Perkembangan Nasionalisme Indonesia
Berkembangnya nasionalime
di Indonesia diwujudkan dalam bentuk organisasi Pergerakan Nasional. Adapun
macam-macam organisasi Pergerakan Nasional adalah sebagai berikut.
1.
Budi Utomo (BU)
Organisasi Budi Utomo
(BU) didirikan pada tanggal 20 Mei 1908 oleh para mahasiswa STOVIA di Jakarta,
dengan Sutomo sebagai ketuanya. Terbentuknya organisasi tersebut atas ide dr.
Wahidin Sudirohusodo yang sebelumnya telah berkeliling Jawa untuk menawarkan
idenya yakni membentuk Studiefounds. Gagasan Studiesfounds yang bertujuan untuk
menghimpun dana guna memberikan beasiswa bagi pelajar yang berprestasi namun
tidak mampu melanjutkan studinya tidak terwujud dan muncullah BU.
Tujuan BU adalah
memajukan pengajaran dan kebudayaan. Tujuan tersebut ingin dicapai dengan
usaha-usaha sebagai berikut.
a. Memajukan pengajaran.
b. Memajukan pertanian, peternakan, dan perdagangan.
c. Memajukan teknik dan industri.
d. Menghidupkan kembali kebudayaan.
Sampai dengan akhir tahun
1909, telah berdiri 40 cabang BU dengan jumlah anggota mencapai 10.000 orang.
Akan tetapi dengan adanya kongres tersebut tampaknya terjadi pergeseran
pimpinan dari generasi muda ke generasi tua. Banyak anggota muda yang
menyingkir dari barisan depan dan anggota BU kebanyakan dari golongan priyayi
dan pegawai negeri. Dengan demikian maka sifat "protonasionalisme"
dari para pemimpin yang tampak pada awal berdirinya BU, terdesak ke belakang.
Strategi perjuangannya, BU pada dasarnya bersifat kooperatif. |
2.
Sarekat Islam (SI)
Tiga tahun setelah
berdirinya BU, yakni tahun 1911 berdirilah Sarekat Dagang Islam (SDI) di Solo oleh H. Samanhudi,
seorang pedagang batik dari Laweyan Solo. Organisasi SDI berdasar pada dua hal,
yakni agama Islam dan Ekonomi untuk memperkuat diri dari pedagang Cina yang
berperan sebagai leveransir (seperti kain putih, malam, dan sebagainya).
Atas prakarsa H.O.S.
Cokroaminoto, nama SDI kemudian diubah menjadi Sarekat.Islam (SI), dengan
tujuan untuk memperluas anggota dan tidak hanya terbatas pada pedagang saja.
Berdasarkan Akte Notaris pada tanggal 10 September 1912 , ditetapkan tujuan SI
sebagai berikut.
-
Memajukan perdagangan
-
Membantu para anggotanya yang mengalami
kesulitan dalam bidang usaha (permodalan)
-
Memajukan kepentingan rohani dan jasmani
penduduk asli.
-
Memajukan kehidupan agama Islam.
Mengingat perkembangan SI
yang begitu pesat, maka timbullah kekhawatiran dari pihak Gubernur Jenderal
Indenberg, sehingga permohonan SI sebagai organisasi nasional yang berbadan
hukum ditolak, dan hanya diperbolehkan berdiri secara lokal. Pada tahun 1914
telah berdiri 56 SI lokal yang diakui sebagai badan hukum.
Sifat SI yang demokratis
dan berani serta berjuang terhadap kapitalisme untuk kepentingan rakyat kecil,
sangat menarik perhatian kaum sosialis kiri yang tergabung dalam Indische
Social Democratische Vereeniging (ISDV) pimpinan Sneevliet (Belanda), Semaun,
Darsono, Tan Malaka, dan Alimin (Indonesia). Itulah sebabnya dalam
perkembangannya SI pecah menjadi dua kelompok, yakni: Kelompok nasionalis
religius (nasionalis keagamaan) yang dikenal dengan SI Putih, dengan asas perjuangan
Islam di bawah pimpinan H.O.S. Cokroaminoto. Kelompok ekonomi dogmatis yang
dikenal dengan nama SI Merah, dengan haluan sosialis kiri di bawah pimpinan
Semaun, dan Darsono.
3.
Indische Partij (IP)
Indische Partij (IP)
didirikan di Bandung-pada tanggal 25 Desember 1912 oleh Tiga Serangkai, yakni
Douwes Dekker (Setyabudi Danudirjo), dr. Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi
Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Oleh karena sifatnya yang progresif,
menyatakan diri sebagai partai politik dengan tujuan yang tegas yakni Indonesia
merdeka: maka pemerintah kolonial menolak untuk memberikan badan hukum, dengan
alasan IP bersifat politik dan hendak mengancam ketertiban umum.
Namun demikian para
pemimpin IP masih terus mengadakan propaganda untuk menyebarkan gagasan - gagasannya.
Satu hal yang sangat menusuk perasaan pemerintah Hindia Belanda adalah tulisan
Suwardi Suryaningrat yang berjudul "Aisikeen Nederlander was' (Seandainya
Saya Seorang Belanda), yang isinya berupa sindiran terhadap ketidakadilan di
daerah jajahan. Oleh karena kegiatannya sangat mencemaskan pemerintah Belanda,
pada. bulan Agustus 1913 ketiga pemimpin IP dijatuhi hukuman buang dan mereka
memilih negeri Belanda sebagai tempat pembuangannya.
Organisasi ini mempunyai
cita-cita untuk menyatukan semua golongan yang ada di Indonesia, baik golongan
Indonesia asli maupun golongan Indo, Cina, Arab, dan sebagainya. Mereka akan
dipadukan dalam kesatuan bangsa dengan semangat nasionalisme Indonesia.
Cita-cita IP banyak disebarluaskan melalui surat kabar De Expres.
4.
Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan
oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan di Yogyakarta pada anggal 18 November 1912. Asas
perjuangannya ialah Islam dan kebangsaan ndonesia, sifatnya nonpolitik.
Muhammadiyah bergerak di bidang keagamaan, sendidikan dan sosial, menuju kepada
tercapainya kebahagiaan lahir batin. Tujuan Muhammadiyah adalah sebagai
berikut.
-
Memajukan pendidikan dan pengajaran
berdasarkan agama Islam.
-
Mengembangkan pengetahuan ilmu agama dan
cara-cara hidup menurut agama Islam.
Untuk mencapai tujuan
tersebut, usaha yang dilakukan oleh Muhammadiyah adalah sebagai
berikut.Mendirikan sekolah-sekolah yang berdasarkan agama Islam (dari TK sampai
dengan Perguruan Tinggi, mendirikan poliklinik-poliklinik, rumah sakit, rumah
yatim, masjid, dan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan keagamaan.
Muhammadiyah berusaha
untuk mengembalikan ajaran Islam sesuai dengan Alauran dan Hadis. Itulah
sebabnya penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran agama Islam secara modern
dan memperteguh keyakinan tentang agama Islam, sehingga terwujud masyarakat
Islam yang sebenarnya. Kegiatan Muhammadiyah juga telah memerhatikan pendidikan
wanita yang dinamakan Aisyah, sedangkan untuk kepanduan disebut Hizbul Wathon
(HW). Sejak berdirinya di Yogyakarta (1912), Muhammadiyah terus mengalami
perkembangan yang pesat. Sampai tahun 1913, Muhammadiyah telah memiliki 267
cabang yang tersebar di Pulau Jawa. Pada tahun 1935, Muhammadiyah sudah
mempunyai 710 cabang yang tersebar di Pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, dan
Sulawesi.
5.
Nahdlatul Ulama (NU).
Organisasi ini didirikan
pada tanggal 31 Januari 1926, di Surabaya. Sebagai pendiri organisasi ini
adalah Kyai Haji Hasyim Ashari dan sejumlah ulama lainnya. Organisasi itu
berpegang teguh pada Ahlusunnah wal jam'ah. Organisasi ini tetap mempertahankan
tradisi yang sudah lama berkembang di kalangan ulama. Tujuan organisasi ini
terkait dengan masalah sosial, ekonomi, dan pendidikan. Kedua oraganisasi Islam
ini sekarang merupakan organisasi massa Islam yang cukup besar di Indonesia.
6.
Gerakan Pemuda
Gerakan pemuda Indonesia,
sebenarnya telah dimulai sejak berdirinya BU, namun sejak kongresnya yang
pertama perannya telah diambil oleh golongan tua (kaum priyayi dan pegawai
negeri).: sehingga para pemuda kecewa dan keluar dari organisasi tersebut.
Beberapa tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 7 Maret 1915 di Jakarta berdiri
Tri Koro Dharmo, oleh R. Satiman Wiryosanjoyo, Kadarman, dan Sunardi, Tri Koro
Dharmo yang diketui oleh R. Satiman Wiryosanjoyo merupakan organisasi pemuda pertama
yang anggotanya terdiri atas para siswa sekolah menengah yang berasal dari Jawa
dan Madura. Tri Koro Dharmo artinya "tiga tujuan mulia" yakni sakti,
budi, dan bakti. Tujuan perkumpulan ini adalah sebagai berikut.
-
Mempererat tali persaudaraan antarsiswa-siswi
bumi putra pada sekolah menengah dan perguruan kejuruan.
-
Menambah pengetahuan umum bagi para
anggotanya.
-
Membangkitkan dan mempertajam peranan
untuk segala bahasa dan budaya.
Tujuan tersebut di atas
sebenarnya baru merupakan tujuan perantara, adapun tujuan yang sebenarnya
adalah seperti apa yang termuat dalam majalah Tri Koro Dharmo yakni mencapai
Jawa Raya dengan jalan memperkokoh rasa persatuan antara pemuda-pemuda Jawa,
Sunda, Madura, Bali dan Lombok.
Oleh karena sifatnya yang
masih "Jawa sentris", maka para pemuda di luar Jawa (tidak berbudaya
Jawa) kurang senang. Untuk menghindari perpecahan, pada kongresnya di Solo pada
tanggal 12 Juni 1918 namanya diubah menjadi Jong Java (Pemuda Jawa). Sesuai
dengan anggaran dasarnya, Jong Java ini bertujuan untuk mendidik para
anggotanya supaya kelak dapat menyumbangkan tenaganya untuk membangun Jawa Raya
dengan jalan mempererat persatuan, menambah pengetahuan, dan rasa cinta pada
budaya sendiri. Sejalan dengan munculnya Jong Java, pemuda-pemuda di daerah
lain juga membentuk organisasi-organisasi seperti: Jong Sumatra Bond, Pasundan,
Jong Minahasa, Jong Ambon, Jong Selebes, Jong Batak, Pemuda Kaum Betawi, Sekar
Rukun, Timorees Verbond dan lain-lain. Pada dasarnya semua organisasi itu masih
bersifat kedaerahan tetapi semuanya mempunyai cita - cita ke arah kemajuan
Indonesia.
7.
Taman Siswa
Sekembalinya dari tanah
pembuangannya di negeri Belanda (1919), Suwardi Suryaningrat memfokuskan
perjuangannya dalam bidang pendidikan. Pada tanggal 3 Juli 1922 Suwardi
Suryaningrat (lebih dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara) berhasil mendirikan
perguruan tinggi Taman Siswa di Yogyakarta. Dengan berdirinya Taman Siswa,
Suwardi Suryaningrat memulai gerakan baru bukan lagi dalam bidang politik
melainkan bidang pendidikan, yakni mendidik angkatan muda dengan jiwa
kebangsaan Indonesia berdasarkan akar budaya bangsa.
Sekolah Taman Siswa
dijadikan sarana untuk menyampaikan paham ideologi yaitu nasionalisme
kebudayaan, perkembangan politik, dan juga digunakan . untuk mendidik
calon-calon pemimpin bangsa yang akan datang. Dalam hal ini, sekolah merupakan
wahana untuk meningkatkan derajat bangsa melalui pengajaran itu sendiri. Selain
pengajaran bahasa (baik bahasa asing maupun bahasa Indonesia), pendidikan Taman
Siswa juga memberikan pelajaran sejarah. seni, sastra (terutama sastra Jawa dan
wayang), agama, pendidikan jasmani. dan keterampilan (pekerjaan tangan)
merupakan kegiatan utama perguruan Taman Siswa.
Pendidikan Taman Siswa
dilakukan dengan sistem "Among" dengan pola belajar "asah, asih
dan asuh". Dalam hal ini diwajibkan bagi para guru untuk bersikap dan
berlaku "sebagai pemimpin" yakni di depan memberi contoh, di tengah
dapat memberikan motivasi dan di belakang dapat memberikan pengawasan yang
berpengaruh. Prinsip pengajaran inilah yang kemudian dikenal dengan pola
kepemimpinan: "Ing ngarsa sung tulodho, ing madya mangun karsa, tut wuri
handayani". Pola kepemimpinan ini sampai sekarang masih menjadi ciri
kepemimpinan nasional.
Berkat jasa dan
perjuangannya yakni mencerdaskan kehidupan menuju Indonesia merdeka, maka
tanggal 2 Mei (hari kelahiran Ki Hajar Dewantara) diangkat sebagai Hari
Pendidikan Nasional. Di samping itu "Tut Wuri Handayani" sebagai
semboyan terpatri dalam lambang Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia.
1.
Partai Komunis Indonesia (PKI)
Benih-benih paham
Marxisme dibawa masuk ke Indonesia oleh orang Belanda yang bernama B.J.F.M.
Sneevliet. Atas dasar paham Marxisme inilah kemudian pada tanggal 9 Mei 1914 di
Semarang, Sneevliet bersama-sama dengan J.A. Brandsteder, H.W. Dekker, dan P.
Bersama berhasil mendirikan Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV).
Ternyata ISDV tidak dapat berkembang, maka Sneevliet melakukan infiltrasi
(penyusupan) kader-kadernya ke dalam tubuh SI dengan menjadikan anggota-anggota
ISDV sebagai anggota SI, dan sebaliknya anggota-anggota SI menjadi anggota
ISDV.
Dengan. cara ini
Sneevliet dan kawan-kawannya telah mempunyai pengaruh yang kuat di kalangan SI,
lebih-lebih setelah berhasil mengambil alih beberapa pemimpin Sl seperti Semaun
dan Darsono. Mereka inilah yang dididik secara khusus untuk menjadi tokoh-tokoh
Marxisme tulen. Akibatnya SI cabang semarang yang sudah berada di bawah
pengaruh ISDV, makin jelas warna Marxisnya, dan selanjutnya terjadilah perpecahan
dalam tubuh SI.
Pada tanggal 23 Mei 1923
ISDV diubah menjadi Partai Komunis Hindia dan selanjutnya pada bulan Desember
1920 menjadi Partai Komunis Indonesia, PKI makin aktif dalam percaturan
politik, dan untuk menarik massa dalam propaganda PKI menghalalkan segala cara,
dan tidak segan-segan untuk : menggunakan kepercayaan rakyat kepada ayat-ayat Alqur
an dan Hadis bahkan juga ramalan Jayabaya dan Ratu Adil. Kemajuan yang
diperolehnya ternyata membuat PKI lupa diri, sehingga merencanakan suatu petualangan
politik. Pada tanggal 13 November 1926 PKI melancarkan pemberontakan di Jakarta
dan disusul di daerah-daerah lain seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa
Timur. Di Sumatra Barat pemberontakan PKI dilancarkan pada tanggal 1 Januari
1927. Dalam waktu yang singkat semua pemberontakan PKI tersebut berhasil ditumpas. Akhirnya ribuan rakyat ditangkap,
dipenjara dan dibuang ke Tanah Merah, Digul Atas, dan Irian Jaya.
2.
Partai Nasional Indonesia (PNI)
Algemene Studie Club di
Bandung yang didirikan oleh Ir. Soekarno pada tahun 1925 telah mendorong para
pemimpin lainnya untuk mendirikan partai politik yakni Partai Nasional
Indonesia ( PNI). PNI didirikan di Bandung pada tanggal 4 Juli 1927 oleh 8
pemimpin, yakni dr. Cipto Mangunkusumo, Ir. Anwari, Mr. Sartono, Mr. Iskak, Mr.
Sunaryo, Mr. Budiarto, Dr. Samsi, dan Ir. Soekarno sebagai ketuanya. Kebanyakan
dari mereka adalah bekas anggota Perhimpunan Indonesia di negeri Belanda yang
baru kembali ke tanah air.
Keradikalan PNI telah
tampak sejak awal berdirinya. Hal ini terlikat dari anggaran dasarnya, bahwa
tujuan PNI adalah Indonesia merdeka, dengan strategi perjuangannya
nonkooperasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka PNI berasaskan pada: (a)
self help, yakni prinsip menolong diri sendiri, prinsip "percaya pada diri
sendiri", artinya memperbaiki keadaan politik, ekonomi, dan sosial budaya
yang telah rusak oleh penjajah, dengan kekuatan sendiri, (b) nonkooperatif,
yakni tidak mengadakan kerja sama dengan pemerintah Belanda, dan (c)
marhaenisme, yakni mengentaskan massa dari kemiskinan dan kesengsaraan.
Dengan munculnya isu
bahwa PNI pada awal tahun 1930 akan mengadakan pemberontakan maka pada tanggal
29 Desember 1929, Pemerintah Hindia Belanda mengadakan penggeledahan secara
besar-besaran dan menangkap empat pemimpin PNI, yaitu Ir. Soekarno, Maskun,
Gatot Mangunprojo, dan Supriadinata. Mereka kemudian diajukan ke pengadilan di
Bandung. Dalam pengadilan Ir. Soekarno mengadakan pembelaan yang termuat dalam
judul "Indonesia Menggugat". Atas dasar tindakan melanggar pasal
"karet" 153 bis dan pasal 169 KUHP, mereka dianggap mengganggu
ketertiban umum dan menentang kekuasaan Belanda, akhirnya mereka dijatuhi
hukuman penjara dan dipenjarakan di Penjara Sukamiskin Bandung.
Sementara itu pimpinan
PNI dipegang oleh Mr. Sartono, dan dengan pertimbangan demi keselamatan: maka
pada tahun 1931 oleh pengurus besarnya PNI dibubarkan. Hal ini menimbulkan pro
dan kontra. Mereka yang pro pembubaran, mendirikan partai baru dengan nama
Partai Indonesia (Partindo) di bawah pimpinan Mr. Sartono. Kelompok yang
kontra, ingin tetap melestarikan nama PNI, namun bukan lagi Partai Nasional
Indonesia melainkan Pendidikan Nasional Indonesia ( PNI-Baru) di bawah pimpinan
Drs. Moh. Hatta dan Sutan Syahrir.
3.
Gerakan Wanita
Munculnya gerakan wanita
dirintis oleh R.A. Kartini yang kemudian dikenal sebagai pelopor pergerakan
wanita Indonesia. R.A. Kartini bercita-cita untuk mengangkat derajat kaum
wanita Indonesia melalui pendidikan. Cita-citanya tersebut tertulis dalam
surat-suratnya yang kemudian berhasil dihimpun dalam sebuah buku yang berjudul
" Habis Gelap Terbitlah Terang". Cita-cita R.A. Kartini ini
diteruskan oleh Dewi Sartika. Semasa Pergerakan Nasional, maka muncul gerakan
wanita yang bergerak di bidang pendidikan dan sosial budaya.
Organisasi-organisasi yang ada antara lain:
-
Putri Mardika di Jakarta (1912) dengani
tujuan membantu keuangan bagi wanita-wanita yang akan melanjutkan sekolahnya.
Tokohnya antara lain: R.A. Saburudin, R.K. Rukmini, dan R.A. Sutinah
Joyopranata.
-
Kartini Found5, yang didirikan oleh Ny.
T.Ch. Van Deventer (1912) dengan tujaun mendirikan “Sekolah-sekolah
Kartini" bagi kaum wanita, seperti di Semarang, Jakarta, Malang, dan
Madiun. Kerajian Amai Setia, di Gedang Sumatra Barat oleh Rohana Kudus (1914).
Tujuannya meningkatkan derajat kaum wanita dengan cara memberi pelajaran
membaca, menulis, berhitung, mengatur rumah tangga, membuat kerajinan dan cara
pemasarannya.
-
Aisyiah, merupakan organisasi wanita
Muhammadiyah didirikan oleh Ny. Hj. Siti Walidah Ahmad Dahlan (1917). Tujuannya
untuk memajukan pendidikan dan keagamaan kaum wanita.
-
Organisasi Kewanitaan lain yang berdiri
cukup banyak, antara lain: Pawiyatan Wanito di Magelang (1915), Wanito Susilo
di Pemalang ( 1918), Wanito Rukun Santoso di Malang, Budi Wanito di Solo, Putri
Budi Sejati di Surabaya ( 1919), Wanito Mulyo di Yogyakarta (1920), Wanito
Utomo dan Wanito Katolik di Yogyakarta (1921) dan Wanito Taman Siswa (1922).
-
Organisasi wanita juga muncul di Sulawesi
Selatan dengan nama Goronfalosche Mohammadaanche Vrouwenvereeniging. Di Ambon
di kenal dengan rama Ina Tani, yang condong ke politik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar