Rabu, 22 September 2021

Revolusi Indonesia

 

Revolusi Indonesia

A.    Pemikiran-Pemikiran yang Melandasi Revolusi Indonesia

1.      Nasionalisme

Nasionalisme lahir dan berkembang di Indonesia didorong oleh berbagai faktor baik faktor internal maupun eksternal. Faktor internal pendorong lahirnya nasionalisme di Indonesia antara lain:

·    Adanya kenangan kejayaan masa lampau di masa kerajaan Sriwijaya, Majapahit, Demak, Mataram Islam yang menjadi sumber inspirasi untuk mencapai kemajuan, kemegahan, dan kemakmuran yang sama

·         Penderitaan dan kesengsaraan akibat kolonialisme dan imperalisme asing

·    Munculnya golongan terpelajar yang berfikir kritis dan berani menentang kekuasaan para penjajah

Faktor eksternal pendorong lahirnya nasionalisme di Indonesia antara lain:

·  Kemenangan perang Jepang terhadap Rusia (1905) telah memberikan semangat dan kepercayaan diri bangsa Indonesia untuk berani menentang kekejaman penjajah asing

·      Pergerakan kebangsaan India, Philipina, Cina, Turki, nasionalisme Mesir telah menginspirasi bangsa Indonesia untuk bangkit melawan penjajah

· Masuknya paham-paman liberalisme, demokrasi, nasionalisme, Pan-IslamismeRasa kebangsaan (nasionalisme) ini telah menyatukan bangsa Indonesia untuk bersama-sama berjuang merebut kemerdekaan demi tanah air yang sama.\


Bangkitnya semangat nasionalisme di Indonesia ditandai dengan tumbuhnya Pergerakan-Pergerakan Nasional, baik yang bersifat politik maupun social keagamaan. Pergerakan nasional yang tumbuh seperti Budi Utomo, Indische Partij, Sarekat Islam, Partai Nasional Indonesia, Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, Kayu Tanam, Taman Siswa, dan lain -lain. Rasa kebangsaan itu juga telah disepakati di dalam kongres sumpah pemuda yang melahirkan komitmen bersama seluruh pemuda Indonesia dalam ‘Sumpah Pemuda’ tanggal 28 Oktober 1928.

2.      Demokrasi

Dominasi dan otoriter pemerintah penjajahan di Indonesia mendorong orang[1]orang Indonesia untuk dapat bersuara, berpendapat, menyerukan ide-ide dan fikiran untuk kemajuan bangsanya. Di dalam pemerintahan Belanda telah ada sebuah lembaga semacam Dewan Perwakilan Rakyat (Volksraad) yang berdiri tahun 1918.

Sejatinya DPR buatan Belanda itu berisi perwakilan-perwakilan dari seluruh rakyat Indonesia, namun keanggotaan Volksraad didasarkan atas penunjukan oleh Gubernur Jenderal bukan atas pilihan rakyat. keanggotan Volksraad didominasi oleh bangsa Eropa terutama Belanda.

Volksraad didirikan bukan sebagai parlemen perwakilan rakyat melainkan hanya sebagai penasehat Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Para tokoh politik terus berjuang agar ada perwakilan dari rakyat Indonesia yang duduk dalam dewan Volksraad yang mensuarakan kehendak rakyat.Pembukaan Volksraad oleh gubernur-jendral Van Limburg Stirum tanggal 18 Mei 1918.


B.     Jalannya Revolusi

1.      Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945

Transisi dari menyerahnya Jepang dalam Perang Dunia II dan belum datangnya Sekutu ke Indonesia merupakan keadaan Vacum of Power (kekosongan kekusasaan) di Indonesia. Jepang berkewajiban untuk menjaga status quo (tidak adanya perubahan politik apapun) di Indonesia. Di tengah keadaan itu, pemuda Indonesia bersama para tokoh politik bangsa mengambil keputusan untuk segera memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia.

Pada tanggal 17 Agustus 1945, Proklamasi kemerdekaan dikumandangkan di Jakarta disaksikan oleh para tokoh politik, para pemuda, dan rakyat. Berita proklamasi itu kemudian disebarluarkan ke seluruh penjuru tanah air melalui siaran-siaran radio, spanduk, selebaran, coretan-coretan di dinding, penyampaian secara lisan, dan media lainnya.

Peristiwa sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945. (1) Bom Atom dii Hirosima dan Nagasaki; (2) Naskah Teks Proklamasi yang diketik oleh Sayuti Melik; (3) Ir. Soekarno tengah membaca teks Proklamasi kemerdekaan Indonesia, pada hari Jumat sekitar jam 10 pagi di Jl Pegangsaan Timur 56 Jakarta; (4) Pengibaran bendera Merah Putih; (5). Coretan-coretan di dinding-dinding tembok bertema proklamasi kemerdekaan yang dilakukan oleh para pemuda pejuang 1945.

2.      Perjuangan Bersenjata

Bulan September 1945, pasukan sekutu di bawah pimpinan Inggris (Chritison) memasuki Indonesia untuk wiayah Jawa dan Sumatera. Untuk wilayah Indonesia Timur diduduki tentara Australia. Mereka mengemban tugas; melucuti tentara Jepang, membebaskan tawanan perang, dan pengembalian pemerintahan sipil. Masuknya tentara sekutu ini membawa pula NICA.

Kemunculan tentara sekutu dan Belanda ini menimbulkan ketegangan dan pertempuran di wilayah-wilayah yang disinggahinya. Seperti pertempuran di Surabaya (10 - 28 November 1945), pertempuran di Ambarawa(20 November - 15 Desember 1945), Bandung Lautan Api (29 November 1945 - 24 Maret 1946), pertempuran Medan Area (18 Oktober 1945-15 Februari 1947), Agresi Militer Belanda I (21 Juli - 5 Agustus 1947), Agresi Militer Belanda II (19 Desember 1948 - Juli 1949), Serangan Umum 1 Maret 1949 di Jogjakarta, pertempuran di Bali, Manado, Palembang, dan daerah-daerah lainnya.

Jadi di awal perjuangan mempertahankan kemerdekaannya, rakyat Indonesia harus berhadapan dan bertempur menghadapi tentara Jepang dan tentara Sekutu dan Belanda.

Pertempuran Surabaya merupakan pertempuran tentara dan milisi pro[1]kemerdekaan Indonesia dan tentara Britania Raya dan India Britania. Puncaknya terjadi pada tanggal 10 November 1945. Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme. Sikap Heroisme, dahsyatnya pertempuran, dan jumlah pahlawan yang gugur telah menjadikan pertempuran 10 November di Surabaya ini diperingati sebagai Hari Pahlawan di Indonesia.

3.      Perjuangan Diplomatik

Pertempuran yang terus menerus terjadi antara pihak pemuda Indonesia dan Sekutu-NICA menjadi perhatian dunia internasional. Atas prakarsa Inggris, Belanda dan RI mengadakan perundingan. Belanda mengingjnkan Indomesia menjadi negara persemakmuran Belanda melalui masa peralihan 10 tahun. Namun Indoneisa menginginkan sebuah negara yang berdaulat penuh atas wilayah bekas jajahan Belanda. Usulan pihak RI ini ditolak Belanda. Untuk menyelesaikan keteangan Indonesia -Belanda ini, pada tanggal 14 Oktober 1946 diadakan perundingan di Linggarjati. Pihak Indonesia dipimpin Sutan Syahrir, pihak Belanda oleh Wim Schermerhorn dan H.J Van Mook. Ingris diwakili oleh Lord Killerm sebagai penengah.

Setelah perjanjian Linggarjati, Belanda kembali menggempur RI melalui Agresi Militer Belanda I (21 Juli - 5 Agustus 1947). Dalam pertempuran ini Belanda berhasil menguasai Jakarta, Sumatera, Jawa Barat, Madura, dan Jawa Timur. RI kemudian memindahkan pusat pemerintahannya ke Yogyakarta. Dunia internasional mengutuk tindakan Belanda ini. Australia, India, Uni Soviet, dan Amerika Serikat mendukung Indonesia.

PBB kemudian membentuk Komisi Tina Negara (KTN) untuk memediasi sengketa Indonesia-Belanda. PBB mengeluarkan resolusi gencatan senjata. Pada tanggal 17 Januari 1948, berlangsung perundingan di atas kapal Perang Amerika Serikat, Renville.

Pada tanggal 19 Desember 1948 - Juli 1949, Belanda kembali menyerang pihak RI melalui Agresi Militer Belanda II. Dalam agresi II ini, Belanda berhasil menguasai ibu kota RI di Yogyakarta. Akibat serangan ini, pihak internasional melakukan tekanan kepada Belanda. Amerika Serikat bahkan mengancam akan menghentikan bantuan Marshall Plan kepada Belanda. Pada tanggal 28 Januari 1949 Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusinya. Salah satu isinya adalah mengubah KTN menjadi Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Indonesia (United Nation Commission for Indonesia-UNCI). Tugasnya adalah untuk membantu kelancaran perundingan, mengurus pengembalian kekuasaan RI, mengamati pemilihan umum, dan berhak mengajukan usul untuk menyelesaikan konflik Pada tanggal 7 Mei 1949 disepakatilah Perjanjian Room-Royen.

Untuk mempersiapkan diri mengahadapi Konferensi Meja Bundar (KMB), Indonesia melaksankaan Konferensi Inter-Indonesia (KII). Konferensi ini dilakukan antara RI dengan Organisasi Negara-Negara Bagian (BFO).KII berlangsung dua kali. Konferensi pertama pada tanggal 19 - 22 Juli 1949 diadakah di Yogyakarta dipimpin oleh Moh, Hatta dan Komferensi kedua pada tanggal 30 Juli - 2 Agsutus 1949 di Jakarta dipimpin oleh Sultan Hamid II.

Menindaklanjuti perundingan RooM-Roijen, maka pada tanggal 23 Agustus dimulailah Konferensi Meja Bundar (KMB). Perundingan berakhir pada tanggal 2 November 1949 dengan tercapainya kata sepakat :

·         Kerajaan Belanda mengakui kedautalan RIS secara penuh dan tanpa syarat

·         Pelaksanaan penyerahan kedaulatan akan dilakukan paling lambat tanggal 30 Desember 1949

·       Masalah Irian Barat akan dibicarakan lagi 1 tahun setelah penyerahan kedaulatan kepada RIS

·     RIS dan kerajaan Belanda terikat dala suatu Uni Indonesia-Belanda berdasarkan keraja sam asukarela dan sederajat

·     RIS mengembalikan hak milik Belanda dan memeberikan hak konsesi dan izin baru untuk perusahaan-perusahaan Belanda

·         RIS harus membayar semua utang Belanda yang ada sejak tahun 1942

·   Kapal-kapal perang Belanda akan ditarik dari Indonesia dan beberapa korvet akan diserahkan kepada RIS

Pada tanggal 27 Desember 1949 dilaksanakan serah terima kedaulatan dari pemerintah kerajaan Belanda kepada RIS. Serah terima dilaksanakan di Amsterdam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HUBUNGAN PERKEMBANGAN PAHAM-PAHAM BESAR; DEMOKRASI, LIBERALISME, SOSIALISME, NASIONALISME, PAN-ISLAMISME DENGAN GERAKAN NASIONALISME DI ASIA-AFRIKA

  PERKEMBANGAN PAHAM DEMOKRASI, LIBERALISME, SOSIALISME, NASIONALISME, DAN PAN ISLAMISME ·          Demokrasi Istilah “ demokrasi” beras...