaitu “Ketuhanan dengan menjalankan kewajiban syariat Islam
bagi para pemeluk-pemeluknya”. Pada akhirnya permasalahan mengenai tujuh kata
dapat diselesaikan dalam waktu kurang dari 15 menit, dimana ini merupakan suatu
pembuktian bahwa para pemimpin-pemimpin kita lebih mementingkan persatuan
nasional diatas kepentingan pribadi atau golongan.
Dalam pembukaan
sidang PPKI I yang dimulai pukul 11.30 WIB, Sukarno menegaskan agar panitia
berkerja secara cepat, abaikan hal kecil, dan fokus pada gagasan-gagasan besar
yang mengandung sejarah, seperti penyusunan UUD dan memilih Presiden serta
Wakil Presiden. Sukarno juga memberi arahan penyusunan UUD, agar bisa mengikuti
rancangan yang telah disusun oleh Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
(BPUPK) pada sidang ke II, tanggal 10-16 Juli 1945. Setelahnya, Mohammad Hatta tampil
menyampaikan beberapa usulan yang masuk ke panitia untuk dibahas, yaitu
mengenai persoalan perubahan pembukaan UUD dan pergantian pasal-pasal yang
dianggap bertentangan dengan cita-cita persatuan nasional.
Pembahasan
mengenai rancangan pembukaan dan UUD 1945 yang melahirkan kesepakatan bersama,
berhasil disahkan dalam tempo kurang dari 2 jam. Sidang diskors pada pukul
21.50 WIB dan dimulai kembali pada pukul 03.15 WIB. Ketika sidang akan
dilanjutkan, Otto Iskandardinata memberikan pandangan agar dibahas mengenai
Pasal 111 dalam aturan peralihan yang berbunyi “Untuk pertama kali Presiden dan
Wakil Presiden dipilih oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan. Otto Iskandardinata
juga mengusulkan agar pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dilakukan secara
aklamasi, dengan mengajukan nama Sukarno dan Mohammad Hatta sebagai calonnya.
Semua peserta sidang menerima usulan ini secara aklamasi sambil menyanyikan lagu
Indonesia Raya. Dengan demikian pada Sidang PPKI I tanggal 18 Agustus 1945,
bangsa Indonesia memperoleh landasan kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu
UUD 1945, yang mana didalam pembukaan UUD 1945 terkandung dasar Negara
Pancasila, serta kepemimpinan nasional dalam diri Presiden dan Wakil Presiden.
PPKI I tanggal 18
Agustus 1945, Sukarno sempat membentuk 9 orang yang tergabung dalam panitia
kecil, yang ditugaskan untuk menyusun rancangan berisikan hal-hal mendesak,
yaitu masalah pembagian wilayah Negara, kepolisian, tentara kebangsaan, dan
perekonomian. Keanggotaan tim kecil ini
diketuai oleh Otto Iskandardinata, dengan anggota Ahmad Subarjo, Sayuti Melik,
Iwa Kusumasumantri, Raden Arya Wiranatakusumah, A. A. Hamidan, Mohammad Amir,
Sam Ratulangi, dan I Gusti Ketut Puja.
C. Sidang
PPKI II
Pada sidang II
PPKI, tanggal 19 Agustus 1945 yang dilaksanakan pukul 10.00 WIB, Sukarno juga
meminta Ahmad Subarjo, Sutarjo Kartohadikusumo, dan Kasman Singodimejo untuk
membentuk tim kecil membahas mengenai bentuk Departemen (Kementrian), tetapi
bukan menyangkut orang-orang yang akan duduk di dalamnya. Pada kesempatan
pertama sidang, Otto Iskandardinata menyampaikan hasil kerja tim berupa
pembagian wilayah Indonesia yang terdiri dari 8 Provinsi beserta para calon
Gubernurnya berikut provinsi yang terbentuk:
1. Jawa
Barat, gubernur Sutarjo Kartohadikusumo
2. Jawa
Tengah, gubernur Raden Panji Suroso
3. Jawa
Timur, gubernur Raden Mas Suryo
4. Kalimantan,
gubernur Pangeran Mohammad Noer
5. Sumatera,
gubernur Teuku Mohammad Hasan
6. Sulawesi,
gubernur Sam Ratulangi
7. Sunda
Kecil, gubernur I Gusti Ketut Puja
8. Maluku
Johannes, gubernur Latuharhary
Mengenai
kepolisian agar susunan di pusat dan daerah segera dipindahkan kedalam
kekuasaan pemerintah Indonesia, dengan ditambah pimpinan dari bekas PETA dan pemimpin
rakyat, serta diberikan petunjuk-petunjuk sikap baru terhadap rakyat. Lalu
terkait tentara kebangsaan, panitia kecil ini menolak rencana pembelaan Negara
yang diusulkan oleh Panitia BPUPKI sebelumnya. Panitia kecil juga mengusulkan
pembubaran PETA di Jawa dan Bali, laskar rakyat di Sumatera, pemberhentian
Heiho, serta segera membentuk tentara kebangsaan Indonesia. Usulan-usulan yang
disampaikan Otto Iskandardinata tersebut, diterima secara aklamasi oleh sidang,
dengan beberapa catatan, seperti pembentukan tentara kebangsaan dan kepolisian
yang akan dipersiapkan oleh Abdul Kadir, Kasman Singodimejo, dan Otto
Iskandardinata sendiri. Ahmad Subarjo mengenai usulan pembentukan 13
Departemen, namun setelah dilakukan pembahasan, forum memutuskan adanya 12
Departemen dan 1 Menteri Negara, ditambah 2 Ketua lembaga tinggi Negara, 1
Sekretaris Negara, dan 1 Jurubicara Negara.
D. Sidang
PPKI III
Pukul 14.55 WIB,
tanggal 19 Agustus 1945, sidang PPKI II berakhir. Sebelum kembali kerumah, Sukarno dan Hatta
diminta mengikuti rapat bersama para pemuda di Jalan Prapatan 10. Hadir dalam
rapat itu selain Sukarno dan Hatta, yaitu Adam Malik, Kasman Singodimejo, Ki
Hajar Dewantara, dan Sutan Sjahrir. Terjadi perdebatan ketika Sukarno menolak
desakan para pemuda agar segera merebut kekuasaan dari tangan Jepang. Dalam
rapat itu, Adam Malik sempat menyampaikan dekrit mengenai lahirnya tentara
Republik Indonesia yang diisi oleh para bekas PETA dan Heiho. Sebelum rapat
bubar, dekrit ini ditanggapi oleh Sukarno sambil meminta waktu untuk
mempertimbangkan semuanya.
Pada malam hari ditanggal
yang sama, bertempat di Jalan Gambir Selatan 10, diadakan rapat antara Sukarno,
Mohammad Hatta, Sartono, Suwiryo, Otto Iskandardinata, Sukarjo Wiryopranoto,
Buntaran Martoatmojo, Abdul Gaffar Pringgodigdo, Sutarjo Kartohadikusumo, dan
Tajuluddin, untuk membahas siapa saja yang akan diangkat sebagai anggota Komite
Nasional. Rapat malam itu memutuskan bahwa anggota Komite Nasional berjumlah 60
orang, dengan rapat perdana direncanakan tanggal 29 Agustus 1945 di Gedung
Komidi, Pasar Baru. Sampai akhirnya
sidang PPKI III dilanjutkan kembali pada tanggal 22 Agustus 1945 dengan melibatkan
para pemuda. Dalam sidang, Chairul Saleh menuntut agar PPKI menghentikan segala
bentuk hubungan dengan Jepang dan berganti nama menjadi Komite Nasional
Indonesia. Para pemuda juga mendesak agar pemerintah segera membentuk tentara
nasional. Pada akhirnya akomodasi berhasil diperoleh melalui pembentukan Badan
Keamanan Rakyat (BKR) dan PPKI setelah bubar kemudian berganti wujud perjuangan
melalui Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Hasil lainnya adalah
pembentukan Partai Nasional Indonesia.
Rangkuman
1. Tanggal
18 Agustus 1945, Sukarno membentuk 9 orang yang tergabung dalam panitia kecil,
yang ditugaskan untuk menyusun rancangan berisikan hal-hal mendesak, yaitu
masalah pembagian wilayah Negara, kepolisian, tentara kebangsaan, dan
perekonomian
2. Panitia
9 terdiri dari Otto Iskandardinata, Ahmad Subarjo, Sayuti Melik, Iwa Kusumasumantri,
Raden Arya Wiranatakusumah, A. A. Hamidan, Mohammad Amir, Sam Ratulangi, dan I
Gusti Ketut Puja.
3. Sukarno
juga meminta Ahmad Subarjo, Sutarjo Kartohadikusumo, dan Kasman Singodimejo
untuk membentuk tim kecil membahas mengenai bentuk Departemen (Kementrian),
tetapi bukan menyangkut orang-orang yang akan duduk didalamnya.
4. Sidang
PPKI II memutuskan membentuk 8 Provinsi dengan masing-masing dipimpin oleh
seorang Gubernur
5. Sidang
PPKI II memutuskan adanya 12 Departemen dan 1 Menteri Negara, ditambah 2 Ketua
lembaga tinggi Negara, 1 Sekretaris Negara, dan 1 Jurubicara Negara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar