Asas Perhimpunan Indonesia sebagai Manifesto Politik
Pergerakan Nasional mengalami perubahan dari zamal awal Pergerakan Nasional. Beberapa organisasi terbentuk mempunyai tujuan dan pola yang berbeda dari masa awal pergerakan nasional. Berikut ini organisasi yang terbentuk dalam perkembangan Pergerakan Nasional :
1.
Perhimpunan Indonesia (PI)
Merupakan penjelmaan dari
Indische Vereeniging yang didirikan oleh mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang
sedang belajar di negeri Belanda pada tahun 1908. Mereka itu antara lain, Sutan
Kesayangan, R.N. Notokusumo, R.P. Sastrokartono, R. Husein Jayadiningrat, dan
Notodiningrat. Pada mulanya hanya bersifat organisasi sosial yang berjuang
untuk mengurus kepentingan bersama orang-orang Indonesia yang berada di negeri
Belanda. Kedatangan tiga tokoh Indische Partij di negeri Belanda tahun 1913
(sebagai orang buangan), unsur politik mulai masuk dalam tubuh Indische
Vereeniging.
Setelah Perang Dunia I,
jumlah mahasiswa Indonesia yang belajar ke negeri Belanda makin banyak. Hal ini
makin memengaruhi perkembangan Indische Vereeniging, semangat nasionalisme
makin kuat sehingga sifat organisasi sosial beralih ke organisasi politik.
Mereka tidak hanya sekadar menuntut ilmu, akan tetapi juga harus berjuang
memikirkan nasib bangsanya.
Pada tahun 1922, nama
Indische Vereeniging diubah menjadi Indonesische Vereeniging dan kemudian pada
tahun 1925 menjadi Perhimpunan Indonesia. Majalah mereka yang terbit sejak
tahun 1916 dengan nama Hindia Putra diganti menjadi Indonesia Merdeka (1924).
Dengan perubahan itu maka terjadi pula perubahan dasar pemikiran dan orientasi
pergerakan mereka. Gerakan mereka menjadi radikal dan dengan tegas menginginkan
Indonesia merdeka.
Untuk mendapatkan
perhatian dunia dan mencari dukungan perjuangan Indonesia, maka PI ikut serta
dalam organisasi internasional seperti Liga Demokrasi Internasional di Paris
(1926), Liga Penentang Imperialis dan Kolonialis di Brussel (1927), Kongres
Wanita Internasional di Swiss (1927), dan juga Liga Komintern di Berlin (1927).
Aktivitas PI di Eropa dan
pengaruhnya yang makin kuat di Indonesia mulai dicurigai oleh pemerintah
kolonial Belanda. Atas tuduhan menghasut untuk ' memberontak terhadap
pemerintah, pada pada tanggal 10 September 1927 keempat tokoh PI yaitu: Moh.
Hatta, Nasir Datuk Pamuncak, Abdulmajid Joyodiningrat dan Ali Sastroamijoyo
ditangkap dan diadili. Di dalam pemeriksaan sidang pengadilan di Den Haag pada
bulan Maret 1928, mereka terbukti tidak bersalah kemudian dibebaskan.
Selanjutnya gerak PI terus diawasi dengan ketat.
Di tanah air pengaruh PI
sangat kuat dan berdasarkan ilham dari perjuangan PI maka berdirilah
Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) tahun 1926 di Jakarta, dan Partai
Nasional Indonesia (PNI) tahun 1927 di Bandung.
2.
Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan
Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI)
Kesadaran akan pentingnya
persatuan dan kesatuan untuk mencapai “kemerdekaan, dimulai oleh tokoh-tokoh
pergerakan nasional. Atas prakarsa w Soekarno (PNI) dan dr. Sukiman ( SI) yang
tergabung dalam Komite Persatuan Indonesia, maka pada tanggal 17 Desember 1927
lahirlah Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia
(PPPKI) di Bandung. PPPKI merupakan federasi (gabungan) dari berbagai macam
organiasi.
Organisasi yang tergabung
dalam PPPKI adalah PNI, SI, BU, Pasundan, Sumatranen Bond, Kaum Betawi,
Indonesische Studie Club dan Algemene Studie Club. Adapun tujuan PPPKI ialah
sebagai berikut.
-
Untuk menyamakan arah aksi kebangsaan dari
berbagai organisasi atau perkumpulan.
-
Menghindari perselisihan antaranggota yang
hanya akan melemahkan dan merugikan perjuangan.
-
Memperkuat dan memperbaiki organisasi
serta melakukan kerja sama dalam perjuangan.
Pada tahun 1933
Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia diubah
namanya menjadi Persatuan PerhimpunanPerhimpunan Politik Kemerdekaan Indonesia.
Dengan terbentuknya PPPKI ini diharapkan akan terjadi interaksi ke arah
persatuan antaranggota berbagai jenis organisasi dengan ideologi, asas atau
dasar, tujuan, haluan dan sikap yang berbeda. Itulah sebabnya
perselisihan-perselisihan tidak dapat dihindarkan. PPPKI kemudian tidak
mempunyai kekuasaan, banyak organisasi yang keluar dan akhirnya bubar (1935).
3.
Partai Indonesia Raya (Parindra)
Usaha penyatuan
antarperhimpunan pergerakan nasional terwujud dengan berdirinya Partai
Indonesia Raya (Parindra). Parindra merupakan hasil fusi dan Budi Utomo (BU)
dengan Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) dalam kongres fusinya tanggal 24-26
Desember 1935 di Solo. Sebagai ketua terpilih dr. Sutomo (PBI), dan Wakil
Ketua, Wuryaningrat (BU) dengan kantor pusat di Surabaya Organisasi lain yang
kemudian bergabung ke dalam Parindra ialah Sareka Minahasa, Sarekat Ambon,
Perkumpulan Kaum Betawi, Sarekat Selebes, dan Sarekat Sumatra.
Pada saat berdirinya
Parindra telah memiliki 53 cabang dengan 2.425 orang anggota, dan pada tahun
1936 naik menjadi 57 cabang dengan 3.425 orang anggota. Dalam kongresnya yang
pertama di Jakarta pada tanggal 14-18 Mei 1937, Parindra mengambil sikap
moderat ("luwes") tidak bersikap kooperatif dan juga nonkooperatif.
Sikap moderat dinilai sangat fleksibel dan lebih menguntungkan, dengan situasi
dan kondisi serta kepentingan bangsa. Dengan sikap moderat, Parindra dapat
mendudukkan wakilnya di dalam Volkrsraad, yaitu Muh. Husni Tamrin.
Usaha Parindra lebih
banyak dicurahkan dalam pembangunan terutama di bidang ekonomi dan sosial,
antara lain sebagai berikut.
-
Mendirikan poliklinik-poliklinik.
-
Mendirikan Rukun Tani untuk membantu dan
memajukan kaum tani
-
Membentuk sarekat-sarekat kerja.
-
Menganjurkan swadesi dalam bidang ekonomi,
ditempuh dengan mendirikan bank-bank yang berpusat pada Bank Nasional Indonesia
di Surabaya.
-
Membentuk Rukun Pelayaran Tani (Rupelin),
untuk membantu dan memajukan pelayaran dari bangsa Indonesia.
-
Mendirikan organisasi pemuda berbentuk
kepanduan dengan nama Surya Wirawan. Akibat kegagalan Petisi Sutardjo, Parindra
kemudian mengambil prakarsa untuk menggalang persatuan politik menunju
pembentukan badan konsentrasi nasional, yang disebut Gabungan Politik Indonesia
( GAPI).
4.
Petisi Sutardjo
Gagasan dari petisi ini
dicetuskan oleh Sutardjo Kartohadikusumo, Ketua Persatuan Pegawai Bestuur
(Pamong Praja) Bumiputera (PPBB). Usulan ini didasarkan pada pasal 1 UUD
Kerajaan Belanda yang berbunyi bahwa Kerajaan Nederland (Belanda) meliputi
wilayah Nederland, Hindia Belanda, Suriname Curasao. Menurut pendapat Sutardjo
keempat wilayah itu di dalam kerajaan Nederland mempunyai derajat yang sama.
Usulan ini mendapat dukungan oleh .Ratu Langi (Sulawesi/Kristen), Datuk
Tumenggung (Sumatra/Islam), Alatas (Arab/Islam), I.J. Kasimo (Jawa/Katolik),
dan Ko Kwat Tiong (Cina/Budha). Dukungan ini menurut Sutardjo mencerminkan
keinginannya bahwa usul petisi ini didukung oleh berbagai golongan dan agama
yang ada di Indonesia.
Usul Petisi yang kemudian
dikenal dengan nama "Petisi Sutardjo", diajukan pada tanggal 15 Juli
1936 kepada pemerintah Belanda. Isi petisi ialah permohonan supaya
diselenggarakan suatu musyawarah antara wakil-wakil Indonesia dan Belanda di
mana anggota-anggotanya mempunyai hak yang sama. Tujuannya ialah untuk menyusun
suatu rencana yang isinya adalah pemberian kepada Indonesia suatu pemerintahan
yang berdiri sendiri dalam batas pasal 1 UUD Kerajaan Belanda.
Berdasarkan keputusan
Kerajaan Belanda No. 40 tanggal 16 Nopember 1938, petisi Sutardjo yang diajukan
atas nama Volksraad ditolak oleh Ratu Belanda. Alasan penolakannya antara lain
"bahwa Indonesia belum matang untuk memikul tanggung jawab memerintah diri
sendiri", Penolakan ini sangat mengecewakan para pemimpin Pergerakan
Nasional.
5.
Majelis Islam A'la Indonesia
Bangsa Indonesia makin
sadar akan pentingnya membentuk wadah persatuan untuk menghadapi tekanan
pemerintah Belanda. Hal ini muncul dari kalangan organisasi Islam dengan nama
Majelis Islam A'la Indonesia (MIA). MIAI didirikan di Surabaya pada tanggal 25
September 1937, atas prakarsa tokoh tokoh Muhammadiyah ( K.H. Mansur) dan N.U.
(K.H. Wachid Hasyim), MIAI merupakan badan federasi organisasi-organisasi
Islam, antara lain Muhammadiyah, NU, PSII, PII, Persatuan Ulama Indonesia, Al
Washiliyah, Al Islam dan Wasmusi (Wartawan Muslimin Indonsia) dengan K.H.
Wachid Hasyim sebagai ketua. Tujuan MIAI adalah untuk mempererat hubungan
antarorganisasi Islam Indonesia dan kaum Islam di luar Indonesia serta
menyatukan suara-suara untuk membela keluhuran Islam.
6.
Gabungan Politik Indonesia ( GAPI)
Suatu gagasan untuk
membina kerja sama di antara partai-partai politik dalam bentuk federasi,
muncul lagi pada tahun 1939 tepatnya pada tanggal 21 Mei 1939 yakni dengan
terbentuknya Gabungan Politik Indonesia (GAPI) oleh Muh. Husni Thamrin. GAPI
merupakan gabungan dari Parindra, Gerindo, PSII, Persatuan Partai Katolik,
Persatuan Minahasa, Pasundan dan Partai Islam Indonesia (PII). Alasan yang
mendorong dan mempercepat terbentuknya federasi, ialah:
-
Kegagalan Petisi Sutardjo.
-
Sikap pemerintah kolonial yang kurang
memerhatikan kepentingan bangsa Indonesia.
-
makin gawatnya situasi intemasional
sebagai akibat perkembangan fasisme.
Dalam GAPI ditegaskan
bahwa masing-masing partai tetap mempunyai kemerdekaan penuh terhadap program
kerjanya masing-masing dan apabila timbul perselisihan antarpartai, GAPI
bertindak sebagai penengah. Di dalam konferensi yang pertama pada tanggal 4
Juli 1939 dicanangkan tuntutan GAPI “Indonesia Berparlemen". Maksudnya
menuntut adanya suatu Dewan Perwakilan Rakyat yang berdasarkan sendi-sendi
demokratis. Sementara itu di Eropa telah meletus Perang Dunia II.
GAPI mengingatkan adanya
bahaya besar yang akan mengancam pemerintah Hindia Belanda dan masyarakat
Indonesia. Oleh karena itu, GAPI mengeluarkan suatu pernyataan yang dikenal
dengan nama Manifest GAPI (20 September 1939). Isinya mengajak kerja sama
rakyat Indonesia dan Belanda untuk menghadapi bahaya fasisme. Hal ini dapat
terlaksana apabila Belanda memberikan hak-hak baru dalam pemerintahan kepada
bangsa Indonesia berdasarkan hakikat demokrasi. Untuk mencapai tujuan yang
dicita - citakan, GAPI menyelenggarakan Kongres Rakyat Indonesia yang pertama
di Jakarta pada tanggal 25 Desember 1939. Kongres mengambil keputusan antara
lain:
-
Kongres Rakyat Indonesia menjadi badan
tetap.
-
Aksi Indonesia Berparlemen dilanjutkan
melalui panitia-panitia setempat yang telah dibentuk di seluruh daerah di bawah
pimpinan GAPI.
-
Menetapkan bendera Merah Putih dan lagu
Indonesia Raya sebagai bendera dan lagu persatuan Indonesia serta peningkatan
bahasa Indonesia bagi rakyat Indonesia.
Pada bulan Agustus 1940,
negeri Belanda telah dikuasai oleh Jerman dan Indonesia dinyatakan dalam
keadaan darurat perang, GAPI kembali mengeluarkan resolusi menuntut adanya
perubahan ketatanegaraan. Isi resolusi yaitu mengganti Volksraad dengan
Parlemen sejati yang anggota-anggotanya dipilih oleh rakyat dan mengubah fungsi
kepala-kepala departemen menjadi menteri yang bertanggung jawab kepada Parlemen
tersebut.
Untuk menanggapi resolusi
GAPI, tanggal 14 September 1940 dibentuk Komisi Visman yang bertugas untuk
menyelidiki dan mempelajari perubahanperubahan ketatanegaraan. Hasilnya sia-sia
sebab Komisi Visman tidak melaksanakan tugas sebagaimana mestinya. Sementara
itu situasi makin gawat dan rakyat akhirnya termakan oleh propaganda Jepang
yang bersemboyan "pembebasan bangsa-bangsa Asia dari penjajahan
bangsa-bangsa Barat". Demikianlah situasi hubungan antara nasionalisme
Indonesia dengan kolonialisme Belanda ketika tentara Jepang memasuki Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar