Revolusi
Indonesia
A. Pemikiran-Pemikiran
yang Melandasi Revolusi Indonesia
1. Nasionalisme
Nasionalisme
lahir dan berkembang di Indonesia didorong oleh berbagai faktor baik faktor
internal maupun eksternal. Faktor internal pendorong lahirnya nasionalisme di
Indonesia antara lain:
· Adanya kenangan kejayaan masa lampau di
masa kerajaan Sriwijaya, Majapahit, Demak, Mataram Islam yang menjadi sumber
inspirasi untuk mencapai kemajuan, kemegahan, dan kemakmuran yang sama
·
Penderitaan dan kesengsaraan akibat
kolonialisme dan imperalisme asing
· Munculnya golongan terpelajar yang
berfikir kritis dan berani menentang kekuasaan para penjajah
Faktor
eksternal pendorong lahirnya nasionalisme di Indonesia antara lain:
· Kemenangan perang Jepang terhadap Rusia
(1905) telah memberikan semangat dan kepercayaan diri bangsa Indonesia untuk
berani menentang kekejaman penjajah asing
· Pergerakan kebangsaan India, Philipina,
Cina, Turki, nasionalisme Mesir telah menginspirasi bangsa Indonesia untuk
bangkit melawan penjajah
· Masuknya paham-paman liberalisme, demokrasi, nasionalisme, Pan-IslamismeRasa kebangsaan (nasionalisme) ini telah menyatukan bangsa Indonesia untuk bersama-sama berjuang merebut kemerdekaan demi tanah air yang sama.\
Bangkitnya semangat nasionalisme di Indonesia ditandai dengan tumbuhnya Pergerakan-Pergerakan Nasional, baik yang bersifat politik maupun social keagamaan. Pergerakan nasional yang tumbuh seperti Budi Utomo, Indische Partij, Sarekat Islam, Partai Nasional Indonesia, Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, Kayu Tanam, Taman Siswa, dan lain -lain. Rasa kebangsaan itu juga telah disepakati di dalam kongres sumpah pemuda yang melahirkan komitmen bersama seluruh pemuda Indonesia dalam ‘Sumpah Pemuda’ tanggal 28 Oktober 1928.
2. Demokrasi
Dominasi
dan otoriter pemerintah penjajahan di Indonesia mendorong orang[1]orang
Indonesia untuk dapat bersuara, berpendapat, menyerukan ide-ide dan fikiran
untuk kemajuan bangsanya. Di dalam pemerintahan Belanda telah ada sebuah
lembaga semacam Dewan Perwakilan Rakyat (Volksraad) yang berdiri tahun 1918.
Sejatinya
DPR buatan Belanda itu berisi perwakilan-perwakilan dari seluruh rakyat
Indonesia, namun keanggotaan Volksraad didasarkan atas penunjukan oleh Gubernur
Jenderal bukan atas pilihan rakyat. keanggotan Volksraad didominasi oleh bangsa
Eropa terutama Belanda.
Volksraad
didirikan bukan sebagai parlemen perwakilan rakyat melainkan hanya sebagai
penasehat Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Para tokoh politik terus berjuang
agar ada perwakilan dari rakyat Indonesia yang duduk dalam dewan Volksraad yang
mensuarakan kehendak rakyat.Pembukaan Volksraad oleh gubernur-jendral Van
Limburg Stirum tanggal 18 Mei 1918.
B. Jalannya
Revolusi
1. Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945
Transisi
dari menyerahnya Jepang dalam Perang Dunia II dan belum datangnya Sekutu ke
Indonesia merupakan keadaan Vacum of Power (kekosongan kekusasaan) di
Indonesia. Jepang berkewajiban untuk menjaga status quo (tidak adanya perubahan
politik apapun) di Indonesia. Di tengah keadaan itu, pemuda Indonesia bersama
para tokoh politik bangsa mengambil keputusan untuk segera memproklamasikan
Kemerdekaan Indonesia.
Pada
tanggal 17 Agustus 1945, Proklamasi kemerdekaan dikumandangkan di Jakarta
disaksikan oleh para tokoh politik, para pemuda, dan rakyat. Berita proklamasi
itu kemudian disebarluarkan ke seluruh penjuru tanah air melalui siaran-siaran
radio, spanduk, selebaran, coretan-coretan di dinding, penyampaian secara
lisan, dan media lainnya.
Peristiwa
sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945. (1) Bom Atom dii Hirosima dan Nagasaki; (2)
Naskah Teks Proklamasi yang diketik oleh Sayuti Melik; (3) Ir. Soekarno tengah
membaca teks Proklamasi kemerdekaan Indonesia, pada hari Jumat sekitar jam 10
pagi di Jl Pegangsaan Timur 56 Jakarta; (4) Pengibaran bendera Merah Putih;
(5). Coretan-coretan di dinding-dinding tembok bertema proklamasi kemerdekaan
yang dilakukan oleh para pemuda pejuang 1945.
2. Perjuangan
Bersenjata
Bulan
September 1945, pasukan sekutu di bawah pimpinan Inggris (Chritison) memasuki
Indonesia untuk wiayah Jawa dan Sumatera. Untuk wilayah Indonesia Timur
diduduki tentara Australia. Mereka mengemban tugas; melucuti tentara Jepang,
membebaskan tawanan perang, dan pengembalian pemerintahan sipil. Masuknya
tentara sekutu ini membawa pula NICA.
Kemunculan
tentara sekutu dan Belanda ini menimbulkan ketegangan dan pertempuran di
wilayah-wilayah yang disinggahinya. Seperti pertempuran di Surabaya (10 - 28
November 1945), pertempuran di Ambarawa(20 November - 15 Desember 1945),
Bandung Lautan Api (29 November 1945 - 24 Maret 1946), pertempuran Medan Area
(18 Oktober 1945-15 Februari 1947), Agresi Militer Belanda I (21 Juli - 5
Agustus 1947), Agresi Militer Belanda II (19 Desember 1948 - Juli 1949),
Serangan Umum 1 Maret 1949 di Jogjakarta, pertempuran di Bali, Manado,
Palembang, dan daerah-daerah lainnya.
Jadi
di awal perjuangan mempertahankan kemerdekaannya, rakyat Indonesia harus
berhadapan dan bertempur menghadapi tentara Jepang dan tentara Sekutu dan Belanda.
Pertempuran
Surabaya merupakan pertempuran tentara dan milisi pro[1]kemerdekaan Indonesia
dan tentara Britania Raya dan India Britania. Puncaknya terjadi pada tanggal 10
November 1945. Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia dengan
pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan satu pertempuran
terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi
simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme. Sikap
Heroisme, dahsyatnya pertempuran, dan jumlah pahlawan yang gugur telah
menjadikan pertempuran 10 November di Surabaya ini diperingati sebagai Hari
Pahlawan di Indonesia.
3. Perjuangan
Diplomatik
Pertempuran
yang terus menerus terjadi antara pihak pemuda Indonesia dan Sekutu-NICA
menjadi perhatian dunia internasional. Atas prakarsa Inggris, Belanda dan RI
mengadakan perundingan. Belanda mengingjnkan Indomesia menjadi negara
persemakmuran Belanda melalui masa peralihan 10 tahun. Namun Indoneisa
menginginkan sebuah negara yang berdaulat penuh atas wilayah bekas jajahan
Belanda. Usulan pihak RI ini ditolak Belanda. Untuk menyelesaikan keteangan
Indonesia -Belanda ini, pada tanggal 14 Oktober 1946 diadakan perundingan di
Linggarjati. Pihak Indonesia dipimpin Sutan Syahrir, pihak Belanda oleh Wim
Schermerhorn dan H.J Van Mook. Ingris diwakili oleh Lord Killerm sebagai
penengah.
Setelah
perjanjian Linggarjati, Belanda kembali menggempur RI melalui Agresi Militer
Belanda I (21 Juli - 5 Agustus 1947). Dalam pertempuran ini Belanda berhasil
menguasai Jakarta, Sumatera, Jawa Barat, Madura, dan Jawa Timur. RI kemudian
memindahkan pusat pemerintahannya ke Yogyakarta. Dunia internasional mengutuk
tindakan Belanda ini. Australia, India, Uni Soviet, dan Amerika Serikat
mendukung Indonesia.
PBB
kemudian membentuk Komisi Tina Negara (KTN) untuk memediasi sengketa Indonesia-Belanda.
PBB mengeluarkan resolusi gencatan senjata. Pada tanggal 17 Januari 1948,
berlangsung perundingan di atas kapal Perang Amerika Serikat, Renville.
Pada
tanggal 19 Desember 1948 - Juli 1949, Belanda kembali menyerang pihak RI
melalui Agresi Militer Belanda II. Dalam agresi II ini, Belanda berhasil
menguasai ibu kota RI di Yogyakarta. Akibat serangan ini, pihak internasional
melakukan tekanan kepada Belanda. Amerika Serikat bahkan mengancam akan
menghentikan bantuan Marshall Plan kepada Belanda. Pada tanggal 28 Januari 1949
Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusinya. Salah satu isinya adalah mengubah
KTN menjadi Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Indonesia (United Nation
Commission for Indonesia-UNCI). Tugasnya adalah untuk membantu kelancaran perundingan,
mengurus pengembalian kekuasaan RI, mengamati pemilihan umum, dan berhak
mengajukan usul untuk menyelesaikan konflik Pada tanggal 7 Mei 1949
disepakatilah Perjanjian Room-Royen.
Untuk
mempersiapkan diri mengahadapi Konferensi Meja Bundar (KMB), Indonesia
melaksankaan Konferensi Inter-Indonesia (KII). Konferensi ini dilakukan antara
RI dengan Organisasi Negara-Negara Bagian (BFO).KII berlangsung dua kali.
Konferensi pertama pada tanggal 19 - 22 Juli 1949 diadakah di Yogyakarta
dipimpin oleh Moh, Hatta dan Komferensi kedua pada tanggal 30 Juli - 2 Agsutus
1949 di Jakarta dipimpin oleh Sultan Hamid II.
Menindaklanjuti
perundingan RooM-Roijen, maka pada tanggal 23 Agustus dimulailah Konferensi
Meja Bundar (KMB). Perundingan berakhir pada tanggal 2 November 1949 dengan
tercapainya kata sepakat :
·
Kerajaan Belanda mengakui kedautalan RIS
secara penuh dan tanpa syarat
·
Pelaksanaan penyerahan kedaulatan akan
dilakukan paling lambat tanggal 30 Desember 1949
· Masalah Irian Barat akan dibicarakan lagi
1 tahun setelah penyerahan kedaulatan kepada RIS
· RIS dan kerajaan Belanda terikat dala
suatu Uni Indonesia-Belanda berdasarkan keraja sam asukarela dan sederajat
· RIS mengembalikan hak milik Belanda dan
memeberikan hak konsesi dan izin baru untuk perusahaan-perusahaan Belanda
·
RIS harus membayar semua utang Belanda
yang ada sejak tahun 1942
· Kapal-kapal perang Belanda akan ditarik
dari Indonesia dan beberapa korvet akan diserahkan kepada RIS
Pada
tanggal 27 Desember 1949 dilaksanakan serah terima kedaulatan dari pemerintah
kerajaan Belanda kepada RIS. Serah terima dilaksanakan di Amsterdam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar