Sabtu, 24 Oktober 2020

Kehidupan Masa Pra Aksara Bangsa Indonesia

 

Berdasarkan temuan artefak peninggalan masa Praaksara di Indonesia, perkembangan aspek-aspek kehidupan masa Paaksara dapat ditelusuri untuk diungkap. Berikut ini perkembangan kehidupan manusia Praaksara di Indonesia dilihat dari perkembangan kehidupan kepercayaan, sosial, budaya, ekonomi, dan perkembangan teknologinya.

1.        Kehidupan di Bidang Kepercayaan

Sistem kepercayaan pada masa Praaksara berkembang dalam berbagai periode zaman. Pada masa itu masyarakat sudah mengenal sistem kepercayaan dan penguburan mayat. Hal itu ditandai dengan ditemukannya lukisan-lukisan di dinding-dinding gua, bangunan-bangunan megalitik, dan bekal kubur. Di Asia Timur termasuk di Indonesia, pada Zaman Batu Tua (Paleolitikum) belum ditemukan bukti-bukti adanya kepercayaan dan penguburan mayat. Sistem kepercayaan pada masa Prakasara di Indonesia diperkirakan baru dikenal pada masa Mesolitikum atau Zaman Batu Madya. Perkembangan kehidupan manusia praaksara di Indonesia di bidang kepercayaan adalah sebagai berikut.

a.         Kepercayaan Masa Mesolitikum (Zaman Batu Madya)

Masyarakat pada masa Mesolitikum di Indonesia sudah mengenal kepercayaan dan penguburan mayat. Ditemukannya lukisan-lukisan atau gambar-gambar manusia, kadal, dan perahu di dinding-dinding gua di Pulau Seram dan Papua merupakan contohcontoh hasil peninggalan pada masa itu. Lukisan manusia tersebut merupakan gambar nenek moyang yang dianggap memiliki kekuatan magis sebagai penolak roh jahat. Sedang gambar kadal dianggap sebagai penjelmaan nenek moyang atau kepala suku yang memiliki kekuatan magis. Pemujaan terhadap hewan yang dianggap memiliki kekuatan magis disebut dengan totemisme. Gambargambar perahu dimaksudkan sebagai perahu bagi roh nenek moyang dalam perjalanannya ke alam baka.

Adanya kepercayaan yang digambarkan dalam lukisan-lukisan di dinding gua tersebut menandakan bahwa masyarakat praaksara atau masyarakat purba sudah mengenal pemikiran tentang kehidupan sesudah mati. Mereka percaya bahwa roh seseorang yang telah meninggal itu tidak lenyap. Roh akan pergi menuju kehidupan alam yang berbeda dengan alam manusia. Selain itu, ditemukannya bukti-bukti penguburan di Gua Lawa (Sampung) dan di Kjokkenmodinger membuktikan bahwa pada masa Mesolitikum sudah ada upacara penguburan untuk menghormati nenek moyang yang telah meninggal.

Dalam upacara penguburan tersebut, mayat atau jenazah dibekali denganbermacam - macam keperluan sehari-hari, seperti kapak-kapak yang indah dan perhiasan. Ada juga  untuk mayat yang ditaburi cat merah dalam suatu upacara penguburan dengan maksud untuk memberikan kehidupan baru di alam baka. Upacara kamatian pada masa Mesolitikum merupakan perwujudan dari rasa bakti dan hormat seseorang terhadap leluhur yang meninggal.

b.        Kepercayaan Masa Neolitikum (Zaman Batu Muda)

Pada masa Neolitikum (Zaman Batu Muda), pemujaan terhadap arwah atau roh nenek moyang mendapat tempat yang penting. Mereka percaya bahwa ada kehidupan lain bagi seseorang yang sudah meninggal. Untuk itu diadakan upacara-upacara bagi seseorang, terutama kepala suku yang meninggal. Penguburan dilaksanakan di tempat yang dianggap sebagai asal usul anggota masyarakat atau tempat yang dianggap sebagai tempat tinggal nenek moyang.

Mayat yang dikubur disertai dengan bekal-bekal kubur, seperti: perhiasan, kapak yang indah, dan periuk. Sebagai puncak dari upacara penguburan tersebut didirikanlah bangunan-bangunan dari batu-batu besar (bangunan Megalitik). Pemujaan terhadap arwah nenek moyang tersebut diharapkan dapat memberikan kesejahteraan bagi yang masih hidup, memberikan kesuburan tanah untuk bercocok tanam, dan berkembangnya hewan-hewan ternak mereka. Masyarakat Zaman Neolitikum mempercayai adanya kekuatan “di luar” kekuatan manusia. Kepercayaan mereka dikenal dengan sebutan animism dan Dinamisme.

c.         Kepercayaan Masa Megalitikum

Sistem kepercayaan masyarakat pada masa Megalitikum sangat berkaitan erat dengan sistem kebudayaannya yang menghasilkan bangunan-bangunan monumental yang terbuat dari batu-batu besar dan masif. Bangunan Megalitik ini dipergunakan sebagai sarana penghormatan dan pemujaan terhadap arwah nenek moyang. Penemuan bangunan Megalitik tersebar hampir di seluruh Kepulauan Nusantara. Bahkan sampai sekarang pun masih ditemukan tradisi Megalitikum, seperti: di Pulau Nias, Sumba, Flores, dan Toraja.

Adapun hasil-hasil terpenting dari Kebudayaan Megalitikum antara lain, Menhir, Pundek Berundak, Dolmen, Kubur peti batu, Sarkofagus, Waruga, Arca Megalitik, dan Bangunan tempat pemujaan. Pada masa Megalitikum di Indonesia ini, kepercayaan animisme atau kepercayaan memuja roh nenek moyang semakin berkembang, Demikian pula dengan kepercayaan dinamisme atau kepercayaan yang memuja benda-benda tertentu yang memiliki kekuatan

d.        Kepercayaan Masa Logam atau Perundagian

Pada masa Logam, sistem kepercayaan animisme dan dinamisme masih tetap dianut dan makin berkembang. Masyarakatnya masih mempercayai adanya kekuatan roh nenek movang dan kekuatan animisme serta dinamisme. Mereka meyakini adanya suatu roh atau jiwa yang melekat pada benda-benda benda hidup maupun mati. Benda-benda yang memiliki jiwa atau rah itu bisa berupa hewan, tumbuhan, batuan, gunung, dan sungai, Menurut kepercayaannya, roh atau jiwa itu terdapat di sekeliling manusia dan juga menjadi roh pelindung, baik di rumah, desa, ladang, dan hutan. Keberhasilan segala usaha dianggap tergantung pada kekuatan supranatural. Oleh karena itu, setiap usaha harus dimulai dengan upacara khusus untuk mendapatkan restu dari nenek moyang. Golongan pemuka agama memiliki kedudukan yang penting dalam masyarakat, karena merekalah orang yang menghubungkan antara dunia dengan kekuaran gaib.

Praktik kepercayaan yang dilakukan masyarakat pada masa Logam masih berupa pemujaan terhadap leluhur. Hal yang membedakannya dengan masa sebelumnya adalah alat yang digunakan untuk praktik kepercayaan. Pada masa Logam atau Perundagian, benda-benda yang digunakan untuk praktik kepercayaan biasanya terbuat dari bahan perunggu. Sistem kepercayaan yang dilakukan oleh manusia pada Zaman Logam masih memelihara hubungan dengan orang yang meninggal.

Pada masa tersebut, praktik penguburan menunjukkan lapisan sosial antara orang yang terpandang dengan rakyat biasa. Kuburan orang terpandang dibekali dengan barang-barang yang mewah dari logam dan upacara yang dilakukan dengan cara diarak oleh orang banyak. Sebaliknya, apabila yang meninggal orang biasa, upacaranya sederhana dan kuburan mereka tanpa dibekali dengan barang-barang mewah dari logam.

 

Tabel Kehidupan Kepercayaan Manusia Indonesia pada Masa Praaksara

Masa Paleolitikum

Masa Mesolitikum

Masa Neolitikum

Masa Megalitikum

 

Masa Logam (Perundagian)

Manusia belum mengenal Kepercayaan

 

Manusia telah mengenal Kepercayaan terhadap roh

 

Manusia juga mengenal animisme dan dinamisme

 

Kepercayaan berkaitan erat dengan kebudayaan batu – batu besar

 

Pemujaan terhadap roh leluhur berkembang dengan sarana benda-benda dari logam dalam prakrik kepercayaan

 

 

2.        Perkembangan Kehidupan Sosial

a.      Zaman Paleolitikum

Kehidupan Sosial Selama ratusan ribu tahun sejak zaman batu tua (paleolitikun) sampai zaman batu madya atau tengah (mesolitikum), masyarakat pra-aksara Nusantara hidup sebagai masyarakat nomaden. Mereka berpindah dari satu tempat ke tempat lain untuk berburu dan mencari makanan. Mereka berjalan berpuluh-puluh atau beratus-ratus kilometer selama hidupnya. Ketika di suatu tempat mereka menemukan banyak bahan makanan serta binatang buruan, mereka tinggal untuk sementara dalam kelompok-kelompok kecil. Pada saat makanan mereka habis serta binatang buruan tidak ditemukan lagi, mereka akan pindah lagi dan mencari tempat lain untuk memenuhi kebutuhan makanan. Tradisi seperti itu terus dilakukan dari generasi ke generasi. Dengan demikian, tidak ada perubahan yang berarti dalam cara hidup mereka yang disebut tradisi food gathering selama berabad-abad lamanya.

 

b.      Zaman Batu Muda (Neolitikum)

Perubahan besar dalam bidang sosial terjadi pada Zaman Batu Muda (Neolitikum). Perubahan tersebut dikenal dengan nama Revolusi Neolitik, yaitu perubahan dari mengumpulkan makanan (food gathering) menjadi menghasilkan makanan (food producing), dan dari kehidupan berpindah-pindah (nomaden) menjadi kehidupan menetap. Mereka menghasilkan makanan dengan cara bercocok tanam dan beternak.

Jenis-jenis tanaman yang mereka tanam pada mulanya, yaitu umbi-umbian, sukun, pisang, durian, rambutan, duku, kelapa, dan sagu. Selanjutnya, mereka mengenal tanaman padi-padian (jewawut). Hewan yang pada mulanya mereka jinakkan, yaitu: anjing, ayam, kerbau, dan babi. Sementara itu, kegiatan berburu dan menangkap ikan masih mereka lakukan pada waktu-waktu senggang.

Kehidupan bercocok tanam dan menetap memberikan banyak waktu luang bagi manusia pendukungnya. Waktu luang ini mereka gunakan untuk berkarya meningkatkan hasil budayanya, seperti: membuat rakit dan perahu, membuat kerajinan, membuat anyam-anyaman, dan gerabah. Mereka juga sudah membuat pakaian, terbukti dengan ditemukannya alat pemukul kulit kayu. Bahkan, mereka sudah membuat gelang, kalung, dan manik-manik dari batu indah, seperti: agat, kaseldon, dan jaspis sebagai perhiasan.

Manusia pada Zaman Batu Muda cenderung bertempat tinggal di dekat sumber air, seperti: dekat sungai, tepian danau, dan pesisir. Tempat tinggal mereka pada dasarnya berupa rumah sederhana dengan atap dari daun-daunan. Rumah seperti ini sampai sekarang masih dijumpai di Timor, Kalimantan Barat, Andaman, dan Nikobar. Kemudian berkembang bentuk rumah-rumah besar yang dibangun di atas tiang. Rumah ini dapat menampung beberapa keluarga.

 

c.       Kehidupan Sosial pada Zaman Logam (Zaman Perunggu)

Pada Zaman Logam manusia di Indonesia hidup atau tinggal menerap di desa-desa di daerah pegunungan, dataran rendah, dan tepi pantai. Mereka hidup dalam perkampungan - perkampungan yang makin teratur dan terpimpin. Bukti-bukti sisa tempat kediaman mereka ditemukan di Sumatra, Jawa, Sulawesi, Bali, Sumbawa, Sumba, dan di beberapa pulau di Nusa Tenggara Timur serta Maluku. Melalui ragam hias pada nekara-nekara perunggu dapat disimpulkan bahwa rumah orang mampu pada Zaman Logam merupakan rumah besar bertiang dengan atap melengkung, di bawahnya (kolong) digunakan untuk tempat ternak. Rumah semacam ini biasanya didiami oleh beberapa keluarga

Tabel Kehidupan Sosial Manusia Indonesia pada Masa Praaksara

Masa Paleolitikum

Masa Mesolitikum

Masa Neolitikum

Masa Megalitikum

 

Masa Logam (Perundagian)

 

 

 

 

 

 

3.        Perkembangan Bidang Teknologi

a.         Zaman Batu Tua (Paleolitikum)

Pada masa ini teknologi yang digunakan masih sangat sederhana. Perkakas atau peralatan hidup manusia pendukungnya masih terbuat dari batu. Walaupun demikian, ada juga alat-alat tertentu yang terbuat dari tulang. Pada Zaman Batu Tua (Paleolitikum), dat-alat batu yang digunakan masih sangat kasar sebab teknik pembuatannya masih sangat sederhana.

Alat-alat batu ini dibuat dengan cara membenturkan antara batu yang satu dengan batu yang lainnya. Ada pula alat yang dipangkas dengan rapi sebelum dipergunakan. Alat-alat batu dari Pacitan ini berupa kapak genggam, yaitu kapak tak bertangkai yang digunakan dengan cara menggenggam, kapak perimbas, kapak penetak, pahat genggam dan yang paling banyak berupa alat-alat kecil yang disebut alat serpih (flakes), Alat - alat dari tulang dan tanduk.

b.        Zaman Batu Madya (Mesolitikum)

Alat-alat batu yang digunakan dari Zaman Baru Tua masih terus digunakan dan dikembangkan. Alat-alat ini juga mendapat pengaruh dari Asia Daratan sehingga memunculkan corak tersendiri. Demikian pula, alat-alat tulang dan flakes, yang berasal dari Zaman Batu Tua masih memegang peranan penting pada Zaman Batu Madya. Manusia pada zaman ini juga telah membuat gerabah. Gerabah adalah benda pecah belah yang dibuat dari tanah liat yang dibakar.

c.         Zaman Batu Muda (Neolitikum)

Kemahiran membuat alat -alat dari batu sudah menunjukkan teknik yang sangat tinggi. Pembuatan alat-alat dari batu ini dilakukan dengan cara mengupam (mengasah). Tradisi mengupam alat-alat batu telah dikenal luas di kalangan penduduk kepulauan Indonesia. Alat-alat yang pada umumnya diasah (diupam) adalah beliung dan kapak batu, dan juga dilakukan pada mata panah dan mata tombak.

Selain itu, pada masa bercocok tanam ini perhiasan-perhiasan berupa gelang dari batu dan kulit kerang telah dikenal juga. Gelang-gelang dalam jumlah besar banyak di temukan di pulau Jawa. Ada pula sebagian yang belum selesai pengerjaannya. Dari geleng-gelang yang belum selesai dikerjakan tersebut dapat diketahui teknik-teknik pembuatannya. Pertama, batu dipukul-pukul sampai diperoleh bentuk bulat gepeng. Kemudian kedua sisi yang rata dicekungkan dengan cara dipukul-pukul, sampai kedua cekungan itu bertemu dan membentuk lubang. Selanjutnya gelang-gelang itu digosok dan diasah sampai diperoleh bentuk yang diinginkan. Teknik lain untuk membuat lubang itu adalah dengan cara digurdi. Batu bulat gepeng digurdi dari kedua sisinya yang rata dengan sebuah gurdi dari bambu. Gurdi dan sebilah bambu yang lain diputar di atas permukaan batu setelah diberi air dan pasir. Selain itu juga ditemukan Pemukul kulit kayu untuk membuat pakaian.

d.        Zaman Logam atau Perunggu

Penggunaan logam tidak secara serta merta dipergunakan di seluruh wilayah Indonesia, melainkan secara bertahap. Sementara itu beliung dan kapak batu masih dipergunakan. Setelah keahlian tentang teknik pembuatan alat-alat logam dikenal secara luas, maka berangsur-angsur alat-alat dari batu ditinggalkan. Sementara itu penggunaan gerabah sebagai wadah masih tetap dipertahankan bahkan terus dikembangkan. Kemajuan teknologi pembuatan logam memengaruhi cara berpikir manusia pendukungnya dan secara ekonomis mereka menjadi lebih makmur.

Pembuatan alat-alat dari logam tersebut dikerjakan oleh orang-orang yang mempunyai keahlian khusus yang disebut undagi atau tukang. Teknik pembuatan benda perunggu ada dua macam, yaitu dengan cetak setangkup (bivalve) dan cetak lilin (a cire perdue).

Di samping tradisi pembuatan alat-alat perunggu, manusia pada periode ini juga sudah mampu melebur bijih-bijih besi dalam bentuk alat-alat yang sesuai dengan keinginan dan kegunaannya. Benda-benda besi yang banyak ditemukan di Indonesia antara lain berupa mata kapak, berbagai jenis pisau dalam berbagai ukuran, mata sabit yang berbentuk melingkar, tajak, mata tombak, dan gelang-gelang besi. Logam emas pun telah dimanfaatkan untuk membuat perhiasan dan benda-benda persembahan kubur. Pada masa Perundagian ini, pembuatan gerabah juga berkembang pesat baik bentuk, teknik, maupun ragam hiasnya. Pada masa ini sudah dikenal teknik pembuatan gerabah dengan menggunakan roda putar pada landsannya. Pada masa ini diperkirakan bahwa pembuatan gerabah dipengaruhi tradisi gerabah Sa-huynh.

 

Tabel Kehidupan Teknologi Manusia Indonesia pada Masa Praaksara

Masa Paleolitikum

Masa Mesolitikum

Masa Neolitikum

Masa Megalitikum

 

Masa Logam (Perundagian)

 

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HUBUNGAN PERKEMBANGAN PAHAM-PAHAM BESAR; DEMOKRASI, LIBERALISME, SOSIALISME, NASIONALISME, PAN-ISLAMISME DENGAN GERAKAN NASIONALISME DI ASIA-AFRIKA

  PERKEMBANGAN PAHAM DEMOKRASI, LIBERALISME, SOSIALISME, NASIONALISME, DAN PAN ISLAMISME ·          Demokrasi Istilah “ demokrasi” beras...