Senin, 19 April 2021

Pembentukan Pemerintahaan Indonesia Setelah Proklamasi

 

Pembentukan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur pun mulai berlaku sejak proklamasi dibacakan. Panduan dalam pembentukan Negara Indonesia secara historis bisa ditelusuri mulai dari Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945, yang kemudian menjadi pembukaan Undang- Undang Dasar (UUD 1945). Di dalam Piagam Jakarta juga berisikan kalimat proklamasi kemerdekaan Indonesia, sehingga bisa dikatakan bahwa Piagam Jakartalah yang melahirkan konstitusi dan proklamasi.

A.    Jepang Berubah Haluan  

Satu hari setelah proklamasi didengungkan oleh Sukarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia, tepatnya pada tanggal 18 Agustus 1945, para pendiri bangsa sudah dihadapkan pada tuntutan agar segera membentuk pemerintahan diatas Negara yang baru berdaulat. Tanggung jawab ini dijalankan secara kolektif melalui PPKI yang dibentuk pada tanggal 7 Agustus 1945 dengan diketuai oleh Sukarno dan Mohammad Hatta sebagai wakilnya. Anggota PPKI berjumlah 21 orang mewakili unsur Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku, dan Peranakan Tionghoa. Selanjutnya Sukarno berinisiatif menambah anggota PPKI menjadi 9 orang tanpa sepengetahuan Jepang, namun 3 orang dari unsur pemuda seperti Sukarni, Chairul Saleh, dan Wikana menolak bergabung, karena masih menganggap bahwa PPKI adalah aparat Jepang.

Suasana pembentukan pemerintahan awal masih dibawah bayang- bayang tentara Jepang yang masih berjaga-jaga di Indonesia. Ironis, pasca Jepang kalah dari Sekutu, Kolonel Nishimura, ajudan Gunseikan menerangkan kepada Sukarno bahwa Jepang sudah tidak lagi memiliki kekuasaan, posisi Jepang hanyalah sebagai petugas polisi dari Sekutu. Jepang yang semula berjanji akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia justru menjadi berbalik arah tunduk kepada Sekutu untuk menyerahkan Indonesia kepada Sekutu dalam keadaan status quo. Seketika itu juga Gunseikan mengeluarkan perintah yang melarang bangsa Indonesia mengganti pejabat-pejabat sipil atau mengadakan perubahan dalam bentuk apapun juga di pemerintahan, seandainya ada kekacauan terutama dari pemuda, maka Jepang menyatakan tidak segan untuk menembak mereka. Setelah menyimak materi pembelajaran diatas,  kalian  harus dapat memahami suasana kebatinan para pendiri bangsa dalam persiapan membentuk pemerintahan pasca proklamasi dan sikap Jepang yang berubah dari semula simpatik, mendukung kemerdekaan namun seketika berubah menjadi represif.

B.     Pelaksanaan Sidang PPKI I 

Tanggal 18 Agustus 1945 di Gedung Chuo Sang In, Jalan Pejambon, Jakarta Pusat, PPKI mengadakan pertemuan perdana setelah Indonesia dinyatakan merdeka melalui proklamasi. Sebelum sidang dimulai, atas inisiatif Mohammad Hatta dikumpulkanlah beberapa orang seperti Sukarno, Ki Bagus Hadikusumo, K.H. Ahmad Wahid Hasyim, Kasman Singodimejo, dan Teuku Mohammad Hasan, untuk mendiskusikan aspirasi dari saudara-saudara kita di Indonesia Timur, mewakili kelompok non-Islam, bahwasanya mereka berkeberatan dengan pencantuman tujuh kata pada pembukaan UUD (Piagam Jakarta), yaitu “Ketuhanan dengan menjalankan kewajiban syariat Islam bagi para pemeluk-pemeluknya”. Pada akhirnya permasalahan mengenai tujuh kata dapat diselesaikan dalam waktu kurang dari 15 menit, dimana ini merupakan suatu pembuktian bahwa para pemimpin-pemimpin kita lebih mementingkan persatuan nasional diatas kepentingan pribadi atau golongan.

Dalam pembukaan sidang PPKI I yang dimulai pukul 11.30 WIB, Sukarno menegaskan agar panitia berkerja secara cepat, abaikan hal kecil, dan fokus pada gagasan-gagasan besar yang mengandung sejarah, seperti penyusunan UUD dan memilih Presiden serta Wakil Presiden. Sukarno juga memberi arahan penyusunan UUD, agar bisa mengikuti rancangan yang telah disusun oleh Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) pada sidang ke II, tanggal 10-16 Juli 1945. Setelahnya, Mohammad Hatta tampil menyampaikan beberapa usulan yang masuk ke panitia untuk dibahas, yaitu mengenai persoalan perubahan pembukaan UUD dan pergantian pasal-pasal yang dianggap bertentangan dengan cita-cita persatuan nasional.

Pembahasan mengenai rancangan pembukaan dan UUD 1945 yang melahirkan kesepakatan bersama, berhasil disahkan dalam tempo kurang dari 2 jam. Sidang diskors pada pukul 21.50 WIB dan dimulai kembali pada pukul 03.15 WIB. Ketika sidang akan dilanjutkan, Otto Iskandardinata memberikan pandangan agar dibahas mengenai Pasal 111 dalam aturan peralihan yang berbunyi “Untuk pertama kali Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan. Otto Iskandardinata juga mengusulkan agar pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dilakukan secara aklamasi, dengan mengajukan nama Sukarno dan Mohammad Hatta sebagai calonnya. Semua peserta sidang menerima usulan ini secara aklamasi sambil menyanyikan lagu Indonesia Raya. Dengan demikian pada Sidang PPKI I tanggal 18 Agustus 1945, bangsa Indonesia memperoleh landasan kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu UUD 1945, yang mana didalam pembukaan UUD 1945 terkandung dasar Negara Pancasila, serta kepemimpinan nasional dalam diri Presiden dan Wakil Presiden.

PPKI I tanggal 18 Agustus 1945, Sukarno sempat membentuk 9 orang yang tergabung dalam panitia kecil, yang ditugaskan untuk menyusun rancangan berisikan hal-hal mendesak, yaitu masalah pembagian wilayah Negara, kepolisian, tentara kebangsaan, dan perekonomian.  Keanggotaan tim kecil ini diketuai oleh Otto Iskandardinata, dengan anggota Ahmad Subarjo, Sayuti Melik, Iwa Kusumasumantri, Raden Arya Wiranatakusumah, A. A. Hamidan, Mohammad Amir, Sam Ratulangi, dan I Gusti Ketut Puja.

C.    Sidang PPKI II

Pada sidang II PPKI, tanggal 19 Agustus 1945 yang dilaksanakan pukul 10.00 WIB, Sukarno juga meminta Ahmad Subarjo, Sutarjo Kartohadikusumo, dan Kasman Singodimejo untuk membentuk tim kecil membahas mengenai bentuk Departemen (Kementrian), tetapi bukan menyangkut orang-orang yang akan duduk di dalamnya. Pada kesempatan pertama sidang, Otto Iskandardinata menyampaikan hasil kerja tim berupa pembagian wilayah Indonesia yang terdiri dari 8 Provinsi beserta para calon Gubernurnya berikut provinsi yang terbentuk:

1.      Jawa Barat,  gubernur Sutarjo Kartohadikusumo

2.      Jawa Tengah, gubernur Raden Panji Suroso

3.      Jawa Timur, gubernur Raden Mas Suryo

4.      Kalimantan, gubernur Pangeran Mohammad Noer

5.      Sumatera, gubernur Teuku Mohammad Hasan

6.      Sulawesi, gubernur Sam Ratulangi

7.      Sunda Kecil, gubernur I Gusti Ketut Puja

8.      Maluku Johannes, gubernur Latuharhary

Mengenai kepolisian agar susunan di pusat dan daerah segera dipindahkan kedalam kekuasaan pemerintah Indonesia, dengan ditambah pimpinan dari bekas PETA dan pemimpin rakyat, serta diberikan petunjuk-petunjuk sikap baru terhadap rakyat. Lalu terkait tentara kebangsaan, panitia kecil ini menolak rencana pembelaan Negara yang diusulkan oleh Panitia BPUPKI sebelumnya. Panitia kecil juga mengusulkan pembubaran PETA di Jawa dan Bali, laskar rakyat di Sumatera, pemberhentian Heiho, serta segera membentuk tentara kebangsaan Indonesia. Usulan-usulan yang disampaikan Otto Iskandardinata tersebut, diterima secara aklamasi oleh sidang, dengan beberapa catatan, seperti pembentukan tentara kebangsaan dan kepolisian yang akan dipersiapkan oleh Abdul Kadir, Kasman Singodimejo, dan Otto Iskandardinata sendiri. Ahmad Subarjo mengenai usulan pembentukan 13 Departemen, namun setelah dilakukan pembahasan, forum memutuskan adanya 12 Departemen dan 1 Menteri Negara, ditambah 2 Ketua lembaga tinggi Negara, 1 Sekretaris Negara, dan 1 Jurubicara Negara.

D.    Sidang PPKI III

Pukul 14.55 WIB, tanggal 19 Agustus 1945, sidang PPKI II berakhir.  Sebelum kembali kerumah, Sukarno dan Hatta diminta mengikuti rapat bersama para pemuda di Jalan Prapatan 10. Hadir dalam rapat itu selain Sukarno dan Hatta, yaitu Adam Malik, Kasman Singodimejo, Ki Hajar Dewantara, dan Sutan Sjahrir. Terjadi perdebatan ketika Sukarno menolak desakan para pemuda agar segera merebut kekuasaan dari tangan Jepang. Dalam rapat itu, Adam Malik sempat menyampaikan dekrit mengenai lahirnya tentara Republik Indonesia yang diisi oleh para bekas PETA dan Heiho. Sebelum rapat bubar, dekrit ini ditanggapi oleh Sukarno sambil meminta waktu untuk mempertimbangkan semuanya.

Pada malam hari ditanggal yang sama, bertempat di Jalan Gambir Selatan 10, diadakan rapat antara Sukarno, Mohammad Hatta, Sartono, Suwiryo, Otto Iskandardinata, Sukarjo Wiryopranoto, Buntaran Martoatmojo, Abdul Gaffar Pringgodigdo, Sutarjo Kartohadikusumo, dan Tajuluddin, untuk membahas siapa saja yang akan diangkat sebagai anggota Komite Nasional. Rapat malam itu memutuskan bahwa anggota Komite Nasional berjumlah 60 orang, dengan rapat perdana direncanakan tanggal 29 Agustus 1945 di Gedung Komidi, Pasar Baru.    Sampai akhirnya sidang PPKI III dilanjutkan kembali pada tanggal 22 Agustus 1945 dengan melibatkan para pemuda. Dalam sidang, Chairul Saleh menuntut agar PPKI menghentikan segala bentuk hubungan dengan Jepang dan berganti nama menjadi Komite Nasional Indonesia. Para pemuda juga mendesak agar pemerintah segera membentuk tentara nasional. Pada akhirnya akomodasi berhasil diperoleh melalui pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan PPKI setelah bubar kemudian berganti wujud perjuangan melalui Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Hasil lainnya adalah pembentukan Partai Nasional Indonesia. 

Rangkuman

1.      Tanggal 18 Agustus 1945, Sukarno membentuk 9 orang yang tergabung dalam panitia kecil, yang ditugaskan untuk menyusun rancangan berisikan hal-hal mendesak, yaitu masalah pembagian wilayah Negara, kepolisian, tentara kebangsaan, dan perekonomian

2.      Panitia 9 terdiri dari Otto Iskandardinata, Ahmad Subarjo, Sayuti Melik, Iwa Kusumasumantri, Raden Arya Wiranatakusumah, A. A. Hamidan, Mohammad Amir, Sam Ratulangi, dan I Gusti Ketut Puja.

3.      Sukarno juga meminta Ahmad Subarjo, Sutarjo Kartohadikusumo, dan Kasman Singodimejo untuk membentuk tim kecil membahas mengenai bentuk Departemen (Kementrian), tetapi bukan menyangkut orang-orang yang akan duduk didalamnya.

4.      Sidang PPKI II memutuskan membentuk 8 Provinsi dengan masing-masing dipimpin oleh seorang Gubernur

5.      Sidang PPKI II memutuskan adanya 12 Departemen dan 1 Menteri Negara, ditambah 2 Ketua lembaga tinggi Negara, 1 Sekretaris Negara, dan 1 Jurubicara Negara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HUBUNGAN PERKEMBANGAN PAHAM-PAHAM BESAR; DEMOKRASI, LIBERALISME, SOSIALISME, NASIONALISME, PAN-ISLAMISME DENGAN GERAKAN NASIONALISME DI ASIA-AFRIKA

  PERKEMBANGAN PAHAM DEMOKRASI, LIBERALISME, SOSIALISME, NASIONALISME, DAN PAN ISLAMISME ·          Demokrasi Istilah “ demokrasi” beras...