Senin, 26 Oktober 2020

Pendudukan Militer Jepang Di Indonesia

 LATAR BELAKANG DAN TUJUAN JEPANG DI iNDONESIA

Ketika peperangan antara pasukan Blok Sekutu dan Blok Fasis sedang berkecamuk di belahan benua Eropa dan Afrika, Jepang tiba-tiba melancarkan Perang Pasifik atau Perang Asia Raya, dengan menyerang dan menghancurkan pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbour, Hawaii pada tanggal 7 Desember 1941. Pasukan Amerika Serikat terdesak dan keluar dari Filipina. Malaya dan Singapura pun jatuh, dan pemerintahan Inggris lari ke India. Thailand dan Myanmar (Burma) berhasil dikuasai, namun untuk menerobos ke India, gagal.

Setelah menghancurkan Pearl Harbour, selanjutnya Jepang menyerang negara-negara di Pasifik Barat Daya. Mulai dari Cina, Asia Tenggara, terus menuju timur sampai ke Kepulauaan Solomon. Semua serangan ini berhasil menguasai daratan Cina, menumbangkan imperialisme Inggris di Birma, Malaya, dan di Singapura, merobohkan imperialisme Prancis di Indocina, mematahkan Imperialisme Amerika Serikat di Filipina, dan menghancurkan imperialisme Belanda di Indonesia.

Adapun Jepang melakukan serangan ke Indonesia, mulai Pada tahun 10 Januari 1942. Pada tanggal 15 Februari 1942 menyerbu pangkalan Inggris di Singapura, yang menurut dugaan, Belanda maupun Inggris tidak mungkin terkalahkan, ternyata mereka menyerah. Pada akhir bulan itu, bala tentara Jepang menghancurkan armada gabungan Belanda, Inggris, Australia, dan Amerika dalam pertempuran di Jawa. Pada tanggal 1 Maret 1942 melakukan penyerbuan ke Pulau Jawa, yang dilancarkan dari dua arah utama yaitu dari arah timur dan arah barat, menyerupai gerak ”supit udang”. Gerak penyerbuan ditujukan ke pusat-pusat konsentrasi kekuatan Sekutu (Belanda) seperti Cilacap, Bogor dan ke markas utama Sekutu di Bandung. Pada tanggal 8 Maret 1942, Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang di Kalijati daerah Jawa Barat. Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh ditawan pihak Jepang. Inilah puncak kemenangan Jepang dalam Perang Pasifik atau Perang Asia Raya dalam Perang Dunia II.

Kemenangan Jepang dalam Perang Pasifik dan anggapan bahwa dirinya sebagai pemimpin dan pelindung Asia, adalah dua hal yang integral menjadi latar belakang kuat bagi Jepang untuk menduduki Indonesia. Adapun yang jadi tujuan utamanya ingin membentuk suatu "Kawasan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya.” Untuk mencapai tujuan dan menjalankan kekuasaannya, bangsa Jepang yang mengaku sebagai saudara tua di Asia, segera membagi wilayah Indonesia menjadi tiga pemerintahan militer pendudukan sebagaimana sudah dikemukakan di bagian terdahulu.

 

Kebijakan Awal Jepang di Indonosia

Panyarahan kekuasaan dilakukan Latnan Jenderal Ter Poorten, Perwira Tentara Belanda kepada Letnan Jendaral Hitoshi Imamura, sohayal perwakilan Jopang Penyerahan disaksikan langsung Tjarda van Starkonborgh Stachouwer, Gubernur Jondaral Hindia Belanda. Indonesia dibagi menjadi tiya wilayah dengan rencana yang ditempuh yaitu menghentikan revolusi, pemulihan ekonomi, penghapusan pengaruh pengaruh Barat, dan menggerakan masyarakat untuk kepentingan dan kejayaan Jepang.

1.        Menghentikan Revolusi

Jepang harus menghadapi peperangan untuk menghentikan gerakan-gerakan yang dilancarkan penduduk pribumi di wilayah-wilayah yang belum ditaklukkan maupun di wilayah-wilayah yang sudah ditaklukkan. Walaupun sudah sejak lama propaganda mereka untuk mendapat simpati, tetapi Jepang menyadari bahwa suatu kelompok yang pada dasarnya sudah menolak bekerja sama dengan Belanda misalnya, besar kemungkinan akan menolak pula bekerja sama dengan Jepang.

Sejak bulan Maret 1942 semua kegiatan politik dilarang, dan semua perkumpulan yang ada secara resmi dibubarkan. Setelah itu, pihak Jepang mulai membentuk organisasi-organisasi baru. Pada akhir bulan Maret 1942, pihak Jepang di Jawa mendirikan Kantor Urusan Agama (Shumubu). Pada bulan April 1942, usaha pertama pada suatu gerakan rakyat, ialah melakukan "Gerakan Tiga A', dimulai di Jawa. Gerakan Ini berasal dari slogan: Jepang Pemimpin Asia, Jepang Pelindung Asia, Jepang Cahaya Asia. Tahun 1943 dibentuk Heiho (Pasukan Pembantu) sebagai bagian dari angkatan darat dan angkatan laut Jepang, Pada akhir perang, sekitar 25.000 orang pemuda Indonesia berada dalam organisasi Helho, Orang yang bertempat tinggal di desa-desa maupun kota - kota, menyebutnya sebagai "Tentara Heiho."

Pada bulan Oktober tahun 1943, pihak Jepang membentuk organisasi pemuda yang paling berarti, yaitu Peta (Pembela Tanah Air). Organisasi Ini merupakan suatu tentara sukarela Indonesia, yang pada akhir perang beranggotakan 37.000 orang di Jawa dan 20.000 orang di Sumatra. Di antara mereka terdapat seorang bekas guru sekolah Muhammadiyah yang bernama Soedirman (1915-1950) yang kemudian menjadi salah seorang tokoh militer terkemuka pada masa revolusi, Pada bulan Oktober 1943, pihak Jepang membentuk organisasi baru untuk mengendalikan Islam. MIAI (Majelis Islam Ala Indonesia) segera dibubarkan dan diganti dengan Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia). Pada bulan Januari 1944 dibentuk suatu organisasi yang secara khusus digunakan untuk memobilisasi penduduk Jawa, yakni Jawa Hokokal (Kebaktian Jawa). Organisasi ini, didirikan untuk setiap orang yang berusia lebih dari empat belas tahun. Dengan berdirinya organisasi ini, Putera (Pusat Tenaga Rakyat) yang didirikan pada tahun 1943 dihapus.

 

2.        Pemulihan Ekonomi

Usaha Jepang mengerahkan perekonomian untuk menopang upaya perang Jepang dan rencana menguasai ekonomi jangka panjang terhadap Asia Timur dan Asia Raya, pada bulan Agustus 1943 mulai mengambil alih perkebunan-perkebunan tebu, pengelola-pengelolanya yang berkebangsaan Eropa ditawan. Perkebunan tembakau di Sumatra diubah menjadi tanaman pangan.

Pada Oktober tahun 1943, Jepang memerintahkan perhimpunan serdadu ekonomi (romusha). Dengan itu, Tenaga kerja Indonesia benar-benar diperah (dieksploitasi) secara lebih kejam, terutama para petani yang tinggal di desa-desa di Jawa. Mereka dipekerjakan sebagai buruh, di mana pun pihak Jepang memerlukan mereka. Pada saat yang sama pihak Jepang memberlakukan peraturan wajib menjual beras kepada Jepang.

 

3.        Penghapusan Budaya Barat

Untuk memusnahkan pengaruh Barat, Jepang melarang mempergunakan bahasa Belanda dan bahasa Inggris. Selanjutnya hanya memajukan bahasa Jepang. Pelarangan terhadap buku-buku berbahasa Belanda dan bahasa Inggris membuat pendidikan yang lebih tinggi benar-benar ambruk. Masa Jepang, kalender diperkenalkan untuk tujuan-tujuan resmi. Patung-patung Eropa diruntuhkan, jalan - jalan diberi nama baru, dan Batavia pun dinamakan menjadi Jakarta lagi. Propaganda terus semakin gencar, untuk meyakinkan bahwa bangsa Indonesia dan bangsa Jepang adalah saudara seperjuangan dalam perang luhur untuk membentuk suatu tatanan di Asia.

 

4.        Mobilisasi Masyarakat

Pada awal tahun 1943, pihak Jepang mulai serius memusatkan usaha-usahanya pada mobilisasi (menggerakkan) rakyat. Gerakan-gerakan pemuda baru didahulukan dan ditempatkan di bawah pengawasan ketat pihak Jepang. Sekolah-sekolah latihan bagi para pejabat dan guru baru yang sudah dibuka sejak bulan Agustus 1942 di Jakarta dan di Singapura, mulai awal tahun 1943 lebih diperuntukkan guna melatih para pemuda. Kebijakan mobilisasi masyarakat diantaranya :

-            April 1943 dibentuk Seinenden  untuk pemuda yang berusia antara 14 tahun sampai 25 tahun.

-            Korps untuk pemuda yang berusia 25 tahun sampai 30 tahun dibentuk Korps Kewaspadaan (Keibodan)

-            Organisasi polisi, kebakaran, dan serangan udara pembantu dibentuk Heiho (Pasukan Pembantu) tahun 1943 sebagai bagian dari angkatan darat dan angkatan laut Jepang.

-            Pada Maret 1943 Gerakan Tiga A dihapuskan diganti Putera, sebuah singkatan dari Pusat Tenaga Rakyat dengan ketua: Soekarno, Hatta, Ki Hadjar Dewantara, dan K.H. Mas Mansyur.

-            Menggerakkan para guru Islam di pedesaan sebagai jalan utama untuk bisa dekat dengan rakyat dengan memberlakukan Peraturan Guru (goeroe ordonantie). Kepada para ulama, Jepang berharap agar Perang Dunia II dinyatakan sebagai Perang Sabil. Namun, kaum muslimin menolak tegas karena orang-orang Jepang juga sama seperti Sekutu, ialah orang-orang kafir.

-            Januari 1944 mendirikan sistem rukun tetangga yang disebut tonarigumi, yaitu ketentuan resmi yang mengatur pengelompokan rumah tangga di desa-desa maupun di kota-kota. Di mana setiap kelompok itu terdiri dari 10-20 rumah tangga. Tujuan pokok dari pengelompokan ini ialah mengawasi kegiatan para pemuda dan mengendalikan mereka dalam memperlancar pelaksanaan kewajiban yang dibebankan kepada masing-masing rumah tangga.

-            Organisasi-organisasi lain yang dibentuk Jepang atau karena kehendak para pemuda sendiri dan semuanya tetap berada di bawah pengawasan ketat pihak Jepang. Organisasi - organisasi yang dimaksud, ialah Fujinkai (Laskar Wanita), Gakutotai (Barisan Pelajar), Suisyintai (Barisan Pelopor), dan Hizbullah ialah organisasi Islam yang memperoleh latihan militer seperti Seinendan dan Keibodan.

-            Dalam semua organisasi terdapat pengajaran (indoktrinasi) yang sungguh-sungguh dan disiplin keras menurut kepentingan pihak Jepang. Pada akhir perang terdapat lebih dari dua juta pemuda Indonesia berada dalam organisasi-organisasi semacam itu, dan kira-kira 60 persen dari mereka berada di dalam organisasi kepemudaan yang bersifat kewaspadaan (keibodan).

 

Pengaruh Kebijakan Pemerintah Pendudukan Jepang terhadap Pergerakan Kebangsaan Indonesia

Seluruh kebijakan pemerintah Pendudukan Jepang yang pokok-pokoknya sebagaimana telah dikemukakan dibagian terdahulu ialah merupakan keyakinan pihak Jepang sendiri untuk dapat mempertahankan daerah pendudukannya yang begitu luas dan menopang upaya perang Jepang serta rencana-rencananya bagi penguasaan ekonomi jangka panjang di Asia Timur dan Tenggara serta persiapan utamanya  melawan Sekutu.

Perubahan dalam kehidupan masyarakat yang pada akhimya memungkinkan terjadinya revolusi Indonesia. Dengan kata lain, Jepang telah memberi sumbangan langsung bagi terjadinya suatu revolusi. Sebab, berbagai pendidikan, latihan maupun organisasi-organisasi yang didirikannya, seperti tonarigumi, Peta (Pembela Tanah Air), Heiho dan segenap laskar serta seluruh organisasi lainnya menjadi milik bangsa yang sangat berharga untuk menyongsong dan mengisi kemerdekaan Indonesia. Dengan demikian, semua kebijakan pendudukan Jepang memberikan kematangan kepada para pejuang dan pemuda Indonesia khususnya pembentukan tenaga-tenaga kemiliteran di kalangan pemuda membuat mereka tertarik kepada cara-cara bersenjata dan berhasil menyiagakan tenaga-tenaga militer pada perjuangan kemerdekaan 1945.

 

Bentuk-bentuk Interaksi Indonesia-Jepang di Bidang Politik pada Masa Pendudukan Militer

Sekalipun kegiatan politik dilarang dan semua perkumpulan yang ada dibubarkan secara resmi oleh pihak Jepang pada bulan Maret 1942, ternyata tidak dapat menyapu bersih cita-cita rakyat ingin merdeka. Bentuk-bentuk perlawanan dan pergerakan kebangsaan Indonesia terus bermunculan di berbagai daerah. Berikut ini, contoh bentuk-bentuk perlawanan dan pergerakan kebangsaan Indonesia yang penting diketahui pada kesempatan ini.

1.        Gerakan Diplomatik

Sebelum meletus Perang Dunia II, di Indonesia sudah terdapat tokoh-tokoh terkemuka gerakan nasionalis. Syahrir dan Hatta adalah di antaranya. Dalam situasi baru kekuasaan Jepang, Hatta akan bekerja sama dengan Jepang untuk berusaha mengurangi kekerasan-kekerasan pemerintahan Jepang, dan akan mengolah perkembangan-perkembangan untuk mencapai kepentingan bangsa Indonesia. Adapun Syahrir berbeda dari Hatta, ia tetap menjauhkan diri dan membentuk suatu jaringan "bawah tanah”. Ketetapan Syahrir memperoleh dukungan para mantan anggota PNI-Baru. Walaupun demikian, Syahrir dan Hatta, tetap menjalin hubungan untuk membangun kekuatan-kekuatan saling melengkapi.

Pada tanggal 9 Juli 1942, Soekarno bergabung dengan Hatta dalam kerja sama dengan Jepang, demi tujuan lebih luhur, yaitu kemerdekaan. Soekarno dan Hatta mulai segera mendesak pihak Jepang supaya membentuk organisasi politik massa di bawah pimpinan mereka. Permintaan ini, tidak langsung dikabulkan. Hubungan Soekarno-Hatta dengan pihak Jepang terus berlangsung sehingga Laksamana Madya Maeda Tadashi, penghubung angkatan darat-angkatan laut di Jakarta, pada bulan April dan Juni 1945 mendanai perjalanan pidato Soekarno dan Hatta keliling ke Makassar, Bali dan Banjarmasin.

2.        Gerakan Bawah Tanah

Bukan hanya Syahrir yang membina pergerakan kebangsaan dalam jaringan "bawah tanah”, Amir Syarifuddin, seorang pemimpin terkemuka dari masa sebelum perang, adalah pelaku kegiatan perlawanan bawah tanah yang aktif di Indonesia. Polisi militer Jepang menembus jaringan bawah tanah dan organisasi Amir, sehingga pada bulan Januari 1943, Amir bersama lima puluh tiga orang lainnya ditangkap. Pada bulan Februari 1944, beberapa orang pembantunya dihukum mati. Hukuman Amir Syarifuddin diperingan menjadi seumur hidup karena adanya permintaan Soekarno dan Hatta.

 

3.        Pemberontakan - Pemberontakan di Berbagai Daerah di Indonesia

Hasil dari pemberontakan rakyat Indonsesia pihak Jepang menyadari serta merasa takut, bahwa mungkin mereka tidak akan dapat mengendalikan kekuatan militer Indonesia yang telah mereka ciptakan sendiri. Perasaan takutnya tu semakin menjadi-jadi pada bulan Maret ketika angkatan bersenjata serupa di Birma berhasil melawan mereka dan bergabung dengan tentara Sekutu. Maka pada bulan Maret tahun 1945, pihak Jepang mengumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia: dan perkembangan berikutnya, terbentuk pula Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

a.       Latar belakang munculnya pemberontakan - pemberontakan terhadap Jepang, antara lain:

-            Penindasan-penindasan yang dilakukan Jepang menimbulkan rakyat sengsara, seperti romusha perampasan bahan makanan, dan penyiksaan. |

-            Adanya kewajiban saikeirei yaitu penghormatan kepada Tenno (kaisar) Jepang yang dianggap dewa dengan membungkukkan badan dalam-dalam dan menghadap ke arah Tokyo.

b.      Pemberontakan rakyat antara lain :

-            Pemberontakan petani terhadap Jepang di Aceh dipimpin seorang ulama muda pada bulan November 1942, hanya dapat tumpas pihak Jepang. Dalam pemberontakan itu terdapat korban seratus lebih dari pihak Aceh dan hanya delapan belas orang dari pihak Jepang.

-            Di Kalimantan Barat dan Selatan, perelawan dari kalangan orang Cina, para pejabat, bahkan para sultan. Tetapi dihancurkan melalui penangkapan -penangkapan di Kalimantan Selatan pada bulan Juli 1943, dan dengan pengejaran terhadap sedikitnya 1.000 orang termasuk dua belas orang sultan, di Kalimantan Barat antara September 1943 dan awal tahun 1944.

-            Februari 1944, perlawanan serius pertama kaum tani di Jawa terhadap kewajiban menyerahkan beras. Perlawanan ini meletus di desa Priangan dengan dan berhasil ditumpas Jepang secara kejam. Kepemimpinannya dipangku Kiai NU bernama K.H Zainal Mustopa di Tasikmalaya  dan murid-muridnya. Bersamaan dengan peristiwa ini (Februari 1944), Pasukan Amerika berhasil mengusir Jepang dari Kwayalin di Kepulauan Marshall, dan pada bulan September pasukan Amerika mendarat di Morotai, di dekat Halmahera di bagian timur Indonesia. Kejadian tersebut sangat berpengaruh sehingga tanggal 7 September 1944 Perdana Menteri Koiso menjanjikan kemerdekaan bagi "Hindia Timur" (Indonesia istilah dalam bahasa Jepang yang berlaku sampai bulan April 1954). Sejak itu bendera Indonesia boleh dikibarkan di kantor-kantor kebaktian Jawa (Jawa Hokokai).

-            Pemberontakan-pemberontakan selanjutnya yang dipimpin para haji di Jawa Barat pada bulan Mei dan Agustus, maka sejak itu dan seterusnya protes-protes kaum tani semakin berkembang. Jepang segera mendirikan cabang-cabang kantor urusan agama di seluruh Jawa, serta pada bulan Agustus, Jepang mengangkat Hasyim Asy'ary (yang dijalankan putranya, Wahid Hasyim) sebagai kepala kantor itu. Akan tetapi, sekali berkobar, kekuatan revolusi Islam pedesaan tersebut tidak dapat dikuasai dengan mudah. Para pemuda berpendidikan mulai menggalang jaringan-jaringan bawah tanah, yang dalam banyak hal ada di bawah pengaruh Syahrir.

-            Pada bulan Februari 1945, sikap (detasemen) Peta (Pembela Tanah Air) di Blitar (Jawa Timur) menyerang gedung persenjataan Jepang dan membunuh beberapa orang serdadu Jepang. Enam puluh delapan orang prajurit Peta diajukan ke depan Mahkamah Militer, delapan orang di antaranya dihukum mati, dan empat orang pejabat Indonesia dipaksa melepaskan jabatannya. Perlawanan Peta lainnya di Aceh pada bulan November 1944 yang dipimpin Teuku Hamid, kemudian di Gumilir, Cilacap yang dipimpin Khusaeri, seorang komandan regu Peta. ,

 

Dampak Kebijakan Imperialisme Jepang di Indonesia

1.        Bidang Politik dan Militer

Pada masa pendudukan Jepang, pemerintah militer Jepang melarang semua organisasi-organisasi pergerakan nasional. Kecuali organisasi-organisasi resmi yang dibentuk oleh Jepang sebagai sarana perjuangan misalnya Putera, Peta, Seinendan, Keibodan dan lain-lain. Perjuangan ini dikenal dengan perjuangan legal. Sebagian pemimpin lagi menolak kerja sama dengan Jepang, mereka berjuang di bawah tanah atau ilegal seperti Amir Syarifudin, Sutan Syahrir, Sukarni dan lain-lain.  

Pada tahun 1943 Jepang membentuk barisan militer pemuda tujuannya untuk melatih dan mendidik para pemuda Indonesia mampu mempertahankan tanah airnya dengan kekuatan sendiri, tetapi tujuan sebenarnya adalah untuk memperoleh tenaga cadangan yang cukup untuk kalangsungan perang Jepang

 

2.        Bidang Sosial dan Ekonomi

Pada masa pendudukan Jepang rakyat dikerahkan untuk membangun kepentingan militer misalnya lapangan terbang darurat, jalan, jembatan, benteng pertahanan, gua perlindungan, dan lain-lain. Semula pengerahan secara sukarela dengan cara gotong royong (kinroohosi). Akan tetapi, di tempat-tempat pekerjaan banyak timbul penderitaan hebat sehingga rakyat menolak yang mendorong pemerintahan militer Jepang mengerahkan tenaga kerja rakyat secara paksa yang lebih dikenal romusha. Penderitaan hebat para romusha menimbulkan ribuan rakyat meninggal dunia dan hilang karena banyak dikirim ke luar wilayah Indonesia.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan logistik militer, pemerintah militer Jepang membuat aturan tentang ekonomi yang ketat. Pemerintah menguasai dan mengawasi produksi dan distribusi bahan pangan, melakukan pembatasan barang-barang bersifat kenikmatan seperti teh, kopi, coklat, tetapi meningkatkan barang-barang yang menunjang perang, mengharuskan rakyat menyetorkan hasil panen 309c kepada pemerintah, 3096 kepada lumbung padi untuk bibit dan sisanya 4096 milik rakyat. Bahkan dalam keadaan mendesak seluruh hasil panen rakyat dirampas Jepang. Terjadilah kelaparan hebat dan kematian dalam jumlah besar. Begitu pun pada masa Jepang, rakyat kekurangan bahan pakaian (sandang) sehingga terpaksa menggunakan pakaian dari karung goni atau karet.

 

3.        Bidang Kebudayaan

Pada masa Jepang, komunikasi antar daerah di Indonesia dikendalikan oleh Jepang sehingga Indonesia tertutup baik ke dalam maupun ke luar. Bahasa yang digunakan adalah Jepang dan Indonesa, sedangkan bahasa Belanda dan Inggris dilarang. Nama-nama kota yang berbau Belanda diganti seperti Batavia jadi Jakarta, Buitenzorg menjadi Bogor. Sastra yang dihasilkan berdasarkan anjuran pemerintah harus ditujukan untuk memenangkan perang Asia Timur Raya dan ditampilkan karya-karya sastra pengganti pengaruh Barat. Untuk menampung berbagai kegiatan budaya maka didirikanlah pusat kebudayaan yaitu Keimin Bunka Shidoso.

 

Akhir Pendudukan Jepang Di Indonesia

Sejak bulan Februari 1945, pihak Jepang sudah menyadari akan kehilangan kekuasaan. Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk menghapuskan kekangan - kekangan yang masih ada terhadap kekuatan rakyat Indonesia. Pada bulan Maret 1945, pihak Jepang mengumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Pada tanggal 28 Mei 1945 dibentuk Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dengan pengurusnya terd ri atas 60 orang tokoh bangsa Indonesia, di antaranya: K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat menduduki jabatan ketua, dan R.P. Suroso duduk sebagai kepala sekretariat, sedangkan Soekarno, Hatta, K.H. Mas Mansyur, Ki Hajar Dewantara, H. Agus Salim, Soetardjo Kartohadikoesoemo, Abikusno Tjokrosuyoso, Ki Bagus Hadikusumo, Wachid Hasyim, Mohammad Yamin, dan yang lain-lain duduk sebagai anggota.

BPUPKI menyelenggarakan sidang sebanyak dua kali. Sidang BPUPKI pertama diselenggarakan tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945. Sidang BPUPKI yang kedua diselenggarakan pada tanggal 10 sampai tanggal 16 Juli 1945. Dalam sidang pertama, BPUPKI mendapatkan beberapa usulan atau beberapa pandangan tentang lima asas atau dasar negara kebangsaan Indonesa atau falsafah negara kebangsaan Indonesia merdeka, yaitu diberi nama "Pancasila”.

BPUPKI mengakhiri tugasnya setelah sidang kedua, yaitu setelah sidang berhasil membuat rancangan konstitusi pertama Indonesia yang menghendaki sebuah republik kesatuan dengan jabatan kepresidenan yang sangat kuat, dan menetapkan bahwa negara tersebut tidak hanya akan meliputi Indonesia saja, tetapi juga Malaya dan wilayah-wilayah Inggris di Kalimantan (Borneo). Setelah sidang kedua selesai, BPUPKI dibubarkan dan sebagai gantinya pada tanggal 7 Agustus 1945 dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Tanggal 9 Agustus 1945, Soekarno, Hatta, dan Radjiman Wedyodiningrat terbang ke Saigon untuk menemui panglima tentara Jepang di Asia Tenggara yang bermarkas besar di Vietnam Selatan. Mereka menemui Panglima Tertinggi Terauchi di Dalat (Vietnam Selatan) pada tanggal 11 Agustus 1945. Kepada mereka, Terauchi menjanjikan kemerdekaan bagi seluruh bekas wilayah Hindia Belanda, tetap memveto penggabungan Malaya dan wilayah-wilayah Inggris di Kalimantan.

Pada tanggal 18 Agustus 1945, sehari setelah memproklamasikan kemerdekaan Indonesia sebagai negara merdeka, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menyelenggarakan sidang pertama. Dalam sidang ini, PPKI melakukan perubahan atau penyempurnaan rancangan konstitusi dan dasar negara yang dihasilkan sidang-sidang BPUPKI, dan akhirnya sidang PPKI berhasil, dengan demikian, proses penyusunan dasar dan konstitusi untuk negara berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat di atas dasar Pancasila dan UUD 1945. Untuk pertama kalinya negara ini dipimpin oleh Soekarno dan Hatta sebagai presiden dan wakil presiden negara Republik Indonesia, serta didampingi oleh suatu badan musyawarah yang disebut Komite Nasional. Berarti Indonesia sudah memenuhi syarat-syarat sebagai sebuah negara. yang meliputi: pertama, adanya rakyat, yaitu bangsa Indonesia. Kedua, adanya wilayah, yaitu tanah air Indonesia. Ketiga, adanya kedaulatan, yaitu sejak diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Keempat, penyelenggara pemerintahan, yaitu presiden dan wakil presiden beserta adanya badan musyawarah.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HUBUNGAN PERKEMBANGAN PAHAM-PAHAM BESAR; DEMOKRASI, LIBERALISME, SOSIALISME, NASIONALISME, PAN-ISLAMISME DENGAN GERAKAN NASIONALISME DI ASIA-AFRIKA

  PERKEMBANGAN PAHAM DEMOKRASI, LIBERALISME, SOSIALISME, NASIONALISME, DAN PAN ISLAMISME ·          Demokrasi Istilah “ demokrasi” beras...