Senin, 26 Oktober 2020

Pendudukan Militer Jepang Di Indonesia

 LATAR BELAKANG DAN TUJUAN JEPANG DI iNDONESIA

Ketika peperangan antara pasukan Blok Sekutu dan Blok Fasis sedang berkecamuk di belahan benua Eropa dan Afrika, Jepang tiba-tiba melancarkan Perang Pasifik atau Perang Asia Raya, dengan menyerang dan menghancurkan pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbour, Hawaii pada tanggal 7 Desember 1941. Pasukan Amerika Serikat terdesak dan keluar dari Filipina. Malaya dan Singapura pun jatuh, dan pemerintahan Inggris lari ke India. Thailand dan Myanmar (Burma) berhasil dikuasai, namun untuk menerobos ke India, gagal.

Setelah menghancurkan Pearl Harbour, selanjutnya Jepang menyerang negara-negara di Pasifik Barat Daya. Mulai dari Cina, Asia Tenggara, terus menuju timur sampai ke Kepulauaan Solomon. Semua serangan ini berhasil menguasai daratan Cina, menumbangkan imperialisme Inggris di Birma, Malaya, dan di Singapura, merobohkan imperialisme Prancis di Indocina, mematahkan Imperialisme Amerika Serikat di Filipina, dan menghancurkan imperialisme Belanda di Indonesia.

Adapun Jepang melakukan serangan ke Indonesia, mulai Pada tahun 10 Januari 1942. Pada tanggal 15 Februari 1942 menyerbu pangkalan Inggris di Singapura, yang menurut dugaan, Belanda maupun Inggris tidak mungkin terkalahkan, ternyata mereka menyerah. Pada akhir bulan itu, bala tentara Jepang menghancurkan armada gabungan Belanda, Inggris, Australia, dan Amerika dalam pertempuran di Jawa. Pada tanggal 1 Maret 1942 melakukan penyerbuan ke Pulau Jawa, yang dilancarkan dari dua arah utama yaitu dari arah timur dan arah barat, menyerupai gerak ”supit udang”. Gerak penyerbuan ditujukan ke pusat-pusat konsentrasi kekuatan Sekutu (Belanda) seperti Cilacap, Bogor dan ke markas utama Sekutu di Bandung. Pada tanggal 8 Maret 1942, Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang di Kalijati daerah Jawa Barat. Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh ditawan pihak Jepang. Inilah puncak kemenangan Jepang dalam Perang Pasifik atau Perang Asia Raya dalam Perang Dunia II.

Kemenangan Jepang dalam Perang Pasifik dan anggapan bahwa dirinya sebagai pemimpin dan pelindung Asia, adalah dua hal yang integral menjadi latar belakang kuat bagi Jepang untuk menduduki Indonesia. Adapun yang jadi tujuan utamanya ingin membentuk suatu "Kawasan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya.” Untuk mencapai tujuan dan menjalankan kekuasaannya, bangsa Jepang yang mengaku sebagai saudara tua di Asia, segera membagi wilayah Indonesia menjadi tiga pemerintahan militer pendudukan sebagaimana sudah dikemukakan di bagian terdahulu.

 

Kebijakan Awal Jepang di Indonosia

Panyarahan kekuasaan dilakukan Latnan Jenderal Ter Poorten, Perwira Tentara Belanda kepada Letnan Jendaral Hitoshi Imamura, sohayal perwakilan Jopang Penyerahan disaksikan langsung Tjarda van Starkonborgh Stachouwer, Gubernur Jondaral Hindia Belanda. Indonesia dibagi menjadi tiya wilayah dengan rencana yang ditempuh yaitu menghentikan revolusi, pemulihan ekonomi, penghapusan pengaruh pengaruh Barat, dan menggerakan masyarakat untuk kepentingan dan kejayaan Jepang.

1.        Menghentikan Revolusi

Jepang harus menghadapi peperangan untuk menghentikan gerakan-gerakan yang dilancarkan penduduk pribumi di wilayah-wilayah yang belum ditaklukkan maupun di wilayah-wilayah yang sudah ditaklukkan. Walaupun sudah sejak lama propaganda mereka untuk mendapat simpati, tetapi Jepang menyadari bahwa suatu kelompok yang pada dasarnya sudah menolak bekerja sama dengan Belanda misalnya, besar kemungkinan akan menolak pula bekerja sama dengan Jepang.

Sejak bulan Maret 1942 semua kegiatan politik dilarang, dan semua perkumpulan yang ada secara resmi dibubarkan. Setelah itu, pihak Jepang mulai membentuk organisasi-organisasi baru. Pada akhir bulan Maret 1942, pihak Jepang di Jawa mendirikan Kantor Urusan Agama (Shumubu). Pada bulan April 1942, usaha pertama pada suatu gerakan rakyat, ialah melakukan "Gerakan Tiga A', dimulai di Jawa. Gerakan Ini berasal dari slogan: Jepang Pemimpin Asia, Jepang Pelindung Asia, Jepang Cahaya Asia. Tahun 1943 dibentuk Heiho (Pasukan Pembantu) sebagai bagian dari angkatan darat dan angkatan laut Jepang, Pada akhir perang, sekitar 25.000 orang pemuda Indonesia berada dalam organisasi Helho, Orang yang bertempat tinggal di desa-desa maupun kota - kota, menyebutnya sebagai "Tentara Heiho."

Pada bulan Oktober tahun 1943, pihak Jepang membentuk organisasi pemuda yang paling berarti, yaitu Peta (Pembela Tanah Air). Organisasi Ini merupakan suatu tentara sukarela Indonesia, yang pada akhir perang beranggotakan 37.000 orang di Jawa dan 20.000 orang di Sumatra. Di antara mereka terdapat seorang bekas guru sekolah Muhammadiyah yang bernama Soedirman (1915-1950) yang kemudian menjadi salah seorang tokoh militer terkemuka pada masa revolusi, Pada bulan Oktober 1943, pihak Jepang membentuk organisasi baru untuk mengendalikan Islam. MIAI (Majelis Islam Ala Indonesia) segera dibubarkan dan diganti dengan Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia). Pada bulan Januari 1944 dibentuk suatu organisasi yang secara khusus digunakan untuk memobilisasi penduduk Jawa, yakni Jawa Hokokal (Kebaktian Jawa). Organisasi ini, didirikan untuk setiap orang yang berusia lebih dari empat belas tahun. Dengan berdirinya organisasi ini, Putera (Pusat Tenaga Rakyat) yang didirikan pada tahun 1943 dihapus.

 

2.        Pemulihan Ekonomi

Usaha Jepang mengerahkan perekonomian untuk menopang upaya perang Jepang dan rencana menguasai ekonomi jangka panjang terhadap Asia Timur dan Asia Raya, pada bulan Agustus 1943 mulai mengambil alih perkebunan-perkebunan tebu, pengelola-pengelolanya yang berkebangsaan Eropa ditawan. Perkebunan tembakau di Sumatra diubah menjadi tanaman pangan.

Pada Oktober tahun 1943, Jepang memerintahkan perhimpunan serdadu ekonomi (romusha). Dengan itu, Tenaga kerja Indonesia benar-benar diperah (dieksploitasi) secara lebih kejam, terutama para petani yang tinggal di desa-desa di Jawa. Mereka dipekerjakan sebagai buruh, di mana pun pihak Jepang memerlukan mereka. Pada saat yang sama pihak Jepang memberlakukan peraturan wajib menjual beras kepada Jepang.

 

3.        Penghapusan Budaya Barat

Untuk memusnahkan pengaruh Barat, Jepang melarang mempergunakan bahasa Belanda dan bahasa Inggris. Selanjutnya hanya memajukan bahasa Jepang. Pelarangan terhadap buku-buku berbahasa Belanda dan bahasa Inggris membuat pendidikan yang lebih tinggi benar-benar ambruk. Masa Jepang, kalender diperkenalkan untuk tujuan-tujuan resmi. Patung-patung Eropa diruntuhkan, jalan - jalan diberi nama baru, dan Batavia pun dinamakan menjadi Jakarta lagi. Propaganda terus semakin gencar, untuk meyakinkan bahwa bangsa Indonesia dan bangsa Jepang adalah saudara seperjuangan dalam perang luhur untuk membentuk suatu tatanan di Asia.

 

4.        Mobilisasi Masyarakat

Pada awal tahun 1943, pihak Jepang mulai serius memusatkan usaha-usahanya pada mobilisasi (menggerakkan) rakyat. Gerakan-gerakan pemuda baru didahulukan dan ditempatkan di bawah pengawasan ketat pihak Jepang. Sekolah-sekolah latihan bagi para pejabat dan guru baru yang sudah dibuka sejak bulan Agustus 1942 di Jakarta dan di Singapura, mulai awal tahun 1943 lebih diperuntukkan guna melatih para pemuda. Kebijakan mobilisasi masyarakat diantaranya :

-            April 1943 dibentuk Seinenden  untuk pemuda yang berusia antara 14 tahun sampai 25 tahun.

-            Korps untuk pemuda yang berusia 25 tahun sampai 30 tahun dibentuk Korps Kewaspadaan (Keibodan)

-            Organisasi polisi, kebakaran, dan serangan udara pembantu dibentuk Heiho (Pasukan Pembantu) tahun 1943 sebagai bagian dari angkatan darat dan angkatan laut Jepang.

-            Pada Maret 1943 Gerakan Tiga A dihapuskan diganti Putera, sebuah singkatan dari Pusat Tenaga Rakyat dengan ketua: Soekarno, Hatta, Ki Hadjar Dewantara, dan K.H. Mas Mansyur.

-            Menggerakkan para guru Islam di pedesaan sebagai jalan utama untuk bisa dekat dengan rakyat dengan memberlakukan Peraturan Guru (goeroe ordonantie). Kepada para ulama, Jepang berharap agar Perang Dunia II dinyatakan sebagai Perang Sabil. Namun, kaum muslimin menolak tegas karena orang-orang Jepang juga sama seperti Sekutu, ialah orang-orang kafir.

-            Januari 1944 mendirikan sistem rukun tetangga yang disebut tonarigumi, yaitu ketentuan resmi yang mengatur pengelompokan rumah tangga di desa-desa maupun di kota-kota. Di mana setiap kelompok itu terdiri dari 10-20 rumah tangga. Tujuan pokok dari pengelompokan ini ialah mengawasi kegiatan para pemuda dan mengendalikan mereka dalam memperlancar pelaksanaan kewajiban yang dibebankan kepada masing-masing rumah tangga.

-            Organisasi-organisasi lain yang dibentuk Jepang atau karena kehendak para pemuda sendiri dan semuanya tetap berada di bawah pengawasan ketat pihak Jepang. Organisasi - organisasi yang dimaksud, ialah Fujinkai (Laskar Wanita), Gakutotai (Barisan Pelajar), Suisyintai (Barisan Pelopor), dan Hizbullah ialah organisasi Islam yang memperoleh latihan militer seperti Seinendan dan Keibodan.

-            Dalam semua organisasi terdapat pengajaran (indoktrinasi) yang sungguh-sungguh dan disiplin keras menurut kepentingan pihak Jepang. Pada akhir perang terdapat lebih dari dua juta pemuda Indonesia berada dalam organisasi-organisasi semacam itu, dan kira-kira 60 persen dari mereka berada di dalam organisasi kepemudaan yang bersifat kewaspadaan (keibodan).

 

Pengaruh Kebijakan Pemerintah Pendudukan Jepang terhadap Pergerakan Kebangsaan Indonesia

Seluruh kebijakan pemerintah Pendudukan Jepang yang pokok-pokoknya sebagaimana telah dikemukakan dibagian terdahulu ialah merupakan keyakinan pihak Jepang sendiri untuk dapat mempertahankan daerah pendudukannya yang begitu luas dan menopang upaya perang Jepang serta rencana-rencananya bagi penguasaan ekonomi jangka panjang di Asia Timur dan Tenggara serta persiapan utamanya  melawan Sekutu.

Perubahan dalam kehidupan masyarakat yang pada akhimya memungkinkan terjadinya revolusi Indonesia. Dengan kata lain, Jepang telah memberi sumbangan langsung bagi terjadinya suatu revolusi. Sebab, berbagai pendidikan, latihan maupun organisasi-organisasi yang didirikannya, seperti tonarigumi, Peta (Pembela Tanah Air), Heiho dan segenap laskar serta seluruh organisasi lainnya menjadi milik bangsa yang sangat berharga untuk menyongsong dan mengisi kemerdekaan Indonesia. Dengan demikian, semua kebijakan pendudukan Jepang memberikan kematangan kepada para pejuang dan pemuda Indonesia khususnya pembentukan tenaga-tenaga kemiliteran di kalangan pemuda membuat mereka tertarik kepada cara-cara bersenjata dan berhasil menyiagakan tenaga-tenaga militer pada perjuangan kemerdekaan 1945.

 

Bentuk-bentuk Interaksi Indonesia-Jepang di Bidang Politik pada Masa Pendudukan Militer

Sekalipun kegiatan politik dilarang dan semua perkumpulan yang ada dibubarkan secara resmi oleh pihak Jepang pada bulan Maret 1942, ternyata tidak dapat menyapu bersih cita-cita rakyat ingin merdeka. Bentuk-bentuk perlawanan dan pergerakan kebangsaan Indonesia terus bermunculan di berbagai daerah. Berikut ini, contoh bentuk-bentuk perlawanan dan pergerakan kebangsaan Indonesia yang penting diketahui pada kesempatan ini.

1.        Gerakan Diplomatik

Sebelum meletus Perang Dunia II, di Indonesia sudah terdapat tokoh-tokoh terkemuka gerakan nasionalis. Syahrir dan Hatta adalah di antaranya. Dalam situasi baru kekuasaan Jepang, Hatta akan bekerja sama dengan Jepang untuk berusaha mengurangi kekerasan-kekerasan pemerintahan Jepang, dan akan mengolah perkembangan-perkembangan untuk mencapai kepentingan bangsa Indonesia. Adapun Syahrir berbeda dari Hatta, ia tetap menjauhkan diri dan membentuk suatu jaringan "bawah tanah”. Ketetapan Syahrir memperoleh dukungan para mantan anggota PNI-Baru. Walaupun demikian, Syahrir dan Hatta, tetap menjalin hubungan untuk membangun kekuatan-kekuatan saling melengkapi.

Pada tanggal 9 Juli 1942, Soekarno bergabung dengan Hatta dalam kerja sama dengan Jepang, demi tujuan lebih luhur, yaitu kemerdekaan. Soekarno dan Hatta mulai segera mendesak pihak Jepang supaya membentuk organisasi politik massa di bawah pimpinan mereka. Permintaan ini, tidak langsung dikabulkan. Hubungan Soekarno-Hatta dengan pihak Jepang terus berlangsung sehingga Laksamana Madya Maeda Tadashi, penghubung angkatan darat-angkatan laut di Jakarta, pada bulan April dan Juni 1945 mendanai perjalanan pidato Soekarno dan Hatta keliling ke Makassar, Bali dan Banjarmasin.

2.        Gerakan Bawah Tanah

Bukan hanya Syahrir yang membina pergerakan kebangsaan dalam jaringan "bawah tanah”, Amir Syarifuddin, seorang pemimpin terkemuka dari masa sebelum perang, adalah pelaku kegiatan perlawanan bawah tanah yang aktif di Indonesia. Polisi militer Jepang menembus jaringan bawah tanah dan organisasi Amir, sehingga pada bulan Januari 1943, Amir bersama lima puluh tiga orang lainnya ditangkap. Pada bulan Februari 1944, beberapa orang pembantunya dihukum mati. Hukuman Amir Syarifuddin diperingan menjadi seumur hidup karena adanya permintaan Soekarno dan Hatta.

 

3.        Pemberontakan - Pemberontakan di Berbagai Daerah di Indonesia

Hasil dari pemberontakan rakyat Indonsesia pihak Jepang menyadari serta merasa takut, bahwa mungkin mereka tidak akan dapat mengendalikan kekuatan militer Indonesia yang telah mereka ciptakan sendiri. Perasaan takutnya tu semakin menjadi-jadi pada bulan Maret ketika angkatan bersenjata serupa di Birma berhasil melawan mereka dan bergabung dengan tentara Sekutu. Maka pada bulan Maret tahun 1945, pihak Jepang mengumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia: dan perkembangan berikutnya, terbentuk pula Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

a.       Latar belakang munculnya pemberontakan - pemberontakan terhadap Jepang, antara lain:

-            Penindasan-penindasan yang dilakukan Jepang menimbulkan rakyat sengsara, seperti romusha perampasan bahan makanan, dan penyiksaan. |

-            Adanya kewajiban saikeirei yaitu penghormatan kepada Tenno (kaisar) Jepang yang dianggap dewa dengan membungkukkan badan dalam-dalam dan menghadap ke arah Tokyo.

b.      Pemberontakan rakyat antara lain :

-            Pemberontakan petani terhadap Jepang di Aceh dipimpin seorang ulama muda pada bulan November 1942, hanya dapat tumpas pihak Jepang. Dalam pemberontakan itu terdapat korban seratus lebih dari pihak Aceh dan hanya delapan belas orang dari pihak Jepang.

-            Di Kalimantan Barat dan Selatan, perelawan dari kalangan orang Cina, para pejabat, bahkan para sultan. Tetapi dihancurkan melalui penangkapan -penangkapan di Kalimantan Selatan pada bulan Juli 1943, dan dengan pengejaran terhadap sedikitnya 1.000 orang termasuk dua belas orang sultan, di Kalimantan Barat antara September 1943 dan awal tahun 1944.

-            Februari 1944, perlawanan serius pertama kaum tani di Jawa terhadap kewajiban menyerahkan beras. Perlawanan ini meletus di desa Priangan dengan dan berhasil ditumpas Jepang secara kejam. Kepemimpinannya dipangku Kiai NU bernama K.H Zainal Mustopa di Tasikmalaya  dan murid-muridnya. Bersamaan dengan peristiwa ini (Februari 1944), Pasukan Amerika berhasil mengusir Jepang dari Kwayalin di Kepulauan Marshall, dan pada bulan September pasukan Amerika mendarat di Morotai, di dekat Halmahera di bagian timur Indonesia. Kejadian tersebut sangat berpengaruh sehingga tanggal 7 September 1944 Perdana Menteri Koiso menjanjikan kemerdekaan bagi "Hindia Timur" (Indonesia istilah dalam bahasa Jepang yang berlaku sampai bulan April 1954). Sejak itu bendera Indonesia boleh dikibarkan di kantor-kantor kebaktian Jawa (Jawa Hokokai).

-            Pemberontakan-pemberontakan selanjutnya yang dipimpin para haji di Jawa Barat pada bulan Mei dan Agustus, maka sejak itu dan seterusnya protes-protes kaum tani semakin berkembang. Jepang segera mendirikan cabang-cabang kantor urusan agama di seluruh Jawa, serta pada bulan Agustus, Jepang mengangkat Hasyim Asy'ary (yang dijalankan putranya, Wahid Hasyim) sebagai kepala kantor itu. Akan tetapi, sekali berkobar, kekuatan revolusi Islam pedesaan tersebut tidak dapat dikuasai dengan mudah. Para pemuda berpendidikan mulai menggalang jaringan-jaringan bawah tanah, yang dalam banyak hal ada di bawah pengaruh Syahrir.

-            Pada bulan Februari 1945, sikap (detasemen) Peta (Pembela Tanah Air) di Blitar (Jawa Timur) menyerang gedung persenjataan Jepang dan membunuh beberapa orang serdadu Jepang. Enam puluh delapan orang prajurit Peta diajukan ke depan Mahkamah Militer, delapan orang di antaranya dihukum mati, dan empat orang pejabat Indonesia dipaksa melepaskan jabatannya. Perlawanan Peta lainnya di Aceh pada bulan November 1944 yang dipimpin Teuku Hamid, kemudian di Gumilir, Cilacap yang dipimpin Khusaeri, seorang komandan regu Peta. ,

 

Dampak Kebijakan Imperialisme Jepang di Indonesia

1.        Bidang Politik dan Militer

Pada masa pendudukan Jepang, pemerintah militer Jepang melarang semua organisasi-organisasi pergerakan nasional. Kecuali organisasi-organisasi resmi yang dibentuk oleh Jepang sebagai sarana perjuangan misalnya Putera, Peta, Seinendan, Keibodan dan lain-lain. Perjuangan ini dikenal dengan perjuangan legal. Sebagian pemimpin lagi menolak kerja sama dengan Jepang, mereka berjuang di bawah tanah atau ilegal seperti Amir Syarifudin, Sutan Syahrir, Sukarni dan lain-lain.  

Pada tahun 1943 Jepang membentuk barisan militer pemuda tujuannya untuk melatih dan mendidik para pemuda Indonesia mampu mempertahankan tanah airnya dengan kekuatan sendiri, tetapi tujuan sebenarnya adalah untuk memperoleh tenaga cadangan yang cukup untuk kalangsungan perang Jepang

 

2.        Bidang Sosial dan Ekonomi

Pada masa pendudukan Jepang rakyat dikerahkan untuk membangun kepentingan militer misalnya lapangan terbang darurat, jalan, jembatan, benteng pertahanan, gua perlindungan, dan lain-lain. Semula pengerahan secara sukarela dengan cara gotong royong (kinroohosi). Akan tetapi, di tempat-tempat pekerjaan banyak timbul penderitaan hebat sehingga rakyat menolak yang mendorong pemerintahan militer Jepang mengerahkan tenaga kerja rakyat secara paksa yang lebih dikenal romusha. Penderitaan hebat para romusha menimbulkan ribuan rakyat meninggal dunia dan hilang karena banyak dikirim ke luar wilayah Indonesia.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan logistik militer, pemerintah militer Jepang membuat aturan tentang ekonomi yang ketat. Pemerintah menguasai dan mengawasi produksi dan distribusi bahan pangan, melakukan pembatasan barang-barang bersifat kenikmatan seperti teh, kopi, coklat, tetapi meningkatkan barang-barang yang menunjang perang, mengharuskan rakyat menyetorkan hasil panen 309c kepada pemerintah, 3096 kepada lumbung padi untuk bibit dan sisanya 4096 milik rakyat. Bahkan dalam keadaan mendesak seluruh hasil panen rakyat dirampas Jepang. Terjadilah kelaparan hebat dan kematian dalam jumlah besar. Begitu pun pada masa Jepang, rakyat kekurangan bahan pakaian (sandang) sehingga terpaksa menggunakan pakaian dari karung goni atau karet.

 

3.        Bidang Kebudayaan

Pada masa Jepang, komunikasi antar daerah di Indonesia dikendalikan oleh Jepang sehingga Indonesia tertutup baik ke dalam maupun ke luar. Bahasa yang digunakan adalah Jepang dan Indonesa, sedangkan bahasa Belanda dan Inggris dilarang. Nama-nama kota yang berbau Belanda diganti seperti Batavia jadi Jakarta, Buitenzorg menjadi Bogor. Sastra yang dihasilkan berdasarkan anjuran pemerintah harus ditujukan untuk memenangkan perang Asia Timur Raya dan ditampilkan karya-karya sastra pengganti pengaruh Barat. Untuk menampung berbagai kegiatan budaya maka didirikanlah pusat kebudayaan yaitu Keimin Bunka Shidoso.

 

Akhir Pendudukan Jepang Di Indonesia

Sejak bulan Februari 1945, pihak Jepang sudah menyadari akan kehilangan kekuasaan. Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk menghapuskan kekangan - kekangan yang masih ada terhadap kekuatan rakyat Indonesia. Pada bulan Maret 1945, pihak Jepang mengumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Pada tanggal 28 Mei 1945 dibentuk Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dengan pengurusnya terd ri atas 60 orang tokoh bangsa Indonesia, di antaranya: K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat menduduki jabatan ketua, dan R.P. Suroso duduk sebagai kepala sekretariat, sedangkan Soekarno, Hatta, K.H. Mas Mansyur, Ki Hajar Dewantara, H. Agus Salim, Soetardjo Kartohadikoesoemo, Abikusno Tjokrosuyoso, Ki Bagus Hadikusumo, Wachid Hasyim, Mohammad Yamin, dan yang lain-lain duduk sebagai anggota.

BPUPKI menyelenggarakan sidang sebanyak dua kali. Sidang BPUPKI pertama diselenggarakan tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945. Sidang BPUPKI yang kedua diselenggarakan pada tanggal 10 sampai tanggal 16 Juli 1945. Dalam sidang pertama, BPUPKI mendapatkan beberapa usulan atau beberapa pandangan tentang lima asas atau dasar negara kebangsaan Indonesa atau falsafah negara kebangsaan Indonesia merdeka, yaitu diberi nama "Pancasila”.

BPUPKI mengakhiri tugasnya setelah sidang kedua, yaitu setelah sidang berhasil membuat rancangan konstitusi pertama Indonesia yang menghendaki sebuah republik kesatuan dengan jabatan kepresidenan yang sangat kuat, dan menetapkan bahwa negara tersebut tidak hanya akan meliputi Indonesia saja, tetapi juga Malaya dan wilayah-wilayah Inggris di Kalimantan (Borneo). Setelah sidang kedua selesai, BPUPKI dibubarkan dan sebagai gantinya pada tanggal 7 Agustus 1945 dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Tanggal 9 Agustus 1945, Soekarno, Hatta, dan Radjiman Wedyodiningrat terbang ke Saigon untuk menemui panglima tentara Jepang di Asia Tenggara yang bermarkas besar di Vietnam Selatan. Mereka menemui Panglima Tertinggi Terauchi di Dalat (Vietnam Selatan) pada tanggal 11 Agustus 1945. Kepada mereka, Terauchi menjanjikan kemerdekaan bagi seluruh bekas wilayah Hindia Belanda, tetap memveto penggabungan Malaya dan wilayah-wilayah Inggris di Kalimantan.

Pada tanggal 18 Agustus 1945, sehari setelah memproklamasikan kemerdekaan Indonesia sebagai negara merdeka, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menyelenggarakan sidang pertama. Dalam sidang ini, PPKI melakukan perubahan atau penyempurnaan rancangan konstitusi dan dasar negara yang dihasilkan sidang-sidang BPUPKI, dan akhirnya sidang PPKI berhasil, dengan demikian, proses penyusunan dasar dan konstitusi untuk negara berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat di atas dasar Pancasila dan UUD 1945. Untuk pertama kalinya negara ini dipimpin oleh Soekarno dan Hatta sebagai presiden dan wakil presiden negara Republik Indonesia, serta didampingi oleh suatu badan musyawarah yang disebut Komite Nasional. Berarti Indonesia sudah memenuhi syarat-syarat sebagai sebuah negara. yang meliputi: pertama, adanya rakyat, yaitu bangsa Indonesia. Kedua, adanya wilayah, yaitu tanah air Indonesia. Ketiga, adanya kedaulatan, yaitu sejak diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Keempat, penyelenggara pemerintahan, yaitu presiden dan wakil presiden beserta adanya badan musyawarah.



Sumpah Pemuda

 

Latar Belakang Sumpah Pemuda

Usaha untuk menuju persatuan dan kesatuan antarorganisasi pemuda ditempuh dengan cara melaksanakan kongres yang kemudian dikenal dengan Kongres Pemuda Indonesia. Kongres Pemuda I dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 30 April 2 Mei 1926, oleh sebuah komite dengan susunan sebagai berikut.

Ketua : M. Tabrani

Wakil Ketua : Sumarto .

Sekretaris : Jamaludin

Bendahara : Suwarso

Pembantu : Bahder Johan, Sumarto, Yan Toule Soulehuwiy, dan Paul

Pinontuan, Hamami, dan Sanusi Pane

Tujuan kongres adalah untuk menanamkan semangat kerja sama antarperkumpulan pemuda untuk menjadi dasar persatuan Indonesia dalam arti yang lebih luas. Usaha menggalang persatuan dan kesatuan dalam Kongres Pemuda I ini belum terwujud, karena rasa kedaerahan masih kuat. Sementara itu para pelajar di Jakarta dan Bandung melihat adanya dua kepentingan yang bertentangan dalam penjajahan, yang mereka sebut sebagai antitese kolonial yang sangat merugikan pihak Indonesia. Antitese ini akan dihapus apabila penjajahan sudah lenyap. Untuk itu, maka para pelajar dari berbagai daerah pada bulan September 1926 mendirikan Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) di Jakarta. PPPI bertujuan memperjuangkan Indonesia merdeka.

Pada tahun 1928 alam politik di Indonesia sudah dipenuhi oleh jiwa persatuan. Rasa kebangsaan dan cita-cita Indonesia merdeka telah menggema di jiwa para pemuda Indonesia. Atas inisiatif PPPI, maka diadakan Kongres Pemuda II di Jakarta, yang dihadiri oleh utusan organisasi-organisasi pemuda dan berhasil diikrarkan sumpah yang dikenal dengan nama Sumpah Pemuda. Kongres Pemuda II diselenggarakan pada tanggal 27-28 Oktober 1928, dengan susunan Panitia Penyelenggara sebagai berikut.

Ketua : Sugondo Joyopuspito (dari PPPI).

Wakil Ketua : Joko Mursid (dari Jong Java).

Sekretaris : Muh. Yamin (dari Jong Sumatranen Bond)

Bendahara : Amir Syarifuddin ( dari Jong Batak Bond)

Anggota : Johan Mohammad (dari Jong Islamieten Bond), Senduk (dari

Jong Selebes), J. Leimena (dari Jong Ambon), Rohyani (dari Pemuda Kaum Betawi).

Maksud dan tujuan Kongres Pemuda II ialah :

a. Hendak melahirkan cita-cita perkumpulan Pemuda Indonesia.

b. Membicarakan masalah pergerakan Pemuda Indonesia.

c. Memperkuat perasaan kebangsaan dan memperteguh persatuan Indonesia.

Isi Sumpah Pemuda ialah:

Pertama : Kami putra dan putri Indonesia bertumpah darah satu, Tanah Indonesia.

Kedua : Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia.

Ketiga : Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan Bahasa Indonesia.

Pada Kongres tersebut dikumandangkan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya ciptaan Wage Rudolf Supratman, dan dikibarkan Bendera Merah Putih yang dipandang sebagai bendera pusaka bangsa Indonesia. Peristiwa Sumpah pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 merupakan salah satu puncak Pergerakan Nasional, maka sampai sekarang peristiwa bersejarah ini diperingati sebagai hari Sumpah Pemuda.

Perubahan Manifesto Politik Pergerkan Nasional

 

        Asas Perhimpunan Indonesia sebagai Manifesto Politik Pergerakan Nasional mengalami perubahan dari zamal awal Pergerakan Nasional. Beberapa organisasi terbentuk mempunyai tujuan dan pola yang berbeda dari masa awal pergerakan nasional. Berikut ini organisasi yang terbentuk dalam perkembangan Pergerakan Nasional : 

1.        Perhimpunan Indonesia (PI)

Merupakan penjelmaan dari Indische Vereeniging yang didirikan oleh mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di negeri Belanda pada tahun 1908. Mereka itu antara lain, Sutan Kesayangan, R.N. Notokusumo, R.P. Sastrokartono, R. Husein Jayadiningrat, dan Notodiningrat. Pada mulanya hanya bersifat organisasi sosial yang berjuang untuk mengurus kepentingan bersama orang-orang Indonesia yang berada di negeri Belanda. Kedatangan tiga tokoh Indische Partij di negeri Belanda tahun 1913 (sebagai orang buangan), unsur politik mulai masuk dalam tubuh Indische Vereeniging.

Setelah Perang Dunia I, jumlah mahasiswa Indonesia yang belajar ke negeri Belanda makin banyak. Hal ini makin memengaruhi perkembangan Indische Vereeniging, semangat nasionalisme makin kuat sehingga sifat organisasi sosial beralih ke organisasi politik. Mereka tidak hanya sekadar menuntut ilmu, akan tetapi juga harus berjuang memikirkan nasib bangsanya.

Pada tahun 1922, nama Indische Vereeniging diubah menjadi Indonesische Vereeniging dan kemudian pada tahun 1925 menjadi Perhimpunan Indonesia. Majalah mereka yang terbit sejak tahun 1916 dengan nama Hindia Putra diganti menjadi Indonesia Merdeka (1924). Dengan perubahan itu maka terjadi pula perubahan dasar pemikiran dan orientasi pergerakan mereka. Gerakan mereka menjadi radikal dan dengan tegas menginginkan Indonesia merdeka.

Untuk mendapatkan perhatian dunia dan mencari dukungan perjuangan Indonesia, maka PI ikut serta dalam organisasi internasional seperti Liga Demokrasi Internasional di Paris (1926), Liga Penentang Imperialis dan Kolonialis di Brussel (1927), Kongres Wanita Internasional di Swiss (1927), dan juga Liga Komintern di Berlin (1927).

Aktivitas PI di Eropa dan pengaruhnya yang makin kuat di Indonesia mulai dicurigai oleh pemerintah kolonial Belanda. Atas tuduhan menghasut untuk ' memberontak terhadap pemerintah, pada pada tanggal 10 September 1927 keempat tokoh PI yaitu: Moh. Hatta, Nasir Datuk Pamuncak, Abdulmajid Joyodiningrat dan Ali Sastroamijoyo ditangkap dan diadili. Di dalam pemeriksaan sidang pengadilan di Den Haag pada bulan Maret 1928, mereka terbukti tidak bersalah kemudian dibebaskan. Selanjutnya gerak PI terus diawasi dengan ketat.

Di tanah air pengaruh PI sangat kuat dan berdasarkan ilham dari perjuangan PI maka berdirilah Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) tahun 1926 di Jakarta, dan Partai Nasional Indonesia (PNI) tahun 1927 di Bandung.

2.        Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI)

Kesadaran akan pentingnya persatuan dan kesatuan untuk mencapai “kemerdekaan, dimulai oleh tokoh-tokoh pergerakan nasional. Atas prakarsa w Soekarno (PNI) dan dr. Sukiman ( SI) yang tergabung dalam Komite Persatuan Indonesia, maka pada tanggal 17 Desember 1927 lahirlah Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) di Bandung. PPPKI merupakan federasi (gabungan) dari berbagai macam organiasi.

Organisasi yang tergabung dalam PPPKI adalah PNI, SI, BU, Pasundan, Sumatranen Bond, Kaum Betawi, Indonesische Studie Club dan Algemene Studie Club. Adapun tujuan PPPKI ialah sebagai berikut.

-            Untuk menyamakan arah aksi kebangsaan dari berbagai organisasi atau perkumpulan.

-            Menghindari perselisihan antaranggota yang hanya akan melemahkan dan merugikan perjuangan.

-            Memperkuat dan memperbaiki organisasi serta melakukan kerja sama dalam perjuangan.

Pada tahun 1933 Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia diubah namanya menjadi Persatuan PerhimpunanPerhimpunan Politik Kemerdekaan Indonesia. Dengan terbentuknya PPPKI ini diharapkan akan terjadi interaksi ke arah persatuan antaranggota berbagai jenis organisasi dengan ideologi, asas atau dasar, tujuan, haluan dan sikap yang berbeda. Itulah sebabnya perselisihan-perselisihan tidak dapat dihindarkan. PPPKI kemudian tidak mempunyai kekuasaan, banyak organisasi yang keluar dan akhirnya bubar (1935).

3.        Partai Indonesia Raya (Parindra)

Usaha penyatuan antarperhimpunan pergerakan nasional terwujud dengan berdirinya Partai Indonesia Raya (Parindra). Parindra merupakan hasil fusi dan Budi Utomo (BU) dengan Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) dalam kongres fusinya tanggal 24-26 Desember 1935 di Solo. Sebagai ketua terpilih dr. Sutomo (PBI), dan Wakil Ketua, Wuryaningrat (BU) dengan kantor pusat di Surabaya Organisasi lain yang kemudian bergabung ke dalam Parindra ialah Sareka Minahasa, Sarekat Ambon, Perkumpulan Kaum Betawi, Sarekat Selebes, dan Sarekat Sumatra.

Pada saat berdirinya Parindra telah memiliki 53 cabang dengan 2.425 orang anggota, dan pada tahun 1936 naik menjadi 57 cabang dengan 3.425 orang anggota. Dalam kongresnya yang pertama di Jakarta pada tanggal 14-18 Mei 1937, Parindra mengambil sikap moderat ("luwes") tidak bersikap kooperatif dan juga nonkooperatif. Sikap moderat dinilai sangat fleksibel dan lebih menguntungkan, dengan situasi dan kondisi serta kepentingan bangsa. Dengan sikap moderat, Parindra dapat mendudukkan wakilnya di dalam Volkrsraad, yaitu Muh. Husni Tamrin.

Usaha Parindra lebih banyak dicurahkan dalam pembangunan terutama di bidang ekonomi dan sosial, antara lain sebagai berikut.

-            Mendirikan poliklinik-poliklinik.

-            Mendirikan Rukun Tani untuk membantu dan memajukan kaum tani

-            Membentuk sarekat-sarekat kerja.

-            Menganjurkan swadesi dalam bidang ekonomi, ditempuh dengan mendirikan bank-bank yang berpusat pada Bank Nasional Indonesia di Surabaya.

-            Membentuk Rukun Pelayaran Tani (Rupelin), untuk membantu dan memajukan pelayaran dari bangsa Indonesia.

-            Mendirikan organisasi pemuda berbentuk kepanduan dengan nama Surya Wirawan. Akibat kegagalan Petisi Sutardjo, Parindra kemudian mengambil prakarsa untuk menggalang persatuan politik menunju pembentukan badan konsentrasi nasional, yang disebut Gabungan Politik Indonesia ( GAPI).

4.        Petisi Sutardjo

Gagasan dari petisi ini dicetuskan oleh Sutardjo Kartohadikusumo, Ketua Persatuan Pegawai Bestuur (Pamong Praja) Bumiputera (PPBB). Usulan ini didasarkan pada pasal 1 UUD Kerajaan Belanda yang berbunyi bahwa Kerajaan Nederland (Belanda) meliputi wilayah Nederland, Hindia Belanda, Suriname Curasao. Menurut pendapat Sutardjo keempat wilayah itu di dalam kerajaan Nederland mempunyai derajat yang sama. Usulan ini mendapat dukungan oleh .Ratu Langi (Sulawesi/Kristen), Datuk Tumenggung (Sumatra/Islam), Alatas (Arab/Islam), I.J. Kasimo (Jawa/Katolik), dan Ko Kwat Tiong (Cina/Budha). Dukungan ini menurut Sutardjo mencerminkan keinginannya bahwa usul petisi ini didukung oleh berbagai golongan dan agama yang ada di Indonesia.

Usul Petisi yang kemudian dikenal dengan nama "Petisi Sutardjo", diajukan pada tanggal 15 Juli 1936 kepada pemerintah Belanda. Isi petisi ialah permohonan supaya diselenggarakan suatu musyawarah antara wakil-wakil Indonesia dan Belanda di mana anggota-anggotanya mempunyai hak yang sama. Tujuannya ialah untuk menyusun suatu rencana yang isinya adalah pemberian kepada Indonesia suatu pemerintahan yang berdiri sendiri dalam batas pasal 1 UUD Kerajaan Belanda.

Berdasarkan keputusan Kerajaan Belanda No. 40 tanggal 16 Nopember 1938, petisi Sutardjo yang diajukan atas nama Volksraad ditolak oleh Ratu Belanda. Alasan penolakannya antara lain "bahwa Indonesia belum matang untuk memikul tanggung jawab memerintah diri sendiri", Penolakan ini sangat mengecewakan para pemimpin Pergerakan Nasional.

5.        Majelis Islam A'la Indonesia

Bangsa Indonesia makin sadar akan pentingnya membentuk wadah persatuan untuk menghadapi tekanan pemerintah Belanda. Hal ini muncul dari kalangan organisasi Islam dengan nama Majelis Islam A'la Indonesia (MIA). MIAI didirikan di Surabaya pada tanggal 25 September 1937, atas prakarsa tokoh tokoh Muhammadiyah ( K.H. Mansur) dan N.U. (K.H. Wachid Hasyim), MIAI merupakan badan federasi organisasi-organisasi Islam, antara lain Muhammadiyah, NU, PSII, PII, Persatuan Ulama Indonesia, Al Washiliyah, Al Islam dan Wasmusi (Wartawan Muslimin Indonsia) dengan K.H. Wachid Hasyim sebagai ketua. Tujuan MIAI adalah untuk mempererat hubungan antarorganisasi Islam Indonesia dan kaum Islam di luar Indonesia serta menyatukan suara-suara untuk membela keluhuran Islam.

6.        Gabungan Politik Indonesia ( GAPI)

Suatu gagasan untuk membina kerja sama di antara partai-partai politik dalam bentuk federasi, muncul lagi pada tahun 1939 tepatnya pada tanggal 21 Mei 1939 yakni dengan terbentuknya Gabungan Politik Indonesia (GAPI) oleh Muh. Husni Thamrin. GAPI merupakan gabungan dari Parindra, Gerindo, PSII, Persatuan Partai Katolik, Persatuan Minahasa, Pasundan dan Partai Islam Indonesia (PII). Alasan yang mendorong dan mempercepat terbentuknya federasi, ialah:

-            Kegagalan Petisi Sutardjo.

-            Sikap pemerintah kolonial yang kurang memerhatikan kepentingan bangsa Indonesia.

-            makin gawatnya situasi intemasional sebagai akibat perkembangan fasisme.

Dalam GAPI ditegaskan bahwa masing-masing partai tetap mempunyai kemerdekaan penuh terhadap program kerjanya masing-masing dan apabila timbul perselisihan antarpartai, GAPI bertindak sebagai penengah. Di dalam konferensi yang pertama pada tanggal 4 Juli 1939 dicanangkan tuntutan GAPI “Indonesia Berparlemen". Maksudnya menuntut adanya suatu Dewan Perwakilan Rakyat yang berdasarkan sendi-sendi demokratis. Sementara itu di Eropa telah meletus Perang Dunia II.

GAPI mengingatkan adanya bahaya besar yang akan mengancam pemerintah Hindia Belanda dan masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, GAPI mengeluarkan suatu pernyataan yang dikenal dengan nama Manifest GAPI (20 September 1939). Isinya mengajak kerja sama rakyat Indonesia dan Belanda untuk menghadapi bahaya fasisme. Hal ini dapat terlaksana apabila Belanda memberikan hak-hak baru dalam pemerintahan kepada bangsa Indonesia berdasarkan hakikat demokrasi. Untuk mencapai tujuan yang dicita - citakan, GAPI menyelenggarakan Kongres Rakyat Indonesia yang pertama di Jakarta pada tanggal 25 Desember 1939. Kongres mengambil keputusan antara lain:

-            Kongres Rakyat Indonesia menjadi badan tetap.

-            Aksi Indonesia Berparlemen dilanjutkan melalui panitia-panitia setempat yang telah dibentuk di seluruh daerah di bawah pimpinan GAPI.

-            Menetapkan bendera Merah Putih dan lagu Indonesia Raya sebagai bendera dan lagu persatuan Indonesia serta peningkatan bahasa Indonesia bagi rakyat Indonesia.

Pada bulan Agustus 1940, negeri Belanda telah dikuasai oleh Jerman dan Indonesia dinyatakan dalam keadaan darurat perang, GAPI kembali mengeluarkan resolusi menuntut adanya perubahan ketatanegaraan. Isi resolusi yaitu mengganti Volksraad dengan Parlemen sejati yang anggota-anggotanya dipilih oleh rakyat dan mengubah fungsi kepala-kepala departemen menjadi menteri yang bertanggung jawab kepada Parlemen tersebut.

Untuk menanggapi resolusi GAPI, tanggal 14 September 1940 dibentuk Komisi Visman yang bertugas untuk menyelidiki dan mempelajari perubahanperubahan ketatanegaraan. Hasilnya sia-sia sebab Komisi Visman tidak melaksanakan tugas sebagaimana mestinya. Sementara itu situasi makin gawat dan rakyat akhirnya termakan oleh propaganda Jepang yang bersemboyan "pembebasan bangsa-bangsa Asia dari penjajahan bangsa-bangsa Barat". Demikianlah situasi hubungan antara nasionalisme Indonesia dengan kolonialisme Belanda ketika tentara Jepang memasuki Indonesia.

Organisasi Awal Pergerakan Nasional

 

Perkembangan Nasionalisme Indonesia

Berkembangnya nasionalime di Indonesia diwujudkan dalam bentuk organisasi Pergerakan Nasional. Adapun macam-macam organisasi Pergerakan Nasional adalah sebagai berikut.

1.        Budi Utomo (BU)

Organisasi Budi Utomo (BU) didirikan pada tanggal 20 Mei 1908 oleh para mahasiswa STOVIA di Jakarta, dengan Sutomo sebagai ketuanya. Terbentuknya organisasi tersebut atas ide dr. Wahidin Sudirohusodo yang sebelumnya telah berkeliling Jawa untuk menawarkan idenya yakni membentuk Studiefounds. Gagasan Studiesfounds yang bertujuan untuk menghimpun dana guna memberikan beasiswa bagi pelajar yang berprestasi namun tidak mampu melanjutkan studinya tidak terwujud dan muncullah BU.

Tujuan BU adalah memajukan pengajaran dan kebudayaan. Tujuan tersebut ingin dicapai dengan usaha-usaha sebagai berikut.

a. Memajukan pengajaran.

b. Memajukan pertanian, peternakan, dan perdagangan.

c. Memajukan teknik dan industri.

d. Menghidupkan kembali kebudayaan.

Sampai dengan akhir tahun 1909, telah berdiri 40 cabang BU dengan jumlah anggota mencapai 10.000 orang. Akan tetapi dengan adanya kongres tersebut tampaknya terjadi pergeseran pimpinan dari generasi muda ke generasi tua. Banyak anggota muda yang menyingkir dari barisan depan dan anggota BU kebanyakan dari golongan priyayi dan pegawai negeri. Dengan demikian maka sifat "protonasionalisme" dari para pemimpin yang tampak pada awal berdirinya BU, terdesak ke belakang. Strategi perjuangannya, BU pada dasarnya bersifat kooperatif. |

2.        Sarekat Islam (SI)

Tiga tahun setelah berdirinya BU, yakni tahun 1911 berdirilah Sarekat  Dagang Islam (SDI) di Solo oleh H. Samanhudi, seorang pedagang batik dari Laweyan Solo. Organisasi SDI berdasar pada dua hal, yakni agama Islam dan Ekonomi untuk memperkuat diri dari pedagang Cina yang berperan sebagai leveransir (seperti kain putih, malam, dan sebagainya).

Atas prakarsa H.O.S. Cokroaminoto, nama SDI kemudian diubah menjadi Sarekat.Islam (SI), dengan tujuan untuk memperluas anggota dan tidak hanya terbatas pada pedagang saja. Berdasarkan Akte Notaris pada tanggal 10 September 1912 , ditetapkan tujuan SI sebagai berikut.

-            Memajukan perdagangan

-            Membantu para anggotanya yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha (permodalan)

-            Memajukan kepentingan rohani dan jasmani penduduk asli.

-            Memajukan kehidupan agama Islam.

Mengingat perkembangan SI yang begitu pesat, maka timbullah kekhawatiran dari pihak Gubernur Jenderal Indenberg, sehingga permohonan SI sebagai organisasi nasional yang berbadan hukum ditolak, dan hanya diperbolehkan berdiri secara lokal. Pada tahun 1914 telah berdiri 56 SI lokal yang diakui sebagai badan hukum.

Sifat SI yang demokratis dan berani serta berjuang terhadap kapitalisme untuk kepentingan rakyat kecil, sangat menarik perhatian kaum sosialis kiri yang tergabung dalam Indische Social Democratische Vereeniging (ISDV) pimpinan Sneevliet (Belanda), Semaun, Darsono, Tan Malaka, dan Alimin (Indonesia). Itulah sebabnya dalam perkembangannya SI pecah menjadi dua kelompok, yakni: Kelompok nasionalis religius (nasionalis keagamaan) yang dikenal dengan SI Putih, dengan asas perjuangan Islam di bawah pimpinan H.O.S. Cokroaminoto. Kelompok ekonomi dogmatis yang dikenal dengan nama SI Merah, dengan haluan sosialis kiri di bawah pimpinan Semaun, dan Darsono.

3.        Indische Partij (IP)

Indische Partij (IP) didirikan di Bandung-pada tanggal 25 Desember 1912 oleh Tiga Serangkai, yakni Douwes Dekker (Setyabudi Danudirjo), dr. Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Oleh karena sifatnya yang progresif, menyatakan diri sebagai partai politik dengan tujuan yang tegas yakni Indonesia merdeka: maka pemerintah kolonial menolak untuk memberikan badan hukum, dengan alasan IP bersifat politik dan hendak mengancam ketertiban umum.

Namun demikian para pemimpin IP masih terus mengadakan propaganda untuk menyebarkan gagasan - gagasannya. Satu hal yang sangat menusuk perasaan pemerintah Hindia Belanda adalah tulisan Suwardi Suryaningrat yang berjudul "Aisikeen Nederlander was' (Seandainya Saya Seorang Belanda), yang isinya berupa sindiran terhadap ketidakadilan di daerah jajahan. Oleh karena kegiatannya sangat mencemaskan pemerintah Belanda, pada. bulan Agustus 1913 ketiga pemimpin IP dijatuhi hukuman buang dan mereka memilih negeri Belanda sebagai tempat pembuangannya.

Organisasi ini mempunyai cita-cita untuk menyatukan semua golongan yang ada di Indonesia, baik golongan Indonesia asli maupun golongan Indo, Cina, Arab, dan sebagainya. Mereka akan dipadukan dalam kesatuan bangsa dengan semangat nasionalisme Indonesia. Cita-cita IP banyak disebarluaskan melalui surat kabar De Expres.

 

4.        Muhammadiyah

Muhammadiyah didirikan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan di Yogyakarta pada anggal 18 November 1912. Asas perjuangannya ialah Islam dan kebangsaan ndonesia, sifatnya nonpolitik. Muhammadiyah bergerak di bidang keagamaan, sendidikan dan sosial, menuju kepada tercapainya kebahagiaan lahir batin. Tujuan Muhammadiyah adalah sebagai berikut.

-            Memajukan pendidikan dan pengajaran berdasarkan agama Islam.

-            Mengembangkan pengetahuan ilmu agama dan cara-cara hidup menurut agama Islam.

Untuk mencapai tujuan tersebut, usaha yang dilakukan oleh Muhammadiyah adalah sebagai berikut.Mendirikan sekolah-sekolah yang berdasarkan agama Islam (dari TK sampai dengan Perguruan Tinggi, mendirikan poliklinik-poliklinik, rumah sakit, rumah yatim, masjid, dan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan keagamaan.

Muhammadiyah berusaha untuk mengembalikan ajaran Islam sesuai dengan Alauran dan Hadis. Itulah sebabnya penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran agama Islam secara modern dan memperteguh keyakinan tentang agama Islam, sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenarnya. Kegiatan Muhammadiyah juga telah memerhatikan pendidikan wanita yang dinamakan Aisyah, sedangkan untuk kepanduan disebut Hizbul Wathon (HW). Sejak berdirinya di Yogyakarta (1912), Muhammadiyah terus mengalami perkembangan yang pesat. Sampai tahun 1913, Muhammadiyah telah memiliki 267 cabang yang tersebar di Pulau Jawa. Pada tahun 1935, Muhammadiyah sudah mempunyai 710 cabang yang tersebar di Pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi.

5.        Nahdlatul Ulama (NU).

Organisasi ini didirikan pada tanggal 31 Januari 1926, di Surabaya. Sebagai pendiri organisasi ini adalah Kyai Haji Hasyim Ashari dan sejumlah ulama lainnya. Organisasi itu berpegang teguh pada Ahlusunnah wal jam'ah. Organisasi ini tetap mempertahankan tradisi yang sudah lama berkembang di kalangan ulama. Tujuan organisasi ini terkait dengan masalah sosial, ekonomi, dan pendidikan. Kedua oraganisasi Islam ini sekarang merupakan organisasi massa Islam yang cukup besar di Indonesia.

6.        Gerakan Pemuda

Gerakan pemuda Indonesia, sebenarnya telah dimulai sejak berdirinya BU, namun sejak kongresnya yang pertama perannya telah diambil oleh golongan tua (kaum priyayi dan pegawai negeri).: sehingga para pemuda kecewa dan keluar dari organisasi tersebut. Beberapa tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 7 Maret 1915 di Jakarta berdiri Tri Koro Dharmo, oleh R. Satiman Wiryosanjoyo, Kadarman, dan Sunardi, Tri Koro Dharmo yang diketui oleh R. Satiman Wiryosanjoyo merupakan organisasi pemuda pertama yang anggotanya terdiri atas para siswa sekolah menengah yang berasal dari Jawa dan Madura. Tri Koro Dharmo artinya "tiga tujuan mulia" yakni sakti, budi, dan bakti. Tujuan perkumpulan ini adalah sebagai berikut.

-            Mempererat tali persaudaraan antarsiswa-siswi bumi putra pada sekolah menengah dan perguruan kejuruan.

-            Menambah pengetahuan umum bagi para anggotanya.

-            Membangkitkan dan mempertajam peranan untuk segala bahasa dan budaya.

Tujuan tersebut di atas sebenarnya baru merupakan tujuan perantara, adapun tujuan yang sebenarnya adalah seperti apa yang termuat dalam majalah Tri Koro Dharmo yakni mencapai Jawa Raya dengan jalan memperkokoh rasa persatuan antara pemuda-pemuda Jawa, Sunda, Madura, Bali dan Lombok.

Oleh karena sifatnya yang masih "Jawa sentris", maka para pemuda di luar Jawa (tidak berbudaya Jawa) kurang senang. Untuk menghindari perpecahan, pada kongresnya di Solo pada tanggal 12 Juni 1918 namanya diubah menjadi Jong Java (Pemuda Jawa). Sesuai dengan anggaran dasarnya, Jong Java ini bertujuan untuk mendidik para anggotanya supaya kelak dapat menyumbangkan tenaganya untuk membangun Jawa Raya dengan jalan mempererat persatuan, menambah pengetahuan, dan rasa cinta pada budaya sendiri. Sejalan dengan munculnya Jong Java, pemuda-pemuda di daerah lain juga membentuk organisasi-organisasi seperti: Jong Sumatra Bond, Pasundan, Jong Minahasa, Jong Ambon, Jong Selebes, Jong Batak, Pemuda Kaum Betawi, Sekar Rukun, Timorees Verbond dan lain-lain. Pada dasarnya semua organisasi itu masih bersifat kedaerahan tetapi semuanya mempunyai cita - cita ke arah kemajuan Indonesia.

7.        Taman Siswa

Sekembalinya dari tanah pembuangannya di negeri Belanda (1919), Suwardi Suryaningrat memfokuskan perjuangannya dalam bidang pendidikan. Pada tanggal 3 Juli 1922 Suwardi Suryaningrat (lebih dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara) berhasil mendirikan perguruan tinggi Taman Siswa di Yogyakarta. Dengan berdirinya Taman Siswa, Suwardi Suryaningrat memulai gerakan baru bukan lagi dalam bidang politik melainkan bidang pendidikan, yakni mendidik angkatan muda dengan jiwa kebangsaan Indonesia berdasarkan akar budaya bangsa.

Sekolah Taman Siswa dijadikan sarana untuk menyampaikan paham ideologi yaitu nasionalisme kebudayaan, perkembangan politik, dan juga digunakan . untuk mendidik calon-calon pemimpin bangsa yang akan datang. Dalam hal ini, sekolah merupakan wahana untuk meningkatkan derajat bangsa melalui pengajaran itu sendiri. Selain pengajaran bahasa (baik bahasa asing maupun bahasa Indonesia), pendidikan Taman Siswa juga memberikan pelajaran sejarah. seni, sastra (terutama sastra Jawa dan wayang), agama, pendidikan jasmani. dan keterampilan (pekerjaan tangan) merupakan kegiatan utama perguruan Taman Siswa.

Pendidikan Taman Siswa dilakukan dengan sistem "Among" dengan pola belajar "asah, asih dan asuh". Dalam hal ini diwajibkan bagi para guru untuk bersikap dan berlaku "sebagai pemimpin" yakni di depan memberi contoh, di tengah dapat memberikan motivasi dan di belakang dapat memberikan pengawasan yang berpengaruh. Prinsip pengajaran inilah yang kemudian dikenal dengan pola kepemimpinan: "Ing ngarsa sung tulodho, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani". Pola kepemimpinan ini sampai sekarang masih menjadi ciri kepemimpinan nasional.

Berkat jasa dan perjuangannya yakni mencerdaskan kehidupan menuju Indonesia merdeka, maka tanggal 2 Mei (hari kelahiran Ki Hajar Dewantara) diangkat sebagai Hari Pendidikan Nasional. Di samping itu "Tut Wuri Handayani" sebagai semboyan terpatri dalam lambang Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

 

1.        Partai Komunis Indonesia (PKI)

Benih-benih paham Marxisme dibawa masuk ke Indonesia oleh orang Belanda yang bernama B.J.F.M. Sneevliet. Atas dasar paham Marxisme inilah kemudian pada tanggal 9 Mei 1914 di Semarang, Sneevliet bersama-sama dengan J.A. Brandsteder, H.W. Dekker, dan P. Bersama berhasil mendirikan Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV). Ternyata ISDV tidak dapat berkembang, maka Sneevliet melakukan infiltrasi (penyusupan) kader-kadernya ke dalam tubuh SI dengan menjadikan anggota-anggota ISDV sebagai anggota SI, dan sebaliknya anggota-anggota SI menjadi anggota ISDV.

Dengan. cara ini Sneevliet dan kawan-kawannya telah mempunyai pengaruh yang kuat di kalangan SI, lebih-lebih setelah berhasil mengambil alih beberapa pemimpin Sl seperti Semaun dan Darsono. Mereka inilah yang dididik secara khusus untuk menjadi tokoh-tokoh Marxisme tulen. Akibatnya SI cabang semarang yang sudah berada di bawah pengaruh ISDV, makin jelas warna Marxisnya, dan selanjutnya terjadilah perpecahan dalam tubuh SI.

Pada tanggal 23 Mei 1923 ISDV diubah menjadi Partai Komunis Hindia dan selanjutnya pada bulan Desember 1920 menjadi Partai Komunis Indonesia, PKI makin aktif dalam percaturan politik, dan untuk menarik massa dalam propaganda PKI menghalalkan segala cara, dan tidak segan-segan untuk : menggunakan kepercayaan rakyat kepada ayat-ayat Alqur an dan Hadis bahkan juga ramalan Jayabaya dan Ratu Adil. Kemajuan yang diperolehnya ternyata membuat PKI lupa diri, sehingga merencanakan suatu petualangan politik. Pada tanggal 13 November 1926 PKI melancarkan pemberontakan di Jakarta dan disusul di daerah-daerah lain seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Di Sumatra Barat pemberontakan PKI dilancarkan pada tanggal 1 Januari 1927. Dalam waktu yang singkat semua pemberontakan PKI tersebut berhasil  ditumpas. Akhirnya ribuan rakyat ditangkap, dipenjara dan dibuang ke Tanah Merah, Digul Atas, dan Irian Jaya.

2.        Partai Nasional Indonesia (PNI)

Algemene Studie Club di Bandung yang didirikan oleh Ir. Soekarno pada tahun 1925 telah mendorong para pemimpin lainnya untuk mendirikan partai politik yakni Partai Nasional Indonesia ( PNI). PNI didirikan di Bandung pada tanggal 4 Juli 1927 oleh 8 pemimpin, yakni dr. Cipto Mangunkusumo, Ir. Anwari, Mr. Sartono, Mr. Iskak, Mr. Sunaryo, Mr. Budiarto, Dr. Samsi, dan Ir. Soekarno sebagai ketuanya. Kebanyakan dari mereka adalah bekas anggota Perhimpunan Indonesia di negeri Belanda yang baru kembali ke tanah air.

Keradikalan PNI telah tampak sejak awal berdirinya. Hal ini terlikat dari anggaran dasarnya, bahwa tujuan PNI adalah Indonesia merdeka, dengan strategi perjuangannya nonkooperasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka PNI berasaskan pada: (a) self help, yakni prinsip menolong diri sendiri, prinsip "percaya pada diri sendiri", artinya memperbaiki keadaan politik, ekonomi, dan sosial budaya yang telah rusak oleh penjajah, dengan kekuatan sendiri, (b) nonkooperatif, yakni tidak mengadakan kerja sama dengan pemerintah Belanda, dan (c) marhaenisme, yakni mengentaskan massa dari kemiskinan dan kesengsaraan.

Dengan munculnya isu bahwa PNI pada awal tahun 1930 akan mengadakan pemberontakan maka pada tanggal 29 Desember 1929, Pemerintah Hindia Belanda mengadakan penggeledahan secara besar-besaran dan menangkap empat pemimpin PNI, yaitu Ir. Soekarno, Maskun, Gatot Mangunprojo, dan Supriadinata. Mereka kemudian diajukan ke pengadilan di Bandung. Dalam pengadilan Ir. Soekarno mengadakan pembelaan yang termuat dalam judul "Indonesia Menggugat". Atas dasar tindakan melanggar pasal "karet" 153 bis dan pasal 169 KUHP, mereka dianggap mengganggu ketertiban umum dan menentang kekuasaan Belanda, akhirnya mereka dijatuhi hukuman penjara dan dipenjarakan di Penjara Sukamiskin Bandung.

Sementara itu pimpinan PNI dipegang oleh Mr. Sartono, dan dengan pertimbangan demi keselamatan: maka pada tahun 1931 oleh pengurus besarnya PNI dibubarkan. Hal ini menimbulkan pro dan kontra. Mereka yang pro pembubaran, mendirikan partai baru dengan nama Partai Indonesia (Partindo) di bawah pimpinan Mr. Sartono. Kelompok yang kontra, ingin tetap melestarikan nama PNI, namun bukan lagi Partai Nasional Indonesia melainkan Pendidikan Nasional Indonesia ( PNI-Baru) di bawah pimpinan Drs. Moh. Hatta dan Sutan Syahrir.

3.        Gerakan Wanita

Munculnya gerakan wanita dirintis oleh R.A. Kartini yang kemudian dikenal sebagai pelopor pergerakan wanita Indonesia. R.A. Kartini bercita-cita untuk mengangkat derajat kaum wanita Indonesia melalui pendidikan. Cita-citanya tersebut tertulis dalam surat-suratnya yang kemudian berhasil dihimpun dalam sebuah buku yang berjudul " Habis Gelap Terbitlah Terang". Cita-cita R.A. Kartini ini diteruskan oleh Dewi Sartika. Semasa Pergerakan Nasional, maka muncul gerakan wanita yang bergerak di bidang pendidikan dan sosial budaya. Organisasi-organisasi yang ada antara lain:

-            Putri Mardika di Jakarta (1912) dengani tujuan membantu keuangan bagi wanita-wanita yang akan melanjutkan sekolahnya. Tokohnya antara lain: R.A. Saburudin, R.K. Rukmini, dan R.A. Sutinah Joyopranata.

-            Kartini Found5, yang didirikan oleh Ny. T.Ch. Van Deventer (1912) dengan tujaun mendirikan “Sekolah-sekolah Kartini" bagi kaum wanita, seperti di Semarang, Jakarta, Malang, dan Madiun. Kerajian Amai Setia, di Gedang Sumatra Barat oleh Rohana Kudus (1914). Tujuannya meningkatkan derajat kaum wanita dengan cara memberi pelajaran membaca, menulis, berhitung, mengatur rumah tangga, membuat kerajinan dan cara pemasarannya.

-            Aisyiah, merupakan organisasi wanita Muhammadiyah didirikan oleh Ny. Hj. Siti Walidah Ahmad Dahlan (1917). Tujuannya untuk memajukan pendidikan dan keagamaan kaum wanita.

-            Organisasi Kewanitaan lain yang berdiri cukup banyak, antara lain: Pawiyatan Wanito di Magelang (1915), Wanito Susilo di Pemalang ( 1918), Wanito Rukun Santoso di Malang, Budi Wanito di Solo, Putri Budi Sejati di Surabaya ( 1919), Wanito Mulyo di Yogyakarta (1920), Wanito Utomo dan Wanito Katolik di Yogyakarta (1921) dan Wanito Taman Siswa (1922).

-            Organisasi wanita juga muncul di Sulawesi Selatan dengan nama Goronfalosche Mohammadaanche Vrouwenvereeniging. Di Ambon di kenal dengan rama Ina Tani, yang condong ke politik.

HUBUNGAN PERKEMBANGAN PAHAM-PAHAM BESAR; DEMOKRASI, LIBERALISME, SOSIALISME, NASIONALISME, PAN-ISLAMISME DENGAN GERAKAN NASIONALISME DI ASIA-AFRIKA

  PERKEMBANGAN PAHAM DEMOKRASI, LIBERALISME, SOSIALISME, NASIONALISME, DAN PAN ISLAMISME ·          Demokrasi Istilah “ demokrasi” beras...