Senin, 19 April 2021

STRATEGI MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN INDONESIA

 

 

A.    Kedatangan Sekutu di Indonesia 

Sekutu datang ke Indonesia pada 29 September 1945 dianggap relatif terlambat, apabila dilihat dari penyerahan Jepang, yaitu 14 Agustus 1945. Sekutu dalam hal ini Inggris yang sudah membentuk satuan komando bernama SEAC mengirim pasukan mata- mata untuk mengetahui kondisi di Indonesia sejak diserahkan oleh Jepang. Ternyata Sekutu datang ke Indonesia diboncengi NICA (Nederlands Indies Civil Administration),yaitu suatu pemerintahan sipil Belanda yang bertujuan untuk kembali menguasai Indonesia. Inggris sebagai Sekutu yang ditugaskan ke Indonesia, ternyata telah mengadakan perjanjian rahasia dengan Belanda, yang disebut Civil Affair Aggreement pada 24 Agustus 1945. Isi perjanjian itu adalah Tentara Pendudukan Inggris di Indonesia dan NICA di Indonesia akan memegang kekuasaan atas nama Pemerintah Belanda, dalam melaksanakan tugas pemerintahan sipil akan dilaksanakan oleh NICA dibawah tanggung jawab Komando Inggris, kekuasaan itu kemudian akan dikembalikan kepada Pemerintah Belanda.

 

B.     Perjuangan Bersenjata Melawan Sekutu dan Belanda

1.      Pertempuran Surabaya

Kedatangan tentara Inggris di Surabaya pada tanggal 25 Oktober 1945, dibawah pimpinan Brigadir Jenderal Mallaby. Pada tanggal 27 Oktober 1945 tentara Inggris mulai menduduki gedung pemerintahan, yang dipertahankan oleh rakyat dan pemuda Indonesia sehingga terjadi pertempuran. Tanggal 29 Oktober 1945 atas permintaan Letnan Jenderal Christison, Presiden Soekarno terbang ke Surabaya untuk menghentikan pertempuran. Usaha Bung Karno berhasil dengan tercapainya gencatan senjata. Pada tanggal 31 Oktober 1945 tersiarlah berita bahwa Brigadir Jendral Mallaby hilang kemudian ternyata terbunuh. Karena tidak dapat menangkap pembunuhnya, maka pada tanggal 9 November 1945 Mayor Jenderal Manserg dengan surat sebaran menyampaikan ultimatum.

Sampai tangal 10 November 1945, jam 06.00 pagi tidak ada seorang pun dari bangsa Indonesia yang datang menyerahkan diri. Saat itu jugalah mengguntur dentuman meriam-meriam Inggris yang dimuntahkan pelurunya di kota Surabaya. Rakyat dan pemuda Surabaya masih juga mencoba mempertahankan kotanya, namun senjata ringan dan bambu runcing tak berdaya menghadapi meriam-meriam berat dan tank-tank Inggris sehingga terpaksa pasukan bersenjata Indonesia mengundurkan diri ke jurusan Mojokerto.  

2.      Perang Aceh 

Pasukan-pasukan Aceh dari Divisi Gajah I ditempatkan satu resimen di Medan Area (RIMA). Batalyon I dan II menduduki Medan Tengah dan Selatan. Divisi Gajah II akan menduduki Medan Barat, Panglima Divisi Gajah II Kolonel Simbolon. Divisi Gajah I menduduki Kota Medan. Batalyon Meriam Kapten Nukum Sanami, berada di Medan Timur, Batalyon NIP Xarim, Batalyon Bejo dan Batalyon Laskar Rakyat lainnya membantu Divisi Gajah II. Pada hari H yang telah ditentukan Gajah I dan Gajah II, tidak berhasil menduduki Kota Medan. Kompi  Gajah I berhasil masuk di jalan raya Medan-Belawan, Tandem Hilir. Namun setelah dua hari mundur kembali, karena Jalan Medan Belawan dapat diduduki Belanda kembali. Pada peperangan ke I, 21 April 1947, Belanda dapat menguasai daerah Medan Area dan  mundur dari Medan Area. Yakin Belanda akan meneruskan serangannya menduduki Pangkalan Beran dan daerah minyak, pasukan RI membumi- hanguskan Pangkalan Belanda.

Selanjutnya, pasukan mundur ke Tanjung Pura, setelah tiga hari di Tanjung Pura terpaksa pasukan RI meninggalkannya karena Belanda langsung merebut Tanjung Pura. Pasukan RI bertahan di tepian Sungai Tanjung Pura, setelah tiga hari, bertahan di tepi sungai, Belanda menguasai seluruh Sungai Tanjung Pura dan pasukan RI mundur ke Gebang, Gebang perbatasan daerah Aceh Sumatera Timur. Pasukan baru didatangkan dari daratan Aceh, satu resimen untuk bertahan di Gebang.  

3.      Perang Ambarawa

Gerakan maju Tentera Inggris ke Ambarawa dan Magelang pada tanggal 14 Disember 1945 akhirnya dapat dipukul mundur yang dalam peristiwa sejarah dikenal sebagai Palagan Ambarawa. Pada akhir September 1946, tentera Belanda mengambil alih posisi dan wilayah pendudukan dari tentara Sekutu (Inggris) sesudah mendatangkan bala bantuan dari negeri Belanda yang dikenal dengan “Divisi 7 Desember”. Hingga bulan Oktober 1946, Belanda telah dapat menghimpun kekuatan militernya sebanyak 3 divisi di Jawa dan 3 Brigade di Sumatera. Tentera Inggris menyerahkan secara resmi tugas pendudukannya kepada Tentera Belanda pada tanggal 30 November 1946. Dari segi perimbangan kekuatan militer pada masa itu, pihak Belanda telah merasa cukup kuat untuk menegakkan kembali kekuasaan dan kedaulatannya di Indonesia, dengan memaksakan keinginannya terhadap rakyat dan pemerintah Republik Indonesia. 

4.      Pertempuran Medan Area 

Keangkuhan dan provokasi Belanda semakin meningkat sejak pendaratan Sekutu. Di Medan titik api pergolakan ada di Pension Wilhelmina di seberang Pasar Sentral Jalan Bali, yang dijadikan asrama dan markas serdadu Ambon bekas KNIL yang dipimpin Westerling. Pada Sabtu pagi, tanggal 13 Oktober 1945 serombongan orang sudah berkumpul di luar markas tesbeut, karena tersiar berita bahwa seorang pengawal dari Suku Ambon telah merenggut dan menginjak-injak bendera merah putih yang dipakai seorang anak Indonesia. Terjadilah perang, beberapa orang luka- luka. Di tengah baku hantam itu, dua orang Belanda yang berada di atas kendaraan melepasakan tembakan-tembakan ke arah rombongan masyarakat, satu orang tewas. Pasukan Jepang bersama dengan barisan bekas militer BPI pimpinan Ahmad Tahir yang akan beralih menjadi TKR datang untuk meredakan pertempuran. Akhirnya pihak Sekutu berjanji untuk memindahkan orang Ambon dari Pension Wilhelmina. Sementara itu, serdadu Jepang mengambil senjata-senjata dari gedung itu dan menempatkan pengawalnya di pintu pagar. Masyarakat Medan membubarkan diri pukul 13.30 dengan meninggalkan dua orang Indonesia dan seorang wanita Ambon yang meninggal dunia. 

5.      Perang Bandung Lautan Api

Pasukan Sekutu Inggris memasuki kota Bandung sejak pertengahan Oktober 1945. Menjelang November 1945, pasukan NICA melakukan aksi teror Bandung. Meskipun pihak Indonesia telah mengosongkan Bandung utara, tapi sekutu menuntut pengosongan sejauh 11 km. Hal itu menyebabkan rakyat bandung marah. Mereka kemudian melakukan aksi pertempuran dengan membumi hanguskan segenap penjuru Bandung selatan. Bandung terbakar hebat dari atas batas timur Cicadas sampai batas barat Andir. Satu juta jiwa penduduknya mengungsi ke luar kota pada tanggal 23 dan 24 Maret 1946 meninggalkan Bandung yang telah menjadi lautan api.

6.      Perlawanan Rakyat di Wilayah Kekuasaan Belanda

Peringatan hari proklamasi di daerah-daerah juga tidak dilewatkan oleh masyarakat. Di Bogor rakyat merayakan sesuai dengan suasana dan keadaan. Sang Merah Putih tetap dipasang, tetapi di dinding-dinding rumah saja. Rakyat yang mempunyai gambar Presiden Sukarno, pada hari bersejarah itu menggantungkannya pula. Rakyat Bogor mengadakan selamatan dengan membaca sholawat 1000 kali dan doa selamat, kemudian dhidangkan kue-kue dan bubur merah putih. Rakyat berziarah juga ke makam-makam pahlawan, namun kunjungan ke Kebun Kembang tidak dapat dilaksanakan, karena penjagaan yang ketat dari pihak Belanda. Di Bandung, panitia 17 Agustus yang dipimpin oleh R.P.S Gondokusumo telah diijinkan oleh Recomba untuk merayakan Hari Proklamasi secara tertutup dalam pertemuan yang dihadiri tidak lebih dari 50 orang.

7.      Agresi Militer Belanda I

Latar belakangnya  adalah  adanya  penolakan  pihak Republik  Indonesia  terhadap tuntutan Belanda yang berisi tentang keharusan RI untuk mengirim beras dan penyelenggaraan   gendarmie (keamanan dan ketertiban bersama). Serangan ini dilakukan pada tanggal 21 Juli 1947 dengan sasaran kota besar di Jawa, daerah perkebunan dan pertambangan. Tujuan Belanda melakukan serangan atas RI ialah penghancuran RI. Untuk melakukan itu Belanda tidak dapat melakukan sekaligus, oleh karena itu pada fase pertama Belanda harus mencapai sasaran.

Tanggal 30 Juli 1947 pemerintah India dan Australia mengajukan permintaan resmi agar masalah Indonesia segera dimasukkan dalam daftar agenda Dewan Keamanan PBB.  itu diterima dan dimasukkan sebagai agenda dalam pembicaraan sidang Dewan Keamanan PBB. India membela RI karena solidaritas Asia terutama sesudah konferensi internasional di New Delhi pada Maret 1947 di mana Indonesia ikutserta.  Lagipula hubungan  RI-India baik  sekali    karena politik  beras  Syahrir (antara 1946-1947), yaitu Indonesia membantu India yang sedang dilanda kelaparan dengan mengirim beras sebanyak 700.000 ton.

Dalam laporanya kepada Dewan Keamanan PBB, Komisi Konsuler menyatakan bahwa 30 Juli 1947-4 Agustus 1947 pasukan Belanda masih melakukan gerakan militer. Setelah beberapa minggu tidak ada keputusan, akhirnya pada 25 Agustus 1947 usul AS diterima sebagai keputusan DK PBB. Usul AS adalah pembentukan Committee of Good Officer (Komisi Jasa- Jasa Baik) untuk membantu kedua belah pihak menyelesaikan pertikaian. Atas dasar putusan DK PBB tersebut, pada 18 September 1947 Belanda memilih Belgia, RI memilih Australia, dan kedua negara memilih negara ketiga yaitu AS. Komisi jasa- jasa baik, selanjutnya disebut KTN (Komisi Tiga Negara), yang beranggotakan Dr. Frank  Graham  (AS), Paul  Van  Zeelan (Belgia), dan  Richard Kirby (Australia).

Sebelum KTN terbentuk dan belum datang ke Indonesia, Belanda terus melakukan langkah-langkah yang merugikan RI. KTN mampu memaksa Belanda untuk mengadakan perundingan dengan Indonesia, yaitu Perundingan Linggarjati.  

8.      Agresi Militer II. 

Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan serangan keduanya terhadap Indonesia. Latar belakangnya adalah adanya pengingkaran Belanda atas hasil perjanjian Renville di mana Belanda tidak mau lagi terikat dengan perjanjian Renville. Serangan diawali penerjunan pasukan payung di pangkalan udara Maguwo dan menduduki ibu kota Yogyakarta. Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta memutuskan tetap tinggal di Ibukota. Namun Sukarno Hatta beserta sejumlah menteri dan S. Suryadarma ditawan Belanda.

Sebelum pihak Belanda sampai di Istana, Soekarno telah mengirim radiogram yang berisi perintah kepada Mr. Syafrudin Prawiranegara yang sedang berkunjung ke Sumatra untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Dalam satu bulan, pasukan TNI telah berhasil melakukan konsolidasi dan melakukan pukulan-pukulan secara teratur kepada musuh. Serangan umum yang dilaksanakan terhadap kota-kota yang diduduki Belanda mulai dilaksanakan oleh pasukan TNI dan yang dikenal sebagai Serangan Umum 1 Maret 1949 terhadap kota Yogyakarta dipimpin oleh Letkol Suharto. Dalam masa perjuangan itu para pelajar membentuk tentara-tentara pelajar. Para pelajar di Jawa Timur membentuk Tentara Pelajar Republik Indonesia (TPRI) dan Tentara Genie Pelajar (TGP) yang terdiri dari pelajar sekolah teknik. 

Langkah Politik/Diplomasi. Pada pukul 23.30 tanggal 18 Desember 1948, Cochran mendapat surat dari delegasi Belanda di Jakarta untuk disampaikan kepada KTN di Yogyakarta. Isi surat tersebut adalah Belanda tidak terikat lagi dengan isi perjanjian Reville. Dengan alasan bahwa PM Hatta menolak intervensi Belanda di wilayah RI dan menganggap penolakan tersebut dari Indonesia melanggar ketentuan, dan Belanda mantap untuk menyerang Yogyakarta secara mendadak. Mendengar berita penyerbuan tentara Belanda secara mendadak, Kabinet RI pun bersidang. Sampai tahun 1949, Belanda sudah memasukkan 145.000 pasukan ke Indonesia, namun hanya berhasil menguasai kota-kota dan jalan raya, sedangkan pemerintahan RI tetap berjalan wajar di desa-desa. TNI secara gerilya tetap melawan Belanda. Rakyat dan pemerinhan sipil melakukan politik non cooperasi dan ikut bergerilya pula.

Langkah Militer/Konfrontasi. Sebelum Belanda melancarkan serangan terhadap Kota Yogyakarta 19 Desember 1948, Panglima Besar Jenderal Sudirman pada 9 November 1948 telah mengeluarkan perintah perubahan siasat pertahanan, yang terkenal dengan Perintah Siasat Nomor 1. Dalam perintah sisaat tersebut intinya merupakan penjabaran dari Pertahanan Rakyat Semesta. Wehrkreise istilah bahasa Jerman yang berarti lingkaran pertahanan. Sistem wehrkreise artinya pertahanan dalam lingkaran-lingkaran pertahanan yang dapat berdiri sendiri, namun dapat juga saling membantu dan mendukung dengan lingkaran pertahanan yang lain. Prajurit yang sudah mundur dari garis pertahanan pertama dapat menggabungkan diri dengan daerah pertahanan berikutnya. Dengan demikian, maka gerak musuh dapat dihambat.   Reaksi Dunia Terhadap Agresi Militer Belanda II  Negara Asia dan Afrika. 

Tanggal 20-23 Januari 1949, atas prakarsa Perdana Menteri India dan Birma, diselenggarakan Konferensi Asia untuk membahas masalah Indonesia. Konferensi Asia mengeluarkan tiga resolusi untuk  penyelesaian konflik antara Indonesia dan Belanda, yang isinya antara lain berupa kecaman keras terhadap agresi militer Belanda di Indonesia. Di antara resolusi-resolusi yang diterima oleh konferensi, sebuah berisi rekomendasi kepada Dewan Keamanan. Teks resolusi ini telah dikawatkan kepada Dewan Keamanan. Teks resolusi ini disusun dengan mengakui sepenuhnya wewenang Dewan Kemanan, terutama dalam hasrat hendak membantu memecahkan masalah Indonesia. 

Perubahan Sikap Amerika Serikat.  Amerika Serikat sejak Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya selalu mendukung Belanda. Amerika Serikat selalu mendukung   Belanda untuk menduduki kembali Indonesia. Ada sejumlah alasan bagi Amerika Serikat untuk menempatkan pada posisi demikian. Pertama, ketakutan akan komunisme. Kedua, pentingnya Indonesia bagi kepentingan ekonomi Belanda. Indonesia yang kaya dengan berbagai sumber daya alam seperti minyak, emas, karet, bauxite, kopra dan lain-lain telah menjadi sumber utama ekonomi Belanda selama masa penjajahan. Ketiga, kepentingan ekonomi Amerika. 

Dewan Keamanan PBB segera bersidang pada tanggal 24 Januari 1949 sebagai  reaksi terhadap  Agresi Militer Belanda  II sekaligus tanggapan  terhadap desakan negara-negara Asia dan Afrika dalam pertemuan di New Delhi (India). Pada tanggal 28  Januari 1949 Dewan Keamanan PBB mengeluarkan beberapa resolusi.   Palang Merah Internasional (PMI).  Permasalahan antara Indonesia dengan Belanda tidak hanya menarik perhatian dan peran serta dari Negara-Negara dari berbagai belahan dunia, tetapi juga turut menarik perhatian dan peran serta dari berbagai organisasi Internasional yang ada. Salah satu Organisasi Internasional yang tercatat pernah terlibat dalam urusan penyelesaian sengketa antara Indonesia dengan Belanda ialah Organisasi Palang Merah Internasional. Salah satu upaya yang cukup mendapat perhatian karena berakhir dengan sangat tragis adalah upaya mengirimkan bantuan melalui jalur udara dengan menggunakan pesawat ringan bertanda Palang Merah Internasional yang berakhir dengan kegagalan karena pesawat tersebut ditembak jatuh oleh pesawat tempur Belanda saat akan mendarat di lapangan udara Magoewo di Yogyakarta.

 

C.    Perjuangan Diplomasi

Upaya bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan tidak hanya sebatas perjuangan angkat senjata saja. Lebih dari itu lewat tokoh-tokoh terpelajar dan negosiator-negosiator ulung yang dimiliki bangsa Indonesia bisa dibilang sukses besar mengantarkan bangsa Indonesia terbebas dari upaya penjajahan kembali yang dilakukan Belanda. Bagaimana kiprah para tokoh-tokoh negosiator ulung kita dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.  Berikut perjuangan diplomasi :

1.      Perjanjian Linggar Jati 

Untuk menyelesaikan pertikaian Indonesia-Belanda maka pada 10 November 1946 diadakan perundingan di Linggar Jati. Pihak Indonesia dipimpin oleh dr. Sudarsono, Jenderal Sudirman, dan Jenderal Oerip Soemohardjo. Inggris mengirim Lord Killearn sebagai penengah setelah komisi gencatan senjata terbentuk. Pihak Belanda diwakili oleh Prof. S. Schermerhorn dan Dr. Hj. Van Mook. Isi persetujuan Linggar Jati. Setelah naskah perjanjian ditandatangani, muncul pro dan kontra dimasyarakat mengenai hasil perundingan tersebut. Tanggal 25 Maret 1947 pihak Indonesia menyetujui perjanjian Linggar Jati. Hasil perundingan tersebut menghasilkan 17 pasal yang antara lain berisi:

·         Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera dan Madura

·         Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949.

·         Pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara RIS.

·         Dalam bentuk RIS Indonesia harus tergabung dalam persemakmuran Indonesia-Belanda dengan Belanda sebagai kepala Uni Indonesia-Belanda 

2.      Perundingan Renville 

Berdasarkan Keputusan Kerajaan Belanda No. 51 tanggal 15 Desember 1947, wakil- wakil pemerintah Belanda yang hadir   dalam perundingan Renville dengan penuh kehati-hatian menghindari kata “delegasi”. Ini untuk menjelaskan bahwa persoalan Indonesia adalah masalah dalam negeri. Oleh karena itu, Keputusan Kerajaan Belanda menyebut “penunjukkan suatu komisi untuk melakukan pembicaraan-pembicaraan sesuai Resolusi DK PBB tanggal 25 Agustus 1947.  Hasil dari perundingan Renville adalah :

·         Belanda hanya mengakui Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatra sebagai bagian wilayah Republik Indonesia

·         Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dan daerah pendudukan Belanda

·         TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan di Jawa Barat dan Jawa Timur

3.      Perjanjian Roem Royen

Pada bulan pertama tahun 1949 karena didesak oleh Dewan Keamanan PBB, Belanda mengadakan pendekatan-pendekatan politis dengan Indonesia. Perdana Menteri Belanda Dr. Willem Drees mengundang Prof. Dr. Supomo untuk berunding. Undangan itu diterima dan merupakan pertemuan pertama antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda sejak tanggal 19 Desember 1948. Pertemuan antara Perdana Menteri Dr. Willem Drees dengan Prof. Dr. Supomo tidak diumumkan kepada masyarakat sehingga bersifat informal. Pertemuan lainnya yang bersifat informal adalah antara utusan BFO yaitu Mr. Djumhana dan Dr. Ateng dengan Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta pada tanggal 21 Januari 1949.

Hasil pembicaraan secara mendetil dari pertemuan-pertemuan itu tidak pernah diumumkan secara resmi, kecuali diberitakan oleh harian Merdeka pada 19 Januari 1949 dan 24 Januari 1949. Namun demikian dari pertemuan informal tersebut dicapai kesepakatan antara RI dengan BFO yang disampaikan oleh Mr. Moh. Roem bahwa RI bersedia berunding dengan BFO di bawah pengawasan Komisi PBB dalam suatu perundingan formal.  Pada tanggal 13 Februari 1949 Wakil Presiden Mohammad Hatta secara resmi menyatakan pendapatnya bahwa perundingan dapat saja dilakukan dengan syarat dikembalikannya pemerintah RI ke Yogyakarta dan pengunduran pasukan Belanda dari wilayah RI sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan PBB tanggal 24 Januari 1949. Pendirian Wakil Presiden Mohammad Hatta kemudian disetujui dan didukung oleh delegasi BFO. Berdasarkan kenyataan dan penjajagan politis yang dilakukan oleh Belanda terhadap para pemimpin Indonesia diperoleh kesimpulan bahwa pada   umumnya bersedia berunding. Oleh karena itu, Belanda pada tanggal 26 Pebruari 1949 mengumumkan akan mengadakan Konferensi Meja Bundar pada tanggal 12 Maret 1949. KMB akan diadakan dengan diikuti oleh Belanda, Indonesia dan negara-negara bentukan Belanda guna membicarakan masalah Indonesia seperti syarat-syarat penyerahan kedaulatan dan  pembentukan Uni Indonesia Belanda. Pemerintah Belanda mengutus Dr. Koets sebagai Wakil Tinggi Mahkota Belanda pada tanggal 28 Pebruari 1949 untuk menemui Ir. Sukarno beserta beberapa pemimpin RI yang masih ditawan di Pulau Bangka untuk menyampaikan rencana KMB. Pada tanggal 3 Maret 1949 Presiden Sukarno mengadakan pembicaraan dengan penghubung BFO tentang perlunya pengembalian kedudukan pemerintah RI sebagai syarat diadakannya perundinagn sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan PBB. Pada tanggal 4 Maret 1949 Presiden Sukarno membalas undangan Wakil Tinggi Mahkota Belanda. Undangan menghadiri KMB yang dimaksud oleh Dr. Koets tentu saja bukan undangan pribadi kepada Ir. Sukarno, melainkan undangan untuk pemerintah Indonesia. Oleh karena itu Presiden Sukarno menyampaikan bahwa RI tidak mungkin berunding tanpa pengembalian pemerintahan ke Yogyakarta. Dengan demikian maka sebelum perundingan dimulai, secara tidak langsung Belanda harus sudah mengakui bahwa RI masih tegak berdiri. Sementara itu pihak BFO juga mengeluarkan surat pernyataan yang berisi pemberitahuan bahwa BFO tetap dalam pendirian semula. Komisi PBB untuk Indonesia pada tanggal 23 Maret 1949 memberitahukan kepada Belanda bahwa Komisi PBB telah bekerja sesuai dengan resolusi Dewan Keamnaan PBB tanggal 28  Januari 1949 dan  tidak merugikan tuntutan kedua belah pihak

Perundingan   dimulai pada 14 April 1949 yang dilakukan oleh Mr. Moh. Roem (Indonesia) dengan Dr. Van Roijen (Belanda) dengan mediator Merle Cochran (anggota UNCI dari AS).  Perundingan ini dilakukan di Hotel  Des Indes (Hotel Duta Merlin Jakarta, sekarang). Perundingan   berlarut-larut dan sempat terhenti   sampai 1 Mei 1949 karena terjadinya perbedaan pendapat yang tajam. Pemerintah Belanda menghendaki agar RI menghentikan gerakan gerilya oleh pejuangnya, bersedia menghadiri KMB dan bersedia bekerjasama menciptakan keamanan dan ketertiban, barulah pemerintahan dan pemimpin RI yang ditahan Belanda dibebaskan. Karena perundinagn berjalan sangat lamban, bahkan hampir mengalami jalan buntu,  pada tanggal 24 April 1949 Drs. Mohammad Hatta datang ke Jakarta. Pihak RI menempuh  cara  lain  yakni  mengadakan  perundingan  informal  dan  langsung dengan pihak Belanda disaksikan Merle Cochran. Pada tanggal 25 April 1949 diadakan pertemuan informal pertama antara Drs. Moh. Hatta dengan ketua delegasi Belanda Dr. Van Royen.

Hasil pertemuan ini tidak diumumkan, namun Wakil Presiden Moh. Hatta menyatakan bahwa pertemuan informal itu untuk membantu memberikan penjelasan kepada delegasi Belanda. Anggota UNCI dari AS Merle Cohran mendesak Indonesia agar dapat menerima usulan Belanda dengan kompensasi bantuan ekonomi setelah pengakuan kedaulatan, tetapi sebaliknya mengancam untuk tidak memberi bantuan apapun kepada Indonesia apabila pihak RI tidak bisa melanjutkan perundingan. Selanjutnya masing- masing pihak mengeluarkan pernyataan. Persetujuan ini sebenarnya hanya berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang masing-masing menyetujui pernyataan pihak lainnya. Isi pernyataan ini ditanda tangani pada 7 Mei 1949 oleh ketua perwakilan kedua negara yaitu Mr. Moh. Roem dan Dr. Van Roiyen, oleh karena itu terkenal dengan sebutan Roem Royen Statemens.

Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta akan berusaha mendesak supaya politik demikian diterima oleh pemerintah Republik Indonesia selekas-lekasnya setelah dipulihkan di Yogyakarta. Bunyi statement Roem-Royen:

·         Sesuai dengan resolusi DK PBB, Indonesia menyatakan kesanggupannya untuk menghentikan perang gerilya. 

·         bekerjasama mengembalikan dan menjaga keamanan dan ketertiban.

·         Turut serta dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag dengan maksud untuk mempercepat penyerahan kedaulatan yang sungguh-sungguh dengan tidak bersyarat.  

·         Statement Delegasi Belanda (Diucapkan oleh Dr. Van Royen)  Delegasi Belanda diberi kuasa menyatakan bahwa, berhubungan dengan kesanggupan yang baru saja diucapkan oleh Mr. Roem, ia menyetujui kembalinya Pemerintah Republik Indonesia di Yogyakarta.

Sebagai tindak lanjut dari persetujuan Roem- Royen, pada tanggal 22 Juni 1949 diadakan perundingan formal antara RI, BFO dan Belanda di bawah pengawasan komisi PBB, dipimpin oleh Critchley (Australia). Hasil perundingan itu adalah: 1. Pengembalian pemerintahan RI ke Yogyakarta dilaksanakan pada tanggal 24 Juni 1949. Karesidenan Yogyakarta dikosongkan oleh tentara Belanda pada tanggal 1 Juli 1949 dan pemerintah RI kembali ke Yogyakarta setelah TNI menguasai keadaan sepenuhnya daerah itu.  2. Mengenai penghentian permusuhan akan dibahas setelah kembalinya pemerintah RI ke Yogyakarta. 3. Konferensi Meja Bundar diusulkan akan diadakan di Den Haag.

4.      Konferensi Inter Indonesia 

Hubungan antara pemimpin-pemimpin BFO dan Republik Indonesia, pertama kali dijalin pada 1949 ditempat pengasingan di Bangka.waktu itu, pembentukan negara federal Indonesia Serikat masih kabur kerena syarat mutlak pembebasan para pemimpin Republik Indonesia belum dilaksankan. Pemimpin-pemimpin BFO masih ragu-ragu terhadap kekuatan perlawanan gerilyawan terhadap tentara Belanda yang dianggapnya akan mengalami kegagalan. Untuk menyelamatkan kedudukan sebagai pemimpin di negaranya masing-masing pemimpin-pemimpin BFO mengadakan siasat yang dapat memberi jaminan negara-negara BFO yang akan menjadi negara bagian dalam Negara Indonesia Serikat. Mereka yakin bahwa perundingan Konferensi Meja Bundar akan menghasilkan pembentukan Negara Indonesia Serikat yang berdaulat penuh atas pertimbangan faktor-faktor. Untuk menyamakan persepsi dan pemahaman serta menyatukan langkah menghadapi Belanda dalam KMB, negara-negara bagian dan RI mengadakan konferensi bersama. Konferensi ini diadakan di Yogyakarta pada tanggal 19-22 Juli 1949 dan dilanjutkan di Jakarta pada 30 Juli-2 Agustus 1949.

Pemilihan kedua kota ini atas pertimbangan bahwa Yogyakarta merupakan wilayah negara RI sedangkan Jakarta termasuk daerah negara bagian. Dengan demikian tercipta sikap saling menghargai dan sejajar. Delegasi BFO untuk menghadiri Konferensi Antar Indonesia tahap pertama yang diselenggarkana di istana negara Yogyakarta, dipimpin oleh Sultan Hamid Algdrie dari Pontianak. Kedatangan mereka disambut sangat gembira oleh masyarakat Yogyakarta sehingga timbul kesan bahwa kecurigaan sudah musnah sama sekali. Konferensi tahap pertama membahas ketatanegraan Indonesia bertalian dengan maksud mendirikan Negara Indonesia Serikat. Keputusan Konferensi Inter Indonesia adalah : a. Agustus ditetapkan sebagai Hari Nasional Negara RIS b. Bendera Merah Putih sebagai bendera RIS c. Lagu kebangsaan RIS adalah Indonesia Raya d. Bahasa Nasional RIS yaitu Bahasa Indonesia

5.      Konferensi Meja Bundar (KMB)

Pengakuan Kedaulatan   Pimpinan TNI Kembali ke Kota Yogyakarta.  Masuknya TNI dan para pemimpin yang kembali dari pengasingan ke Yogyakarta diperingati sebagai Hari Yogya Kembali, yang akhirnya juga diabadikan dengan Monumen Yogya Kembali. Itu berarti Monumen Yogya Kembali bukan hanya untuk mengabadikan kembalinya TNI ke Yogyakarta, tetapi juga kembalinya pemimpin bangsa. Dari fakta sejarah justru nampak bahwa pembangunan monumen ini tidak langsung berkaitan dengan perisrtiwa Seranfgan Umum 1 Maret 1949 yang dipimpin oleh Letkol Suharto. Selama ini kita sealu berpendapat bahwa pembangunan Monuen Yogya Kembali untuk memperingati Serangan Fajar yang berhasil merebut Kota Yogyakarta selama 6 jam.

Detik-Detik Menjelang dan Pelaksanaan Konferensi Meja Bundar   Tindak lanjut mempersiapkan penyelenggaraan konferensi meja bundar (KMB) di den haag, negeri Belanda, perdana menteri NIT, ide Anak Agung Gde Agung, yang merangkap sebagai wakil ketua pertemuan musyawarah federal (PMF, yang lebih dikenal BFO) menyarankan agar sebelum diselenggarakan KMB, terlebih dahulu diadakan suatu konferensi antara BFO dan RI. Maksudnya ialah, untuk membentuk suatu rekonsiliasi antara pemimpin-pemimpin RI dan wakil-wakil negara bagian dan daerah-daerah di luar wilayah kekuasaaan RI, karena adanya perselisihan paham dan jurang pemisah antara mereka akibat politik memecah belah pemerintah Belanda. Selain itu, agar tercapai kerjasama dan kekompakan menghadapi Belanda selama pembicaraan pada sidang KMB. Dari tanggal 23 Agustus sampai tanggal 2 November 1949, konferensi Meja Bundar diselenggarakan di Den Haag. Hatta mendominasi pihak Indonesia selama berlangsungnya perundingan-perundingan dan semua peserta mengaguminya. Suatu uni yang longgar antara negeri Belanda dan RIS disepakati dengan Ratu Belanda sebagai pimpinan simbolis. Soekarno akan menjadi presiden RIS dan Hatta sebagai perdana menteri (1949-1950) merangkap wakil presiden.

Pada tanggal 27 Desember 1949, negeri Belanda secara resmi menyerahkan kedaulatan atas Indonesia, tidak termasuk Papua, kepada RIS, sebuah Negara federal yang hanya bertahan secara utuh selama beberapa minggu saja. Pada tanggal 31 Oktober 1949 delegasi RI dan BFO menerima usul yang bersifat kompromi dari UNCI tentang status Irian Barat. Semula soal ini sangat pelik dan  hampir buntu  dari  penyelesaian,  akhirnya  bersedia menerima  usulan  UNCI walaupun lebih merugikan Indonesia. Usulan UNCI adalah masalah Irian Barat (Niew Guineo) akan diselesaikan setahun setelah tanggal penyerahan kedaulatan antara RIS

Pengesahan Hasil KMB  Berdasarkan hasil KMB maka   daerah-daerah bekas jajahan Hindia Belanda yang sejak 17 Agustus 1945 diproklamasikan sebagai Republik Indonesia  dengan bentuk kesatuan, sejak 17 Desember 1949 berubah menjadi negara federal dengan nama Republik Indonesia Serikat. Sementara itu,  RI hanya merupakan negara bagian dari RIS dengan wilayah Yogyakarta. Republik Indonesia Serikat adalah sebuah Negara federal tergabung di dalamnya 15 negara bagian yang telah didirikan Belanda selama 3 tahun sebelumnya di wilayah yang didudukinya, sebagai taktik devide et impera untuk melawan Republik Indonesia. Dengan dibentuknya RIS, disahkanlah Konstitusi RIS 1949 di Gedung Proklamasi, Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta pada 14 Desember 1949.

Selanjutnya pada 16 Desember 1949 di Yogyakarta dilakukan pemilihan  Presiden RIS. Terpilihlah  Presiden  Sukarno  yang  dilantik  pada  18 Desember 1949, dan Bung Hatta menjadi Perdana Menteri yang kemudian membentuk zaken cabinet RIS.  Hasil-hasil persetujuan yang tercapai dalam perundingan antara delegasi Indonesia dan Belanda di Den Haag, walaupun tidak memuaskan sepenuhnya, dan masih banyak mengandung kekecewaan terutama mengenai soal Irian dan ekonomi/keuangan tak dapat dikatakan memenuhi syarat yang penting untuk meneruskan perjuangan rakyat mencapai cita-citanya, dengan adanya pengakuan kedaulatan de facto dan de jure bukan saja oleh negeri Belanda, melainkan sekarang nyatanya juga oleh beberapa negara besar dan kecil.  Persetujuan KMB menimbulkan pro dan kontra, hal ini sangat lumrah karena satu persetujuan mesti ada segi-segi kompromi. Presiden Sukarno memberi persetujuan tetapi menyesalkan mengapa Irian Barat dibiarkan belum masuk, dengan begitu wilayah Negara Proklamasi masih belum lengkap.  Walaupun menimbulkan banyak ketidakpuasan, KMB menurut pemerintah merupakan hasil perjuangan diplomasi maksimal yang dapat dicapai pada waktu itu. Oleh karena itu agar hasil KMB bisa dilaksanakan maka memerlukan persetujuan dari wakil-wakil rakyat yang duduk dalam Komite Nasional Indonesia Pusat.

Sekembalinya ke tanah air, Perdana Mentri Hatta memberikan laporan kepada kabinet hasil perundingan Konferensi Meja Bundar dalam sidang kabinet tanggal 16 November 1949. Dengan suara bulat, kabinet menerima hasil perundingan dan menyarankan agar secepatnya dimintakan pengesahan pleno KNIP. Tanggal 7-15 Desember, KNIP mengadakan sidang pleno untuk mendengarkan tanggapan para anggotanya terhadap keterangan pemerintah tentang hasil KMB yang dimintakan pengesahan. Akhirnya, hasil-hasil KMB diterima dengan suara 226 berbanding 62 dan 31 blangko. Golongan yang tidak setuju adalah golongan komunis dan partai Murba. Golongan Partai Sosialis Indonesia memberikan suara balngko. Di Nederland, piagam persetujuan KMB disahkan pada tanggal 14 Desember dengan suara 71 berbanding 29 di Dewan Perwakilan Rakyat (kamar kedua) dan 34 berbanding 15 di Dewan Senat (kamar pertama). Terkait pengesahan piagam persetujuan KMB oleh sidang KNIP di atas, tanggal 16 Desember dilangsungkan pemilihan presiden untuk Republik Indonesia Serikat di Gedung Kepatihan Yogyakarta oleh wakil-wakil 16 negara bagian.         Selanjutnya KNIP   mengadakan sidang   untuk memilih presiden dan wakil presiden RIS. Terpilihlah Ir. Sukarno sebagai Presiden RIS dengan Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta.

Presiden Sukarno yang pada tanggal 17 Desember 1949 dilantik sebagai presiden RI yang pertama, pada tanggal 28 Desember 1949 pindah dari Yogyakarta  ke  Jakarta,  diikuti  oleh  pemerintah  seluruhnya.  Pada  tanggal  19 Desember 1949,  Kabinet RIS  yang pertama dibentuk  Mohamad Yamin  sebagai Perdana Menteri merangkap Menteri Luar Negeri Pada tanggal 23 Desember 1949 delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Moh. Hatta berangkat ke Belanda untuk menerima pengakuan kedaulatan dari Ratu Belanda. Di waktu yang sama, HVS. Loving menghadap Presiden Soekarno di Jogjakarta untuk mohon diri sebagai Wakil Tinggi Mahkota Belanda terakhir.

Pada tanggal 27 Desember 1949 di Jogjakarta Mr. Assaat disumpah sebagai pemangku jabatan sementara jabatan Presiden Republik Indonesia. Sejak saat itu  segala perlengkapan dan aparatur negara RIS dipindahkan dari Yogyakarta ke Jakarta. Pada 27 Desember 1949 pemerintah Belanda secara resmi menyerahkan kedaulatan atas Indonesia tidak termasuk Irian Barat kepada pemerintah RIS dan membebaskan seluruh tahanan politik  yang berjumlah sekitar 12.000 orang.  

 

Rangkuman

·         Perjuangan diplomasi bangsa Indonesia diawali dengan perundingan Linggar Jati yang membuat wilayah Indonesia menyempit hanya terdiri dari Sumatra, Jawa, dan Madura

·         Perundingan Renville semakin mempersempit wilayah Indonesia menjadi Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatra

·         Perundingan Roem Royen hasilnya Pemerintah RI kembali ke Yogyakarta, dan akan diadakan Konferensi Meja Bundar antara Indonesia dengan Belanda

·         Konferensi Meja Bundar (KMB) merupakan solusi yang ditawarkan oleh UNCI untuk mengakhiri konflik Indonesia-Belanda. Melalui KMB inilah tercapai pengakuan kedaulatan Indonesia oleh belanda pada 27 Desember 1949.

 

 

 

 

Peran Soekarno dan M Hatta Di Sekitar Proklamasi

 

Soekarno

Soekarno lahir dengan nama Kusno yang diberikan oleh orangtuanya.  Akan        tetapi, karena ia sering sakit maka ketika berumur sebelas tahun namanya diubah       menjadi Soekarno oleh ayahnya. Nama tersebut diambil dari seorang panglima       perang dalam kisah Bharata Yudha yaitu Karna. Nama "Karna" menjadi "Karno"       karena dalam bahasa Jawa huruf "a" berubah menjadi "o" sedangkan awalan "su"       memiliki arti "baik".              Di kemudian hari ketika menjadi presiden, ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno karena menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan penjajah (Belkalian). Ia tetap menggunakan nama Soekarno dalam Teks  Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh diubah, Sebutan akrab untuk Soekarno adalah Bung Karno. 



Soekarno dilahirkan dengan seorang ayah yang bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman Rai. Nyoman Rai merupakan keturunan  bangsawan dari Bali dan beragama Hindu, sedangkan Raden Soekemi sendiri beragama Islam. Mereka telah memiliki seorang putri yang bernama Sukarmini sebelum Soekarno lahir. Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur. Ia bersekolah pertama kali di Tulung Agung hingga akhirnya ia pindah ke  Mojokerto, mengikuti orangtuanya yang ditugaskan di kota tersebut. Di Mojokerto,  ayahnya memasukan Soekarno ke Eerste Inlandse School, sekolah tempat ia bekerja.  Kemudian pada Juni 1911 Soekarno dipindahkan ke Europeesche Lagere School (ELS)  untuk memudahkannya diterima di Hogere Burger School (HBS).

Pada tahun 1915,  Soekarno telah menyelesaikan pendidikannya di ELS dan berhasil melanjutkan ke                 HBS di Surabaya, Jawa Timur. Ia dapat diterima di HBS atas bantuan seorang kawan bapaknya yang bernama H.O.S. Tjokroaminoto. Tjokroaminoto bahkan memberi tempat tinggal bagi Soekarno di pondokan kediamannya. Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu, seperti Alimin, Musso, Darsono, Haji Agus Salim, dan Abdul Muis. Soekarno kemudian aktif dalam kegiatan organisasi pemuda Tri Koro Dharmo yang dibentuk sebagai organisasi dari Budi Utomo. Nama organisasi tersebut kemudian ia ganti menjadi Jong Java (Pemuda Jawa) pada 1918. Selain itu, Soekarno juga aktif menulis di harian "Oetoesan Hindia" yang dipimpin oleh Tjokroaminoto. 

Jasa Ir. Soekarno  dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia tidak perlu iragukan lagi. Bung Karno, begitu ia disapa, merupakan tokoh intelektual karismatik yang terlibat dalam peristiwa-peristiwa penting pergerakan nasional. Lewat orasi-orasinya, Soekarno berhasil membangkitkan semangat juang rakyat Indonesia untuk terbebas dari enjajahan. Karena itulah Bung Karno mendapat julukan 'Singa Podium'.Tak heran, sehari setelah memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada dunia, tepatnya 18 Agustus 1945, Bung Karno diangkat menjadi menjadi presiden pertama bangsa ini. Bung Karno merupakan sosok yang vokal menentang kesewenang-wenangan penjajah. Setelah ditahan karena dituduh hendak menggulingkan kekuasaan Hindia Belanda, Soekarno dengan lantang membacakan pidato pembelaan yang ia beri judul “Indonesia Menggugat” pada 1930. 

Hal yang perlu digarisbawahi dalam pidato ini adalah, pidato tersebut bukanlah pembelaan Bung Karno terhadap dirinya sendiri, melainkan pembelaan terhadap pergerakan nasional Indonesia. Soekarno menyampaikan kritiknya terhadap imperialisme dan menyebut Belanda menerapkan politik drainase yang menghisap dan mengalirkan kekayaan Indonesia ke negeri-negeri imperialis yang menyebabkan kemelaratan rakyat Indonesia. 

Berikut peran kunci di sekitar proklamasi:

·         Anggota BPUPK

·         Pidato 1 Juni 1945mengenai usulan DasarNegara (Pancasila)

·         Ketua Panitia 9 yang merumuskan Piagam Jakarta 22 Juni 1945

·         Ketua PPKI yang mempersiapkan kemerdekaan sesuai janji Jepang

·         Penyusun teks proklamasi

·         Penulis teks proklamasi dengan tulisan tangan

·         Menandatangani teks proklamasi Bersama Mohammad Hatta atasnama bangsa Indonesia

·         Pembaca teks proklamasi

·         Presiden pertama Republik Indonesia

 

Mohammad Hatta

Mohammad Hatta lahir dari pasangan Muhammad Djamil dan Siti Saleyang berasal dari Minangkabau. Ayahnya merupakan seorang keturunan ulama tarekat di Batuhampar, dekat Payakumbuh, Sumatra Barat dan ibunya berasal dari keluarga pedagang di Bukittinggi. Ia lahir dengan nama Muhammad Athar pada tanggal 12 Agustus 1902. Namanya, Athar berasal dari bahasa Arab, yang berarti "harum".Athar lahir sebagai anak kedua, setelah Rafiah yang lahir pada tahun 1900. Sejak kecil, ia telah dididik dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang taat melaksanakan ajaran agama Islam. Kakeknya dari pihak ayah, Abdurrahman Batuhampar dikenal sebagai ulama pendiri Surau Batuhampar, sedikit dari surau yang bertahan pasca-Perang Padri. Sementara itu, ibunya berasal dari keturunan pedagang.

Beberapa orang mamaknya adalah pengusaha besar di Jakarta. Ayahnya meninggal pada saat ia masih berumur tujuh bulan. Setelah kematian ayahnya, ibunya menikah dengan Agus Haji Ning, seorang pedagang dari Palembang.Haji Ning sering berhubungan dagang dengan Ilyas Bagindo Marah, kakeknya dari pihak ibu. Perkawinan Siti Saleha dengan Haji Ning melahirkan empat orang anak, yang semuanya adalah perempuan. Hatta dikenal akan komitmennya pada demokrasi. Ia mengeluarkan Maklumat X yang menjadi tonggak awal demokrasi Indonesia. Di bidang ekonomi, pemikiran dan sumbangsihnya terhadap perkembangan koperasi membuat ia dijuluki sebagai Bapak Koperasi.              



Mohammad Hatta pertama kali mengenyam pendidikan formal di sekolah swasta.Setelah enam bulan, ia pindah ke sekolah rakyat dan sekelas dengan Rafiah, kakaknya. Namun, pelajarannya berhenti pada pertengahan semester kelas tiga. Ia lalu pindah ke ELS di Padang (kini SMA Negeri 1 Padang) sampai tahun 1913,dan melanjutkan ke MULO sampai tahun 1917. Di luar pendidikan formal, ia pernah belajar agama kepada Muhammad Jamil Jambek, Abdullah Ahmad, dan beberapa ulama lainnya. Selain keluarga, perdagangan memengaruhi perhatian Hatta terhadap perekonomian. Di Padang, ia mengenal pedagang-pedagang yang masuk anggota Serikat Oesaha dan aktif dalam Jong Sumatranen Bond sebagai bendahara.Kegiatannya ini tetap dilanjutkannya ketika ia bersekolah di Prins Hendrik School. Mohammad Hatta tetap menjadi bendahara di Jakarta.                

Hatta meninggal pada 1980 dan jenazahnya dimakamkan di Tanah Kusir, Jakarta. Pemerintah Indonesia menetapkannya sebagai salah seorang Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 23 Oktober 1986 melalui Keppres nomor 081/TK/1986. Namanya bersanding dengan Soekarno sebagai Dwi-Tunggal dan disematkan pada pangkalan Udara Soekarno-Hatta.

Berikut peran kunci di sekitar proklamasi:

·         Anggota BPUPKI

·         Anggota Panitia 9

·         Wakil Ketua PPKI

·         Penyusun teks proklamasi

·         Pemberi ide kalimat pada teks proklamasi, “hal-hal tentang pemindahan kekuasaan dan lain-lain dilaksanakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya

·         Menandatangani teks proklamasi Bersama Sukarno atas nama bangsa Indonesia

·         Wakil Presiden Republik Indonesia Pertama

 

 

 

 

 

 

 

Pembentukan Pemerintahaan Indonesia Setelah Proklamasi

 

Pembentukan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur pun mulai berlaku sejak proklamasi dibacakan. Panduan dalam pembentukan Negara Indonesia secara historis bisa ditelusuri mulai dari Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945, yang kemudian menjadi pembukaan Undang- Undang Dasar (UUD 1945). Di dalam Piagam Jakarta juga berisikan kalimat proklamasi kemerdekaan Indonesia, sehingga bisa dikatakan bahwa Piagam Jakartalah yang melahirkan konstitusi dan proklamasi.

A.    Jepang Berubah Haluan  

Satu hari setelah proklamasi didengungkan oleh Sukarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia, tepatnya pada tanggal 18 Agustus 1945, para pendiri bangsa sudah dihadapkan pada tuntutan agar segera membentuk pemerintahan diatas Negara yang baru berdaulat. Tanggung jawab ini dijalankan secara kolektif melalui PPKI yang dibentuk pada tanggal 7 Agustus 1945 dengan diketuai oleh Sukarno dan Mohammad Hatta sebagai wakilnya. Anggota PPKI berjumlah 21 orang mewakili unsur Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku, dan Peranakan Tionghoa. Selanjutnya Sukarno berinisiatif menambah anggota PPKI menjadi 9 orang tanpa sepengetahuan Jepang, namun 3 orang dari unsur pemuda seperti Sukarni, Chairul Saleh, dan Wikana menolak bergabung, karena masih menganggap bahwa PPKI adalah aparat Jepang.

Suasana pembentukan pemerintahan awal masih dibawah bayang- bayang tentara Jepang yang masih berjaga-jaga di Indonesia. Ironis, pasca Jepang kalah dari Sekutu, Kolonel Nishimura, ajudan Gunseikan menerangkan kepada Sukarno bahwa Jepang sudah tidak lagi memiliki kekuasaan, posisi Jepang hanyalah sebagai petugas polisi dari Sekutu. Jepang yang semula berjanji akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia justru menjadi berbalik arah tunduk kepada Sekutu untuk menyerahkan Indonesia kepada Sekutu dalam keadaan status quo. Seketika itu juga Gunseikan mengeluarkan perintah yang melarang bangsa Indonesia mengganti pejabat-pejabat sipil atau mengadakan perubahan dalam bentuk apapun juga di pemerintahan, seandainya ada kekacauan terutama dari pemuda, maka Jepang menyatakan tidak segan untuk menembak mereka. Setelah menyimak materi pembelajaran diatas,  kalian  harus dapat memahami suasana kebatinan para pendiri bangsa dalam persiapan membentuk pemerintahan pasca proklamasi dan sikap Jepang yang berubah dari semula simpatik, mendukung kemerdekaan namun seketika berubah menjadi represif.

B.     Pelaksanaan Sidang PPKI I 

Tanggal 18 Agustus 1945 di Gedung Chuo Sang In, Jalan Pejambon, Jakarta Pusat, PPKI mengadakan pertemuan perdana setelah Indonesia dinyatakan merdeka melalui proklamasi. Sebelum sidang dimulai, atas inisiatif Mohammad Hatta dikumpulkanlah beberapa orang seperti Sukarno, Ki Bagus Hadikusumo, K.H. Ahmad Wahid Hasyim, Kasman Singodimejo, dan Teuku Mohammad Hasan, untuk mendiskusikan aspirasi dari saudara-saudara kita di Indonesia Timur, mewakili kelompok non-Islam, bahwasanya mereka berkeberatan dengan pencantuman tujuh kata pada pembukaan UUD (Piagam Jakarta), yaitu “Ketuhanan dengan menjalankan kewajiban syariat Islam bagi para pemeluk-pemeluknya”. Pada akhirnya permasalahan mengenai tujuh kata dapat diselesaikan dalam waktu kurang dari 15 menit, dimana ini merupakan suatu pembuktian bahwa para pemimpin-pemimpin kita lebih mementingkan persatuan nasional diatas kepentingan pribadi atau golongan.

Dalam pembukaan sidang PPKI I yang dimulai pukul 11.30 WIB, Sukarno menegaskan agar panitia berkerja secara cepat, abaikan hal kecil, dan fokus pada gagasan-gagasan besar yang mengandung sejarah, seperti penyusunan UUD dan memilih Presiden serta Wakil Presiden. Sukarno juga memberi arahan penyusunan UUD, agar bisa mengikuti rancangan yang telah disusun oleh Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) pada sidang ke II, tanggal 10-16 Juli 1945. Setelahnya, Mohammad Hatta tampil menyampaikan beberapa usulan yang masuk ke panitia untuk dibahas, yaitu mengenai persoalan perubahan pembukaan UUD dan pergantian pasal-pasal yang dianggap bertentangan dengan cita-cita persatuan nasional.

Pembahasan mengenai rancangan pembukaan dan UUD 1945 yang melahirkan kesepakatan bersama, berhasil disahkan dalam tempo kurang dari 2 jam. Sidang diskors pada pukul 21.50 WIB dan dimulai kembali pada pukul 03.15 WIB. Ketika sidang akan dilanjutkan, Otto Iskandardinata memberikan pandangan agar dibahas mengenai Pasal 111 dalam aturan peralihan yang berbunyi “Untuk pertama kali Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan. Otto Iskandardinata juga mengusulkan agar pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dilakukan secara aklamasi, dengan mengajukan nama Sukarno dan Mohammad Hatta sebagai calonnya. Semua peserta sidang menerima usulan ini secara aklamasi sambil menyanyikan lagu Indonesia Raya. Dengan demikian pada Sidang PPKI I tanggal 18 Agustus 1945, bangsa Indonesia memperoleh landasan kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu UUD 1945, yang mana didalam pembukaan UUD 1945 terkandung dasar Negara Pancasila, serta kepemimpinan nasional dalam diri Presiden dan Wakil Presiden.

PPKI I tanggal 18 Agustus 1945, Sukarno sempat membentuk 9 orang yang tergabung dalam panitia kecil, yang ditugaskan untuk menyusun rancangan berisikan hal-hal mendesak, yaitu masalah pembagian wilayah Negara, kepolisian, tentara kebangsaan, dan perekonomian.  Keanggotaan tim kecil ini diketuai oleh Otto Iskandardinata, dengan anggota Ahmad Subarjo, Sayuti Melik, Iwa Kusumasumantri, Raden Arya Wiranatakusumah, A. A. Hamidan, Mohammad Amir, Sam Ratulangi, dan I Gusti Ketut Puja.

C.    Sidang PPKI II

Pada sidang II PPKI, tanggal 19 Agustus 1945 yang dilaksanakan pukul 10.00 WIB, Sukarno juga meminta Ahmad Subarjo, Sutarjo Kartohadikusumo, dan Kasman Singodimejo untuk membentuk tim kecil membahas mengenai bentuk Departemen (Kementrian), tetapi bukan menyangkut orang-orang yang akan duduk di dalamnya. Pada kesempatan pertama sidang, Otto Iskandardinata menyampaikan hasil kerja tim berupa pembagian wilayah Indonesia yang terdiri dari 8 Provinsi beserta para calon Gubernurnya berikut provinsi yang terbentuk:

1.      Jawa Barat,  gubernur Sutarjo Kartohadikusumo

2.      Jawa Tengah, gubernur Raden Panji Suroso

3.      Jawa Timur, gubernur Raden Mas Suryo

4.      Kalimantan, gubernur Pangeran Mohammad Noer

5.      Sumatera, gubernur Teuku Mohammad Hasan

6.      Sulawesi, gubernur Sam Ratulangi

7.      Sunda Kecil, gubernur I Gusti Ketut Puja

8.      Maluku Johannes, gubernur Latuharhary

Mengenai kepolisian agar susunan di pusat dan daerah segera dipindahkan kedalam kekuasaan pemerintah Indonesia, dengan ditambah pimpinan dari bekas PETA dan pemimpin rakyat, serta diberikan petunjuk-petunjuk sikap baru terhadap rakyat. Lalu terkait tentara kebangsaan, panitia kecil ini menolak rencana pembelaan Negara yang diusulkan oleh Panitia BPUPKI sebelumnya. Panitia kecil juga mengusulkan pembubaran PETA di Jawa dan Bali, laskar rakyat di Sumatera, pemberhentian Heiho, serta segera membentuk tentara kebangsaan Indonesia. Usulan-usulan yang disampaikan Otto Iskandardinata tersebut, diterima secara aklamasi oleh sidang, dengan beberapa catatan, seperti pembentukan tentara kebangsaan dan kepolisian yang akan dipersiapkan oleh Abdul Kadir, Kasman Singodimejo, dan Otto Iskandardinata sendiri. Ahmad Subarjo mengenai usulan pembentukan 13 Departemen, namun setelah dilakukan pembahasan, forum memutuskan adanya 12 Departemen dan 1 Menteri Negara, ditambah 2 Ketua lembaga tinggi Negara, 1 Sekretaris Negara, dan 1 Jurubicara Negara.

D.    Sidang PPKI III

Pukul 14.55 WIB, tanggal 19 Agustus 1945, sidang PPKI II berakhir.  Sebelum kembali kerumah, Sukarno dan Hatta diminta mengikuti rapat bersama para pemuda di Jalan Prapatan 10. Hadir dalam rapat itu selain Sukarno dan Hatta, yaitu Adam Malik, Kasman Singodimejo, Ki Hajar Dewantara, dan Sutan Sjahrir. Terjadi perdebatan ketika Sukarno menolak desakan para pemuda agar segera merebut kekuasaan dari tangan Jepang. Dalam rapat itu, Adam Malik sempat menyampaikan dekrit mengenai lahirnya tentara Republik Indonesia yang diisi oleh para bekas PETA dan Heiho. Sebelum rapat bubar, dekrit ini ditanggapi oleh Sukarno sambil meminta waktu untuk mempertimbangkan semuanya.

Pada malam hari ditanggal yang sama, bertempat di Jalan Gambir Selatan 10, diadakan rapat antara Sukarno, Mohammad Hatta, Sartono, Suwiryo, Otto Iskandardinata, Sukarjo Wiryopranoto, Buntaran Martoatmojo, Abdul Gaffar Pringgodigdo, Sutarjo Kartohadikusumo, dan Tajuluddin, untuk membahas siapa saja yang akan diangkat sebagai anggota Komite Nasional. Rapat malam itu memutuskan bahwa anggota Komite Nasional berjumlah 60 orang, dengan rapat perdana direncanakan tanggal 29 Agustus 1945 di Gedung Komidi, Pasar Baru.    Sampai akhirnya sidang PPKI III dilanjutkan kembali pada tanggal 22 Agustus 1945 dengan melibatkan para pemuda. Dalam sidang, Chairul Saleh menuntut agar PPKI menghentikan segala bentuk hubungan dengan Jepang dan berganti nama menjadi Komite Nasional Indonesia. Para pemuda juga mendesak agar pemerintah segera membentuk tentara nasional. Pada akhirnya akomodasi berhasil diperoleh melalui pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan PPKI setelah bubar kemudian berganti wujud perjuangan melalui Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Hasil lainnya adalah pembentukan Partai Nasional Indonesia. 

Rangkuman

1.      Tanggal 18 Agustus 1945, Sukarno membentuk 9 orang yang tergabung dalam panitia kecil, yang ditugaskan untuk menyusun rancangan berisikan hal-hal mendesak, yaitu masalah pembagian wilayah Negara, kepolisian, tentara kebangsaan, dan perekonomian

2.      Panitia 9 terdiri dari Otto Iskandardinata, Ahmad Subarjo, Sayuti Melik, Iwa Kusumasumantri, Raden Arya Wiranatakusumah, A. A. Hamidan, Mohammad Amir, Sam Ratulangi, dan I Gusti Ketut Puja.

3.      Sukarno juga meminta Ahmad Subarjo, Sutarjo Kartohadikusumo, dan Kasman Singodimejo untuk membentuk tim kecil membahas mengenai bentuk Departemen (Kementrian), tetapi bukan menyangkut orang-orang yang akan duduk didalamnya.

4.      Sidang PPKI II memutuskan membentuk 8 Provinsi dengan masing-masing dipimpin oleh seorang Gubernur

5.      Sidang PPKI II memutuskan adanya 12 Departemen dan 1 Menteri Negara, ditambah 2 Ketua lembaga tinggi Negara, 1 Sekretaris Negara, dan 1 Jurubicara Negara

HUBUNGAN PERKEMBANGAN PAHAM-PAHAM BESAR; DEMOKRASI, LIBERALISME, SOSIALISME, NASIONALISME, PAN-ISLAMISME DENGAN GERAKAN NASIONALISME DI ASIA-AFRIKA

  PERKEMBANGAN PAHAM DEMOKRASI, LIBERALISME, SOSIALISME, NASIONALISME, DAN PAN ISLAMISME ·          Demokrasi Istilah “ demokrasi” beras...