Revolusi Perancis
·
Pemikiran-Pemikiran yang Melandasi Revolusi
Perancis
Revolusi Perancis bukan peristiwa yang sekonyong-konyong terjadi meletus begitu saja, tetapi terikat pada kejadian-kejadian sebelumnya. Revolusi Perancis hanya suatu detik saja di mana fikiran-fikiran sebelumnya meledak menjadi tindakan[1]tindakan. Demikian juga Revolusi Perancis itu tidak merupakan semcam keistimewaan Perancis saja tetapi revolusi semacam itu dapat meletus juga di mana-mana di seluruh Eropa ketika itu, karena keadaan di seluruh Eropa menyerupai di Perancis, hanya mempunyai perbedaan gradueel saja. Justru perbedaan yang gradueel inilah yang menyebabkan revolusi itu meletus di Perancis.
Rasionalisme dan Aufklarung
Abad XVIII adalah abad yang sangat kaya akan aliran-aliran faham yang bersimpang siur memenuhi alam fikiran manuisa sebagai akibat dari Renaissance dan Humanisme. Rasionalisme dan Aufklarung memegang peranan yang terpenting dalam hal ini. Pikiran yang sehat memancarkan sinarnya yang gemilang hingga Nampak dengan jelas kepincangan-kepincangan dan kesalahan-kesalahan yang sampai ketika itu tidak dirasakan oleh umat manusia. Dengan kritik-kritik yang pedas orang-orang Rasionalisme dan Aufklarung menghantam segala kepincangan dan kesalahan untuk dilenyapkan. Dalam hal ini besar pengaruhnya Rasionalisme dan Aufklarung sebagai pendorong timbulnya Revolusi Perancis, karena Perancis ketika itu memang penuh kepincangan-kepincangan dan kesalahan. Tokoh-tokoh Rasionalisme dan Aufklarung di Perancis (di Perancis lazimnya disebut : Philosophes) antara lain :
§
Denis Diderot (1713-1784) dan J.d’ Alembert
(1717-1784)
§
Charles Secondat, Baron de la Brede et de
Montesquieu (1689 – 1755)
§
Francois Marie Arouet (1694-1778), lebih
terkenal sebagai Voltaire.
- Romantisme
Romantisme yang mulai timbul pada tahun 1750 sebagai reaksi dari rasionalisme, juga banyak pengaruhnya dalam Revolusi Perancis. romantisme menjunjung perasaan dan menghargai insting. Justru insting inilah yang nanti merajalela diantara rakyat jelata dan meneruskan perjuangan dimana kaum rasionalis tidak berani lagi karena menruut perhitungan secara rational tidak mungkin dapat diselesaikan. Bukan perhitungan secara rasional, secara kepala dingin, tetapi tekad yang irasional dari rakyat jelata (digerakkan oleh pemimpin-pemimpin rakyat penganut Rousseau, seperti Marat) yang nanti pada tahun 1792-1794 menyelamatkan Revolusi dari ancaman dahsyat tentara-tentara asing yang mengepung Perancis. Sentimen pun terbukti merupakan faktor yang penting dalam Revolusi Perancis.
Seorang romantic
yang banyak pengaruhnya dalam Revolusi Perancis adalah :
Jean Jacques
Rousseau (1712-1778)
Rousseau mengatakan bahwa alam semula adalah sempurna,
tetapi kemudian salah bertumbuh menjadi dunia yang penuh kesengsaraan, karena
masyarakat mendapatkan hak-hak asasi manusia berupa kebebasan dan persamaan,
manusia dilahirkan bebas, tetapi ia sekarang terikat. Apa sebabnya? Kata Rousseau
dalam bukunya yang terkenal “ Du Contrat Social”. Pendapat Rousseau
tentang hak-hak asasi manusia ini nanti dicantumkan sebagai “Hak-Hak manusia
dan warga negara dalam UUD 1789 yang mengatakan “manusia dilahirkan bebas dan
dengan hak yang sama. Perbedaan dalam masyarakat hanya didasarkanatas
kepentingan umum”.
Manusia dilahirkan dengan hak yang sama. Tidak ada
seorangpun yang mempunyai hak yang melebihi orang lain. Karena itu tidak
mungkin barang sesuatu dapat ditentukan oleh serang saja untuk semuanya
(seperti dalam absolute monarchie). Segala sesuatu harus ditentukan bersama
hingga keputusan itu merupakan kehendak umum. Paham Rousseau ini kemudian
menimbulkan paham demokrasi modern.
-
Paham-Paham Dalam Perang Kemerdekaan Amerika
Pada tahun 1771
meletuslah Perang Kemerdekaan Amerika (1774-1783). Dalam perang ini Perancis
membantu Amerika dan mengirimkan tentara Perancis dibawah Lafayette ke Amerika.
Setelah perang selesai, tentara Perancis pulang ke Perancis.Tentara Perancis
yang kembali dari Amerika ini selama berperang di Amerika telah mengenal dan
meresapkan faham-faham baru tentang hak-hak asasi manusia dan demokrasi.
Bukankah mereka mereka bertempur bersama-sama orang-orang Amerika untuk
mempertahankan Declaration of Independence yang mengatakan bahwa manusia itu
dilahirkan sama dan dengan hak-hak asasi: bahwa pemeritnahan dibentuk untuk
menjamin hak-hak itu dan mendapatkan kekuasaannya dari rakyat: bahwa rakyat
berhak menggantikan sesuatu pemerintahan yang melanggar asasi ini dengann
pemerintahan lain yang lebih sesuai dengan kehendak rakyat.
Prajurit kembali ke Perancis tetapi pada saat itu pemerintah Perancis yang tidak mengenal hak-hak asasi manusia. Tidak mengherankan jika prajurit-prajurit Perancis dari Amerika ini ingin merubah pemerintahan absolute monarchi Perancis yang kolot itu.
·
Kondisi Perancis Menjelang Revolusi
-
Feodalisme
Feodalisme di Eropa berasal dari zaman Abad
Pertengahan, ketika raja sebagai pemilik dari tanah seluruhnya membagi-bagi tanahnya
kepada orang-orang yang dianggapnya berjasa kepadanya sebagai pinjaman tanah.
peminjam-peminjam tanah ini kemudian menjelma menjadi golongan yang berkuasa
(yang kemudian disebut bangsawan juga disamping keluarga raja) dan selalu
berusaha untuk mengurangi kekuasaan raja bagi kepentingannya sendiri. Timbullah
akhirnya pertentangan dan perebutan kekuasaan antara raja dan golongan bangsawan.
jika di Inggris raja gagal dalam usahanya untuk mematahkan kekuasaan bangsawan[1]bangsawan (ingat
magna charta) hingga akhirnya menjelma menjadi constituante monarchie, maka
lain halnya di Perancis. Kondisi di Perancis, Raja berhasil mengalahkan bangsawan-bangsawan,
hingga akhirnya menjelma absolute monarchie ( ingat Louis XIV).
Tetapi kalah tidak berarti lenyap. Bangsawan-bangsawan
Perancis yang telah dilucuti senajatanya berusaha menggunakan kekuasaan raja
untuk memperbesar kekuasaan bangsawan, baik terhadap raja sendiri maupun
terhadap rakyat. Mereka berusaha untuk mendapatkan atau membeli hak-hak
istimewa sebanyak mungkin yang pada hakekatnya untuk memblokir kekuasaan raja.
Terhadap rakyat hak-hak istimewa itu digunakan oleh bangsawan untuk memperkaya
diri sendiri, yang juga berarti memperbesar kekuasaannya. Disamping ini
bangsawan juga merembes masuk dalam kalangan agama. Lambat laun mereka berhasil
juga menduduki kedudukan[1]kedudukan yang tinggi
dalam agama dan yang berhak istimewa.
Pangkat-pangkat yang rendah dipegang oleh rakyat
jelata. Akhirnya bangsawan menghisap semua hak dan kepada rakyat hanya
ditinggalkan kewajiban saja. Ketidakadilan inilah yang makin lama makin
dirasakan oleh rakyat (terutama kaun terpelajar dikalangan rakyat), yang nanti
meletuskan Revolusi Perancis. Bentuk ketidakadilan yang terjadi di Perancis yaitu:
§
Ketidakadilan dalam lapangan politik
Jabatan-jabatan yang penting dipegang oleh bangsawan
dan raja (Louis XVI adalah raja yang lemah) tinggal menandatangani saja. Tidak
menurut kepandaian, tetapi menurut keturunan pegawai-pegawai negeri yang
dipilihnya, hingga administrasi negara menjadi kacau dan korup. Rakyat jelata bagaimanapun
pandainya tidak diperkenankan ikut dalam pemerintahan.
§
Ketidakadilan dalam lapangan ekonomi
Bangsawan diberikan hak istimewa yang membebaskan
mereka dari pembayaran pajak, padahal merekalah yang sebenarnya golongan yang
terkaya. Rakyat jelata (golongan yang sebagian besar sangat miskin) diharuskan membayar
segala macam pajak, hingga rakayt jelatalah yang dengan ini mengisi kas negara.
Tetapi uang negar tidak digunakan untuk kepentingan rakyat, melainkan untuk
bangsawan dan raja saja.
§
Kecuali bebas pajak, bangsawan bahkan diberi
hak-hak istimewa untuk memungut pajak dari rakyat yang merupakan tambahan
pendapatan bagi bangsawan (pajak lalu lintas, pajak tanah, pajak penggilingan
gandum, pajak penangkapan ikan, pajak anggur, pajak garam dan segala macam
pajak lainnya yang dibuat-buat oleh bangsawan). Disamping bangsawan, gerejapun memungut
1/10 dari penghasilan rakyat jelata. Ditambah lagi hak istimewa bangsawan untuk
mempekerjakan rakyat jelata dengan percuma.
§
Ketidakadilan dalam lapangan ekonomi
Feodalisme
membagi-bagi masyarakat dalam golongan-golongan yang berhak dan yang tidak
berhak. Di Perancis ketika terdapat tiga golongan masyarakat yaitu : golongan
ke-1 (bangsawan), golongan ke-II (kaum agama), golongan ke[1]III (rakyat jelata).
Golongan ke-II terdiri atas kaum agama tinggi (berasal dari bangsawan) dan kaum
agama rendah (berasal dari rakyat jelata). Bangsawan dan kaum agama tinggi
berhak istimewa, kaum agama rendah dan rakyat jelata tidak berhak sama sekali.
Dengan ini dapat dimengerti, apa sebabnya dalam Etats Generaux 1789 golongan
ke-I dan ke-II menghendaki pemungutan suara secara pergolongan, golongan ke-III
secara perorangan. Golongan ke –III terdiri atas : kaum terpelajar, kaum
borjuis, rakyat jelata.
Kaum terpelajar
merasa tidak adanya keadilan, karena meskipun pandai tetapi tidak mungkin ikut
serta menentukan nasib negaranya karena mereka bukan bangsawan. Mereka ingin
merubah susunan pemerintahan negara, mereka ingin “a role by law and not by
man”. Mereka menghendaki Constituante Monarchi.
Kaum borjuis
merasa mereka adalah golongan yang paling berguna bagi negara, karena merupakan
sendi sendi ekonomi negara. Tetapi mereka selalu dikalahkan terhadap kaum
bangsawan yang mereka pandang sebagai golongan yang tidak produktif dan tidak
berguna bagi negara karena hanya memikirkan diri sendiri. Kaum borjuislah yang
membayar pajak yang terbanyak dan hanya habis dimakan kaum bangsawan. Mereka
anti bangsawan, karena itu mereka tidak anti raja (ingat: bangsawan adalah
lawan raja) karena raja dipandangnya sebagai alat yang terpenting yang dapat
menindas bangsawan . Mereka menghendaki constituante monarchi.
Rakyat jelata
ketika itu masih non aktif, hanya berkeluh kesah saja karena beratnya beban
yang dipikul. Mereka mula-mula menaruh harapan pada rajanya untuk meringankan
beban mereka, tetapi ketika raja menyia-nyiakan harapan ini, maka rakyat jelata
dengan sekaligus menjadi radikal anti raja. Mereka menghendaki Republik.Dengan
ini rakyat jelata menjadi lawan dari kaum terpelajar dan kaum borjuis yang
nanti Nampak dalam Revolusi Perancis sebagai pergulatan antara partai Girondin
(terpelajar + borjuis) dan partai Jacobin (rakyat jelata).
-
Absolut Monarchie yang Buruk
Absolute Monarchie adalah kerajaan yang kedaulatannya
dipegang sepenuhnya oleh raja. Nasib negara berada dalam tangan raja dan
ditentukan menurut nilai orang yang menjadi raja. Nilai Louis XVI sebagai raja
tidak tinggi dan karena itu absolute monarchie dibawahnya merupakan absolute
monarchie dalam bentuk yang seburuk-buruknya. Sifat absolute monarcie dibawah
Louis XVI ialah :
§
Despotisme
Otokrasi raja (sifat terutama dari tiap absolute
monarchie) selama pemerintahan Louis XVI merosot tajam menjadi despotisme
belaka. Tujuan pemerintah negara tidak lagi menciptakan suatu negara yang
teratur tetapi untuk menanam “gezag” raja saja yang pada hakekatnya
untuk memberi kelonggaran saja bagi tindakan-tindakan sewengan-wenang, baik
bagi raja maupun bagi bangsawan. Kepentingan raja diutamakan, kepentingan
rakyat dilupakan. Rakyat jelata sangat menderita. Despotisme tidak tahan
mendengar kritik, baik kritik destruktif maupun konstruktif ditindas dengan
kejam. Hidup menjadi tidak merdeka lagi, segala - galanya terkekang.
§
Feodalisme
Feodalisme hanya menjamin kenikmatan hidup para
bangsawan dan kaum agama tinggi saja. Tidak adanya persamaan hak dan kewajiban
berarti tidak ada keadilan sosial.
§
Substitutie Stelsel (Sistem Perwakilan)
Bangsawan yang menduduki jabatan yang tinggi tidak mau
menjalankan sendiri kewajiban-kewajibannya, tetapi menyewa rakyat jelata yang
pandai (dengan gaji kecil). Gaji yang besar dari jabatan itu, pujian-pujian dan
hadiah[1]hadiah raja,
kehormatan yang tinggi. Semua itu diterima kaum bangsawan sebagai pejabat
resmi. Wakilnya yang menjalankan kewajibannya, tidak menerima apa-apa kecuali
gajinya yang kecil itu.
§
Adminstrasi Negara yang Tidak Seragam
Adanya hak-hak istimewa menjadikan administrasi negara
tidak seragam. Tidak adanya keseragaman ini menyebabkan adminstrasi negara
menjadi kacau balau yang memberi kesempatan dan kelonggaran bagi korupsi.
Hampir 1/6 pendapatan negara tiap tahun habis dikorup para bangsawan.
-
Vacuum of Power
Revolusi Perancis meletus pada masa Louis XVI. Faktor
itu ialah the vacuum of power (tidak adanya kekuasaan) dibawah Louis XVI. Raja
Louis XVI adalah raja yang lemah tidak punya kewibawaan sama sekali , baik terhadap
bangsawan maupun terhadap rakyat. Rakyat tidak takut padanya. Dulu zaman Louis
XIV dan Louis XV, rakyat betul benci terhadap raja, tetapi mereka takut terhadapnya,
dan karena itu tidak timbul revolusi.“vacuum of power” ini merupakan faktor
yang sangat berbahaya bagi kehidupan suatu negara, karena merupakan kesempatan
yang baik sekali bagi musuh-musuh negara untuk menjatuhkan negara.
·
Soal Keuangan Negara
Sebab khusus meletusnya Revolusi Perancis adalah soal
keuangan negara. Sudah menjadi kebiasaan di Perancis (sejak wafatnya Louis XIV)
bahwa negara menderita kekuarangan perbelanjaan yang lazimnya ditutup dengan mendapatkan
pinjaman negara. Kekuarangan perbelanjaan ini disebabkan karena uang negara
dihambur-hamburkan raja dan bangsawan untuk kepentingan dan kesenangan mereka
sendiri.
Pada tahun 1789 negara menghadapi bangkrut.
Penghasilan negara 500 juta, pengeluaran 625 juta, hutang negara yang harus
dibayar 300 juta. Bagaimana cara mendapatkan uang? Menaikkan pajak?. Pajak
telah berat sekali. Pinjam uang? Hutang negara telah melampauai batas kekuatan
pembayaran kembali. Tidak ada jalan lain kecuali mewajibkan semua bangsawan
(bebas dari pajak) membayar pajak. Bangsawan menolak. Timbul kritis antara raja
dan bangsawan. Takut terhadap raja, bangsawan mencari dukungan dari rakyat
dengan mengatakan bahwa soal pajak adalah soal rakyat seluruhnya. Raja tidak
boleh menentukan sendiri.
Dengan ini bangsawan hendak membatasi kekuasaan raja untuk menyelamatkan diri mereka. Mereka mengusulkan diundangnya kembali “Etats Generaux (Dewan Perwakilan Rakyat) yang sejak tahun 1614 tidak pernah berkumpul lagi. Raja pun menyetujui, dan Etats Generaux kembali berkumpul.
·
Jalannya Revolusi Perancis
Pada tanggal 17 Juni 1789 wakil-wakil golongan III
(Rakyat Jelata) memproklamasikan Etats Generoux sebagai Assemblee Nationale
(Dewan Nasional= Perwakilan Bangsa Perancis). Tindakan ini mempunyai arti yang
sangat penting. Etats Generoux yang merupakan siding golongan-golongan menjelma
menjadi siding seluruh rakyat tanpa golongan-golongan. Sungguh suatu revolusi yang
besar, karean pada hakekatnya itu berarti bahwa suatu masyarakat yang feodalistis
berubah menjadi demokratis. Sesungguhnya tanggal 17 Juni 1789 telah dimulainya
revolusi, walaupun secara resmi revolusi Perancis ditandai dengan diserbunya
“Penjara Bastile”, Secara politik Revolus Perancis dimulai pada 17 Juni 1789,
militer pada 14 Juli 1789.
Pada perkembangan selanjutnya Assemble Nationale akan
berkembang setelah banyak Golongan I (Pendeta) dan Golongan II (Bangsawan) yang
bergabung dan lantas merubah namanya menjadi sebuah dewan bernama ConstituantePada
tanggal 14 Juli 1789 rakyat Prancis menyerbu penjara Bastille, suatu bangunan
yang kuat dan megah lambing absolute monarki karena di dalamnya dipenjarakan
pemimpin pemimpin rakyat dan mereka yang berani menentang absolute monarki.
Bastille ini dijaga ketat karena merupakan juga gudang persenjataan raja.
Sebab-sebab rakyat menyerbu penjara Bastille:
- Rakyat Paris mendengar desas-desus bahwa raja mengumpulkan tentaranya di sekitar Paris untuk menindas revolusi.
- Rakyat Paris butuh senjata untuk mempertahankan diri. Mereka ingin mendapatkan senjata yang ada di dalam Bastille.
Rakyat Perancis
menyerbu penjara Bastille, 14 Juli 1789.Serbuan rakyat ke Bastille berhasil
baik ketika kesatuan tentara raja yang berada di Paris memihak dan membantu
rakyat. Bastille dapat direbut pada tanggal 14 Juli 1789, hari itu dianggap
sebagai awal revolusi dan kemudian diresmikan sebagai hari nasional Prancis.
Bendera Bourbon (raja) diganti dengan bendera nasional (biru, putih, merah) dan
tentara nasional dibentuk (di bawah pimpinan Lafayette, seorang bangsawan yang
berpaham baru dan terkenal sebagai pahlawan yang memimpin tentara Prancis di
perang kemerdekaan Amerika).
Sejak itu raja
dan bangsawan tidak berkuasa lagi. rakyat jelatalah yang berkuasa dan memegang
pimpinan negara. Pemimpin-pemimpin rakyat yang terkenal dalam Constituante
ialah Mirabeu (bangsawan), Lavayette (bangsawan), Sieyes (kaum
agama). Setelah rakyat jelata dapat mengalahkan lawannya yaitu kaum bangsawan
dan kaum agama maka tugas rakyat jelata sekarang adalah menghapuskan ancient
regime, dan menyusun pemerintahan baru:
- Penghapusan ancient regime ini dijalankan secara
tegas. Semua hak-hak istimewa dan sebutan-sebutan bangsawan dilenyapkan (orang
saling memanggil dengan sebutan “citoyen”; perkataan “bung” di
Indonesia). Gilde dihapuskan hingga perdagangan menjadi bebas. Ini merupakan
pelaksanaan liberalisme yang dalam ekonomi bersemboyan: laissez faire, laissez
passer. Kaum agama dijadikan pegawai negeri biasa dan milik gereja disita. Ini kemudian
menimbulkan pertentangan yang hebat antara kaum Revolusi Perancis dan Paus di
Roma. Dengan ini kaum agama dianggap musuh revolusi, dan revolusi bersifat
anti-agama Rooms-Kathilick.
- Setelah pemerintahan lama (ancient regime)
dihancurkan kaum revolusi terus menyusun pemerintahan baru. Dasar dari
pemerintahan baru ini adalah “Declaratin des droits de Phomme et du citoyen
“ (Perjanjian hak-hak manusia dan warga negara) yang diumumkan pada tanggal 27
Agustus 1789 dan yang merupakan salah satu mata rantai dalam pertumbuhan
pengertian tentang hak-hak manusia.
Pada tanggal 1790 (14 Juli) UUD
Perancis disyahkan. UUD ini tidak menghapuskan kerajaan tetapi membatasinya
hingga merupakan Constituaten monarchie. Raja hanya punya veto yang dapat
menunda keputusan tetapi tidak dapat membatalkan. Raja setuju dengan UUD dan bersumpah
setia kepadanya. Tetapi sekonyong-konyong ia melarikan diri, tertangkap oleh
rakyat dan dikembalikan lagi ke Paris.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar