Berdasarkan temuan
artefak peninggalan masa Praaksara di Indonesia, perkembangan aspek-aspek
kehidupan masa Paaksara dapat ditelusuri untuk diungkap. Berikut ini
perkembangan kehidupan manusia Praaksara di Indonesia dilihat dari perkembangan
kehidupan kepercayaan, sosial, budaya, ekonomi, dan perkembangan teknologinya.
1.
Kehidupan di Bidang Kepercayaan
Sistem kepercayaan pada
masa Praaksara berkembang dalam berbagai periode zaman. Pada masa itu
masyarakat sudah mengenal sistem kepercayaan dan penguburan mayat. Hal itu
ditandai dengan ditemukannya lukisan-lukisan di dinding-dinding gua,
bangunan-bangunan megalitik, dan bekal kubur. Di Asia Timur termasuk di
Indonesia, pada Zaman Batu Tua (Paleolitikum) belum ditemukan bukti-bukti
adanya kepercayaan dan penguburan mayat. Sistem kepercayaan pada masa Prakasara
di Indonesia diperkirakan baru dikenal pada masa Mesolitikum atau Zaman Batu
Madya. Perkembangan kehidupan manusia praaksara di Indonesia di bidang
kepercayaan adalah sebagai berikut.
a.
Kepercayaan Masa Mesolitikum (Zaman
Batu Madya)
Masyarakat pada masa
Mesolitikum di Indonesia sudah mengenal kepercayaan dan penguburan mayat.
Ditemukannya lukisan-lukisan atau gambar-gambar manusia, kadal, dan perahu di
dinding-dinding gua di Pulau Seram dan Papua merupakan contohcontoh hasil
peninggalan pada masa itu. Lukisan manusia tersebut merupakan gambar nenek
moyang yang dianggap memiliki kekuatan magis sebagai penolak roh jahat. Sedang
gambar kadal dianggap sebagai penjelmaan nenek moyang atau kepala suku yang
memiliki kekuatan magis. Pemujaan terhadap hewan yang dianggap memiliki
kekuatan magis disebut dengan totemisme. Gambargambar perahu dimaksudkan
sebagai perahu bagi roh nenek moyang dalam perjalanannya ke alam baka.
Adanya kepercayaan yang
digambarkan dalam lukisan-lukisan di dinding gua tersebut menandakan bahwa
masyarakat praaksara atau masyarakat purba sudah mengenal pemikiran tentang
kehidupan sesudah mati. Mereka percaya bahwa roh seseorang yang telah meninggal
itu tidak lenyap. Roh akan pergi menuju kehidupan alam yang berbeda dengan alam
manusia. Selain itu, ditemukannya bukti-bukti penguburan di Gua Lawa (Sampung)
dan di Kjokkenmodinger membuktikan bahwa pada masa Mesolitikum sudah ada
upacara penguburan untuk menghormati nenek moyang yang telah meninggal.
Dalam upacara penguburan
tersebut, mayat atau jenazah dibekali denganbermacam - macam keperluan
sehari-hari, seperti kapak-kapak yang indah dan perhiasan. Ada juga untuk mayat yang ditaburi cat merah dalam
suatu upacara penguburan dengan maksud untuk memberikan kehidupan baru di alam
baka. Upacara kamatian pada masa Mesolitikum merupakan perwujudan dari rasa
bakti dan hormat seseorang terhadap leluhur yang meninggal.
b.
Kepercayaan Masa Neolitikum (Zaman
Batu Muda)
Pada masa Neolitikum
(Zaman Batu Muda), pemujaan terhadap arwah atau roh nenek moyang mendapat
tempat yang penting. Mereka percaya bahwa ada kehidupan lain bagi seseorang
yang sudah meninggal. Untuk itu diadakan upacara-upacara bagi seseorang,
terutama kepala suku yang meninggal. Penguburan dilaksanakan di tempat yang
dianggap sebagai asal usul anggota masyarakat atau tempat yang dianggap sebagai
tempat tinggal nenek moyang.
Mayat yang dikubur
disertai dengan bekal-bekal kubur, seperti: perhiasan, kapak yang indah, dan periuk.
Sebagai puncak dari upacara penguburan tersebut didirikanlah bangunan-bangunan
dari batu-batu besar (bangunan Megalitik). Pemujaan terhadap arwah nenek moyang
tersebut diharapkan dapat memberikan kesejahteraan bagi yang masih hidup,
memberikan kesuburan tanah untuk bercocok tanam, dan berkembangnya hewan-hewan
ternak mereka. Masyarakat Zaman Neolitikum mempercayai adanya kekuatan “di
luar” kekuatan manusia. Kepercayaan mereka dikenal dengan sebutan animism dan
Dinamisme.
c.
Kepercayaan Masa Megalitikum
Sistem kepercayaan
masyarakat pada masa Megalitikum sangat berkaitan erat dengan sistem
kebudayaannya yang menghasilkan bangunan-bangunan monumental yang terbuat dari
batu-batu besar dan masif. Bangunan Megalitik ini dipergunakan sebagai sarana
penghormatan dan pemujaan terhadap arwah nenek moyang. Penemuan bangunan
Megalitik tersebar hampir di seluruh Kepulauan Nusantara. Bahkan sampai
sekarang pun masih ditemukan tradisi Megalitikum, seperti: di Pulau Nias,
Sumba, Flores, dan Toraja.
Adapun hasil-hasil
terpenting dari Kebudayaan Megalitikum antara lain, Menhir, Pundek Berundak,
Dolmen, Kubur peti batu, Sarkofagus, Waruga, Arca Megalitik, dan Bangunan
tempat pemujaan. Pada masa Megalitikum di Indonesia ini, kepercayaan animisme
atau kepercayaan memuja roh nenek moyang semakin berkembang, Demikian pula
dengan kepercayaan dinamisme atau kepercayaan yang memuja benda-benda tertentu
yang memiliki kekuatan
d.
Kepercayaan Masa Logam atau
Perundagian
Pada masa Logam, sistem
kepercayaan animisme dan dinamisme masih tetap dianut dan makin berkembang.
Masyarakatnya masih mempercayai adanya kekuatan roh nenek movang dan kekuatan
animisme serta dinamisme. Mereka meyakini adanya suatu roh atau jiwa yang
melekat pada benda-benda benda hidup maupun mati. Benda-benda yang memiliki
jiwa atau rah itu bisa berupa hewan, tumbuhan, batuan, gunung, dan sungai,
Menurut kepercayaannya, roh atau jiwa itu terdapat di sekeliling manusia dan
juga menjadi roh pelindung, baik di rumah, desa, ladang, dan hutan.
Keberhasilan segala usaha dianggap tergantung pada kekuatan supranatural. Oleh
karena itu, setiap usaha harus dimulai dengan upacara khusus untuk mendapatkan
restu dari nenek moyang. Golongan pemuka agama memiliki kedudukan yang penting
dalam masyarakat, karena merekalah orang yang menghubungkan antara dunia dengan
kekuaran gaib.
Praktik kepercayaan yang
dilakukan masyarakat pada masa Logam masih berupa pemujaan terhadap leluhur.
Hal yang membedakannya dengan masa sebelumnya adalah alat yang digunakan untuk
praktik kepercayaan. Pada masa Logam atau Perundagian, benda-benda yang
digunakan untuk praktik kepercayaan biasanya terbuat dari bahan perunggu.
Sistem kepercayaan yang dilakukan oleh manusia pada Zaman Logam masih
memelihara hubungan dengan orang yang meninggal.
Pada masa tersebut,
praktik penguburan menunjukkan lapisan sosial antara orang yang terpandang
dengan rakyat biasa. Kuburan orang terpandang dibekali dengan barang-barang
yang mewah dari logam dan upacara yang dilakukan dengan cara diarak oleh orang
banyak. Sebaliknya, apabila yang meninggal orang biasa, upacaranya sederhana
dan kuburan mereka tanpa dibekali dengan barang-barang mewah dari logam.
Tabel Kehidupan
Kepercayaan Manusia Indonesia pada Masa Praaksara
Masa
Paleolitikum |
Masa
Mesolitikum |
Masa
Neolitikum |
Masa
Megalitikum |
Masa
Logam (Perundagian) |
Manusia
belum mengenal Kepercayaan |
Manusia
telah mengenal Kepercayaan terhadap roh |
Manusia
juga mengenal animisme dan dinamisme |
Kepercayaan
berkaitan erat dengan kebudayaan batu – batu besar |
Pemujaan
terhadap roh leluhur berkembang dengan sarana benda-benda dari logam dalam
prakrik kepercayaan |
2.
Perkembangan Kehidupan Sosial
a. Zaman
Paleolitikum
Kehidupan Sosial Selama
ratusan ribu tahun sejak zaman batu tua (paleolitikun) sampai zaman batu madya
atau tengah (mesolitikum), masyarakat pra-aksara Nusantara hidup sebagai
masyarakat nomaden. Mereka berpindah dari satu tempat ke tempat lain untuk
berburu dan mencari makanan. Mereka berjalan berpuluh-puluh atau beratus-ratus
kilometer selama hidupnya. Ketika di suatu tempat mereka menemukan banyak bahan
makanan serta binatang buruan, mereka tinggal untuk sementara dalam
kelompok-kelompok kecil. Pada saat makanan mereka habis serta binatang buruan
tidak ditemukan lagi, mereka akan pindah lagi dan mencari tempat lain untuk
memenuhi kebutuhan makanan. Tradisi seperti itu terus dilakukan dari generasi
ke generasi. Dengan demikian, tidak ada perubahan yang berarti dalam cara hidup
mereka yang disebut tradisi food gathering selama berabad-abad lamanya.
b. Zaman
Batu Muda (Neolitikum)
Perubahan besar dalam
bidang sosial terjadi pada Zaman Batu Muda (Neolitikum). Perubahan tersebut
dikenal dengan nama Revolusi Neolitik, yaitu perubahan dari mengumpulkan
makanan (food gathering) menjadi menghasilkan makanan (food producing), dan
dari kehidupan berpindah-pindah (nomaden) menjadi kehidupan menetap. Mereka
menghasilkan makanan dengan cara bercocok tanam dan beternak.
Jenis-jenis tanaman yang
mereka tanam pada mulanya, yaitu umbi-umbian, sukun, pisang, durian, rambutan,
duku, kelapa, dan sagu. Selanjutnya, mereka mengenal tanaman padi-padian
(jewawut). Hewan yang pada mulanya mereka jinakkan, yaitu: anjing, ayam,
kerbau, dan babi. Sementara itu, kegiatan berburu dan menangkap ikan masih
mereka lakukan pada waktu-waktu senggang.
Kehidupan bercocok tanam
dan menetap memberikan banyak waktu luang bagi manusia pendukungnya. Waktu
luang ini mereka gunakan untuk berkarya meningkatkan hasil budayanya, seperti:
membuat rakit dan perahu, membuat kerajinan, membuat anyam-anyaman, dan
gerabah. Mereka juga sudah membuat pakaian, terbukti dengan ditemukannya alat
pemukul kulit kayu. Bahkan, mereka sudah membuat gelang, kalung, dan
manik-manik dari batu indah, seperti: agat, kaseldon, dan jaspis sebagai
perhiasan.
Manusia pada Zaman Batu
Muda cenderung bertempat tinggal di dekat sumber air, seperti: dekat sungai,
tepian danau, dan pesisir. Tempat tinggal mereka pada dasarnya berupa rumah
sederhana dengan atap dari daun-daunan. Rumah seperti ini sampai sekarang masih
dijumpai di Timor, Kalimantan Barat, Andaman, dan Nikobar. Kemudian berkembang
bentuk rumah-rumah besar yang dibangun di atas tiang. Rumah ini dapat menampung
beberapa keluarga.
c. Kehidupan
Sosial pada Zaman Logam (Zaman Perunggu)
Pada
Zaman Logam manusia di Indonesia hidup atau tinggal menerap di desa-desa di
daerah pegunungan, dataran rendah, dan tepi pantai. Mereka hidup dalam
perkampungan - perkampungan yang makin teratur dan terpimpin. Bukti-bukti sisa
tempat kediaman mereka ditemukan di Sumatra, Jawa, Sulawesi, Bali, Sumbawa,
Sumba, dan di beberapa pulau di Nusa Tenggara Timur serta Maluku. Melalui ragam
hias pada nekara-nekara perunggu dapat disimpulkan bahwa rumah orang mampu pada
Zaman Logam merupakan rumah besar bertiang dengan atap melengkung, di bawahnya
(kolong) digunakan untuk tempat ternak. Rumah semacam ini biasanya didiami oleh
beberapa keluarga
Tabel Kehidupan Sosial
Manusia Indonesia pada Masa Praaksara
Masa
Paleolitikum |
Masa
Mesolitikum |
Masa
Neolitikum |
Masa
Megalitikum |
Masa
Logam (Perundagian) |
|
|
|
|
|
3.
Perkembangan Bidang Teknologi
a.
Zaman Batu Tua (Paleolitikum)
Pada masa ini teknologi
yang digunakan masih sangat sederhana. Perkakas atau peralatan hidup manusia
pendukungnya masih terbuat dari batu. Walaupun demikian, ada juga alat-alat
tertentu yang terbuat dari tulang. Pada Zaman Batu Tua (Paleolitikum), dat-alat
batu yang digunakan masih sangat kasar sebab teknik pembuatannya masih sangat
sederhana.
Alat-alat batu ini dibuat
dengan cara membenturkan antara batu yang satu dengan batu yang lainnya. Ada
pula alat yang dipangkas dengan rapi sebelum dipergunakan. Alat-alat batu dari
Pacitan ini berupa kapak genggam, yaitu kapak tak bertangkai yang digunakan
dengan cara menggenggam, kapak perimbas, kapak penetak, pahat genggam dan yang
paling banyak berupa alat-alat kecil yang disebut alat serpih (flakes), Alat -
alat dari tulang dan tanduk.
b.
Zaman Batu Madya (Mesolitikum)
Alat-alat batu yang
digunakan dari Zaman Baru Tua masih terus digunakan dan dikembangkan. Alat-alat
ini juga mendapat pengaruh dari Asia Daratan sehingga memunculkan corak
tersendiri. Demikian pula, alat-alat tulang dan flakes, yang berasal dari Zaman
Batu Tua masih memegang peranan penting pada Zaman Batu Madya. Manusia pada
zaman ini juga telah membuat gerabah. Gerabah adalah benda pecah belah yang
dibuat dari tanah liat yang dibakar.
c.
Zaman Batu Muda (Neolitikum)
Kemahiran membuat alat
-alat dari batu sudah menunjukkan teknik yang sangat tinggi. Pembuatan
alat-alat dari batu ini dilakukan dengan cara mengupam (mengasah). Tradisi mengupam
alat-alat batu telah dikenal luas di kalangan penduduk kepulauan Indonesia.
Alat-alat yang pada umumnya diasah (diupam) adalah beliung dan kapak batu, dan
juga dilakukan pada mata panah dan mata tombak.
Selain itu, pada masa
bercocok tanam ini perhiasan-perhiasan berupa gelang dari batu dan kulit kerang
telah dikenal juga. Gelang-gelang dalam jumlah besar banyak di temukan di pulau
Jawa. Ada pula sebagian yang belum selesai pengerjaannya. Dari geleng-gelang
yang belum selesai dikerjakan tersebut dapat diketahui teknik-teknik
pembuatannya. Pertama, batu dipukul-pukul sampai diperoleh bentuk bulat gepeng.
Kemudian kedua sisi yang rata dicekungkan dengan cara dipukul-pukul, sampai
kedua cekungan itu bertemu dan membentuk lubang. Selanjutnya gelang-gelang itu
digosok dan diasah sampai diperoleh bentuk yang diinginkan. Teknik lain untuk
membuat lubang itu adalah dengan cara digurdi. Batu bulat gepeng digurdi dari
kedua sisinya yang rata dengan sebuah gurdi dari bambu. Gurdi dan sebilah bambu
yang lain diputar di atas permukaan batu setelah diberi air dan pasir. Selain
itu juga ditemukan Pemukul kulit kayu untuk membuat pakaian.
d.
Zaman Logam atau Perunggu
Penggunaan logam tidak
secara serta merta dipergunakan di seluruh wilayah Indonesia, melainkan secara
bertahap. Sementara itu beliung dan kapak batu masih dipergunakan. Setelah
keahlian tentang teknik pembuatan alat-alat logam dikenal secara luas, maka
berangsur-angsur alat-alat dari batu ditinggalkan. Sementara itu penggunaan
gerabah sebagai wadah masih tetap dipertahankan bahkan terus dikembangkan.
Kemajuan teknologi pembuatan logam memengaruhi cara berpikir manusia
pendukungnya dan secara ekonomis mereka menjadi lebih makmur.
Pembuatan alat-alat dari
logam tersebut dikerjakan oleh orang-orang yang mempunyai keahlian khusus yang
disebut undagi atau tukang. Teknik pembuatan benda perunggu ada dua macam,
yaitu dengan cetak setangkup (bivalve) dan cetak lilin (a cire perdue).
Di samping tradisi
pembuatan alat-alat perunggu, manusia pada periode ini juga sudah mampu melebur
bijih-bijih besi dalam bentuk alat-alat yang sesuai dengan keinginan dan
kegunaannya. Benda-benda besi yang banyak ditemukan di Indonesia antara lain
berupa mata kapak, berbagai jenis pisau dalam berbagai ukuran, mata sabit yang
berbentuk melingkar, tajak, mata tombak, dan gelang-gelang besi. Logam emas pun
telah dimanfaatkan untuk membuat perhiasan dan benda-benda persembahan kubur. Pada
masa Perundagian ini, pembuatan gerabah juga berkembang pesat baik bentuk,
teknik, maupun ragam hiasnya. Pada masa ini sudah dikenal teknik pembuatan
gerabah dengan menggunakan roda putar pada landsannya. Pada masa ini
diperkirakan bahwa pembuatan gerabah dipengaruhi tradisi gerabah Sa-huynh.
Tabel Kehidupan Teknologi
Manusia Indonesia pada Masa Praaksara
Masa
Paleolitikum |
Masa
Mesolitikum |
Masa
Neolitikum |
Masa
Megalitikum |
Masa
Logam (Perundagian) |
|
|
|
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar