LATAR BELAKANG DAN TUJUAN JEPANG DI iNDONESIA
Ketika
peperangan antara pasukan Blok Sekutu dan Blok Fasis sedang berkecamuk di
belahan benua Eropa dan Afrika, Jepang tiba-tiba melancarkan Perang Pasifik
atau Perang Asia Raya, dengan menyerang dan menghancurkan pangkalan Angkatan
Laut Amerika Serikat di Pearl Harbour, Hawaii pada tanggal 7 Desember 1941.
Pasukan Amerika Serikat terdesak dan keluar dari Filipina. Malaya dan Singapura
pun jatuh, dan pemerintahan Inggris lari ke India. Thailand dan Myanmar (Burma)
berhasil dikuasai, namun untuk menerobos ke India, gagal.
Setelah
menghancurkan Pearl Harbour, selanjutnya Jepang menyerang negara-negara di
Pasifik Barat Daya. Mulai dari Cina, Asia Tenggara, terus menuju timur sampai
ke Kepulauaan Solomon. Semua serangan ini berhasil menguasai daratan Cina,
menumbangkan imperialisme Inggris di Birma, Malaya, dan di Singapura,
merobohkan imperialisme Prancis di Indocina, mematahkan Imperialisme Amerika
Serikat di Filipina, dan menghancurkan imperialisme Belanda di Indonesia.
Adapun
Jepang melakukan serangan ke Indonesia, mulai Pada tahun 10 Januari 1942. Pada
tanggal 15 Februari 1942 menyerbu pangkalan Inggris di Singapura, yang menurut
dugaan, Belanda maupun Inggris tidak mungkin terkalahkan, ternyata mereka
menyerah. Pada akhir bulan itu, bala tentara Jepang menghancurkan armada
gabungan Belanda, Inggris, Australia, dan Amerika dalam pertempuran di Jawa.
Pada tanggal 1 Maret 1942 melakukan penyerbuan ke Pulau Jawa, yang dilancarkan
dari dua arah utama yaitu dari arah timur dan arah barat, menyerupai gerak ”supit
udang”. Gerak penyerbuan ditujukan ke pusat-pusat konsentrasi kekuatan
Sekutu (Belanda) seperti Cilacap, Bogor dan ke markas utama Sekutu di Bandung.
Pada tanggal 8 Maret 1942, Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang di
Kalijati daerah Jawa Barat. Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh ditawan
pihak Jepang. Inilah puncak kemenangan Jepang dalam Perang Pasifik atau Perang
Asia Raya dalam Perang Dunia II.
Kemenangan
Jepang dalam Perang Pasifik dan anggapan bahwa dirinya sebagai pemimpin dan
pelindung Asia, adalah dua hal yang integral menjadi latar belakang kuat bagi
Jepang untuk menduduki Indonesia. Adapun yang jadi tujuan utamanya ingin membentuk
suatu "Kawasan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya.” Untuk mencapai tujuan
dan menjalankan kekuasaannya, bangsa Jepang yang mengaku sebagai saudara tua di
Asia, segera membagi wilayah Indonesia menjadi tiga pemerintahan militer
pendudukan sebagaimana sudah dikemukakan di bagian terdahulu.
Kebijakan Awal Jepang di
Indonosia
Panyarahan
kekuasaan dilakukan Latnan Jenderal Ter Poorten, Perwira Tentara Belanda kepada
Letnan Jendaral Hitoshi Imamura, sohayal perwakilan Jopang Penyerahan
disaksikan langsung Tjarda van Starkonborgh Stachouwer, Gubernur Jondaral
Hindia Belanda. Indonesia dibagi menjadi tiya wilayah dengan rencana yang ditempuh
yaitu menghentikan revolusi, pemulihan ekonomi, penghapusan pengaruh pengaruh
Barat, dan menggerakan masyarakat untuk kepentingan dan kejayaan Jepang.
1.
Menghentikan Revolusi
Jepang harus menghadapi
peperangan untuk menghentikan gerakan-gerakan yang dilancarkan penduduk pribumi
di wilayah-wilayah yang belum ditaklukkan maupun di wilayah-wilayah yang sudah
ditaklukkan. Walaupun sudah sejak lama propaganda mereka untuk mendapat
simpati, tetapi Jepang menyadari bahwa suatu kelompok yang pada dasarnya sudah
menolak bekerja sama dengan Belanda misalnya, besar kemungkinan akan menolak
pula bekerja sama dengan Jepang.
Sejak bulan Maret 1942
semua kegiatan politik dilarang, dan semua perkumpulan yang ada secara resmi
dibubarkan. Setelah itu, pihak Jepang mulai membentuk organisasi-organisasi
baru. Pada akhir bulan Maret 1942, pihak Jepang di Jawa mendirikan Kantor
Urusan Agama (Shumubu). Pada bulan April 1942, usaha pertama pada suatu gerakan
rakyat, ialah melakukan "Gerakan Tiga A', dimulai di Jawa. Gerakan Ini
berasal dari slogan: Jepang Pemimpin Asia, Jepang Pelindung Asia, Jepang Cahaya
Asia. Tahun 1943 dibentuk Heiho (Pasukan Pembantu) sebagai bagian dari angkatan
darat dan angkatan laut Jepang, Pada akhir perang, sekitar 25.000 orang pemuda
Indonesia berada dalam organisasi Helho, Orang yang bertempat tinggal di
desa-desa maupun kota - kota, menyebutnya sebagai "Tentara Heiho."
Pada bulan Oktober tahun
1943, pihak Jepang membentuk organisasi pemuda yang paling berarti, yaitu Peta
(Pembela Tanah Air). Organisasi Ini merupakan suatu tentara sukarela Indonesia,
yang pada akhir perang beranggotakan 37.000 orang di Jawa dan 20.000 orang di
Sumatra. Di antara mereka terdapat seorang bekas guru sekolah Muhammadiyah yang
bernama Soedirman (1915-1950) yang kemudian menjadi salah seorang tokoh militer
terkemuka pada masa revolusi, Pada bulan Oktober 1943, pihak Jepang membentuk
organisasi baru untuk mengendalikan Islam. MIAI (Majelis Islam Ala Indonesia)
segera dibubarkan dan diganti dengan Masyumi (Majelis Syuro Muslimin
Indonesia). Pada bulan Januari 1944 dibentuk suatu organisasi yang secara
khusus digunakan untuk memobilisasi penduduk Jawa, yakni Jawa Hokokal
(Kebaktian Jawa). Organisasi ini, didirikan untuk setiap orang yang berusia
lebih dari empat belas tahun. Dengan berdirinya organisasi ini, Putera (Pusat
Tenaga Rakyat) yang didirikan pada tahun 1943 dihapus.
2.
Pemulihan Ekonomi
Usaha Jepang mengerahkan
perekonomian untuk menopang upaya perang Jepang dan rencana menguasai ekonomi
jangka panjang terhadap Asia Timur dan Asia Raya, pada bulan Agustus 1943 mulai
mengambil alih perkebunan-perkebunan tebu, pengelola-pengelolanya yang
berkebangsaan Eropa ditawan. Perkebunan tembakau di Sumatra diubah menjadi
tanaman pangan.
Pada Oktober tahun 1943,
Jepang memerintahkan perhimpunan serdadu ekonomi (romusha). Dengan itu,
Tenaga kerja Indonesia benar-benar diperah (dieksploitasi) secara lebih kejam,
terutama para petani yang tinggal di desa-desa di Jawa. Mereka dipekerjakan
sebagai buruh, di mana pun pihak Jepang memerlukan mereka. Pada saat yang sama
pihak Jepang memberlakukan peraturan wajib menjual beras kepada Jepang.
3.
Penghapusan Budaya Barat
Untuk memusnahkan
pengaruh Barat, Jepang melarang mempergunakan bahasa Belanda dan bahasa
Inggris. Selanjutnya hanya memajukan bahasa Jepang. Pelarangan terhadap
buku-buku berbahasa Belanda dan bahasa Inggris membuat pendidikan yang lebih
tinggi benar-benar ambruk. Masa Jepang, kalender diperkenalkan untuk
tujuan-tujuan resmi. Patung-patung Eropa diruntuhkan, jalan - jalan diberi nama
baru, dan Batavia pun dinamakan menjadi Jakarta lagi. Propaganda terus semakin
gencar, untuk meyakinkan bahwa bangsa Indonesia dan bangsa Jepang adalah
saudara seperjuangan dalam perang luhur untuk membentuk suatu tatanan di Asia.
4.
Mobilisasi Masyarakat
Pada awal tahun 1943,
pihak Jepang mulai serius memusatkan usaha-usahanya pada mobilisasi
(menggerakkan) rakyat. Gerakan-gerakan pemuda baru didahulukan dan ditempatkan
di bawah pengawasan ketat pihak Jepang. Sekolah-sekolah latihan bagi para
pejabat dan guru baru yang sudah dibuka sejak bulan Agustus 1942 di Jakarta dan
di Singapura, mulai awal tahun 1943 lebih diperuntukkan guna melatih para
pemuda. Kebijakan mobilisasi masyarakat diantaranya :
-
April 1943 dibentuk Seinenden untuk pemuda yang berusia antara 14 tahun sampai
25 tahun.
-
Korps untuk pemuda yang berusia 25 tahun
sampai 30 tahun dibentuk Korps Kewaspadaan (Keibodan)
-
Organisasi polisi, kebakaran, dan serangan
udara pembantu dibentuk Heiho (Pasukan Pembantu) tahun 1943 sebagai bagian dari
angkatan darat dan angkatan laut Jepang.
-
Pada Maret 1943 Gerakan Tiga A
dihapuskan diganti Putera, sebuah singkatan dari Pusat Tenaga Rakyat
dengan ketua: Soekarno, Hatta, Ki Hadjar Dewantara, dan K.H. Mas Mansyur.
-
Menggerakkan para guru Islam di pedesaan
sebagai jalan utama untuk bisa dekat dengan rakyat dengan memberlakukan
Peraturan Guru (goeroe ordonantie). Kepada para ulama, Jepang berharap
agar Perang Dunia II dinyatakan sebagai Perang Sabil. Namun, kaum muslimin
menolak tegas karena orang-orang Jepang juga sama seperti Sekutu, ialah
orang-orang kafir.
-
Januari 1944 mendirikan sistem rukun
tetangga yang disebut tonarigumi, yaitu ketentuan resmi yang mengatur
pengelompokan rumah tangga di desa-desa maupun di kota-kota. Di mana setiap
kelompok itu terdiri dari 10-20 rumah tangga. Tujuan pokok dari pengelompokan
ini ialah mengawasi kegiatan para pemuda dan mengendalikan mereka dalam
memperlancar pelaksanaan kewajiban yang dibebankan kepada masing-masing rumah
tangga.
-
Organisasi-organisasi lain yang dibentuk
Jepang atau karena kehendak para pemuda sendiri dan semuanya tetap berada di
bawah pengawasan ketat pihak Jepang. Organisasi - organisasi yang dimaksud,
ialah Fujinkai (Laskar Wanita), Gakutotai (Barisan Pelajar), Suisyintai
(Barisan Pelopor), dan Hizbullah ialah organisasi Islam yang memperoleh
latihan militer seperti Seinendan dan Keibodan.
-
Dalam semua organisasi terdapat pengajaran
(indoktrinasi) yang sungguh-sungguh dan disiplin keras menurut kepentingan
pihak Jepang. Pada akhir perang terdapat lebih dari dua juta pemuda Indonesia
berada dalam organisasi-organisasi semacam itu, dan kira-kira 60 persen dari
mereka berada di dalam organisasi kepemudaan yang bersifat kewaspadaan (keibodan).
Pengaruh Kebijakan
Pemerintah Pendudukan Jepang terhadap Pergerakan Kebangsaan Indonesia
Seluruh
kebijakan pemerintah Pendudukan Jepang yang pokok-pokoknya sebagaimana telah
dikemukakan dibagian terdahulu ialah merupakan keyakinan pihak Jepang sendiri
untuk dapat mempertahankan daerah pendudukannya yang begitu luas dan menopang
upaya perang Jepang serta rencana-rencananya bagi penguasaan ekonomi jangka
panjang di Asia Timur dan Tenggara serta persiapan utamanya melawan Sekutu.
Perubahan
dalam kehidupan masyarakat yang pada akhimya memungkinkan terjadinya revolusi
Indonesia. Dengan kata lain, Jepang telah memberi sumbangan langsung bagi
terjadinya suatu revolusi. Sebab, berbagai pendidikan, latihan maupun
organisasi-organisasi yang didirikannya, seperti tonarigumi, Peta (Pembela
Tanah Air), Heiho dan segenap laskar serta seluruh organisasi lainnya menjadi
milik bangsa yang sangat berharga untuk menyongsong dan mengisi kemerdekaan
Indonesia. Dengan demikian, semua kebijakan pendudukan Jepang memberikan
kematangan kepada para pejuang dan pemuda Indonesia khususnya pembentukan
tenaga-tenaga kemiliteran di kalangan pemuda membuat mereka tertarik kepada
cara-cara bersenjata dan berhasil menyiagakan tenaga-tenaga militer pada perjuangan
kemerdekaan 1945.
Bentuk-bentuk Interaksi
Indonesia-Jepang di Bidang Politik pada Masa Pendudukan Militer
Sekalipun
kegiatan politik dilarang dan semua perkumpulan yang ada dibubarkan secara
resmi oleh pihak Jepang pada bulan Maret 1942, ternyata tidak dapat menyapu
bersih cita-cita rakyat ingin merdeka. Bentuk-bentuk perlawanan dan pergerakan
kebangsaan Indonesia terus bermunculan di berbagai daerah. Berikut ini, contoh
bentuk-bentuk perlawanan dan pergerakan kebangsaan Indonesia yang penting
diketahui pada kesempatan ini.
1.
Gerakan Diplomatik
Sebelum meletus Perang
Dunia II, di Indonesia sudah terdapat tokoh-tokoh terkemuka gerakan nasionalis.
Syahrir dan Hatta adalah di antaranya. Dalam situasi baru kekuasaan Jepang,
Hatta akan bekerja sama dengan Jepang untuk berusaha mengurangi
kekerasan-kekerasan pemerintahan Jepang, dan akan mengolah perkembangan-perkembangan
untuk mencapai kepentingan bangsa Indonesia. Adapun Syahrir berbeda dari Hatta,
ia tetap menjauhkan diri dan membentuk suatu jaringan "bawah tanah”.
Ketetapan Syahrir memperoleh dukungan para mantan anggota PNI-Baru. Walaupun
demikian, Syahrir dan Hatta, tetap menjalin hubungan untuk membangun
kekuatan-kekuatan saling melengkapi.
Pada tanggal 9 Juli 1942,
Soekarno bergabung dengan Hatta dalam kerja sama dengan Jepang, demi tujuan
lebih luhur, yaitu kemerdekaan. Soekarno dan Hatta mulai segera mendesak pihak
Jepang supaya membentuk organisasi politik massa di bawah pimpinan mereka.
Permintaan ini, tidak langsung dikabulkan. Hubungan Soekarno-Hatta dengan pihak
Jepang terus berlangsung sehingga Laksamana Madya Maeda Tadashi, penghubung
angkatan darat-angkatan laut di Jakarta, pada bulan April dan Juni 1945
mendanai perjalanan pidato Soekarno dan Hatta keliling ke Makassar, Bali dan
Banjarmasin.
2.
Gerakan Bawah Tanah
Bukan hanya Syahrir yang
membina pergerakan kebangsaan dalam jaringan "bawah tanah”, Amir
Syarifuddin, seorang pemimpin terkemuka dari masa sebelum perang, adalah pelaku
kegiatan perlawanan bawah tanah yang aktif di Indonesia. Polisi militer Jepang
menembus jaringan bawah tanah dan organisasi Amir, sehingga pada bulan Januari
1943, Amir bersama lima puluh tiga orang lainnya ditangkap. Pada bulan Februari
1944, beberapa orang pembantunya dihukum mati. Hukuman Amir Syarifuddin
diperingan menjadi seumur hidup karena adanya permintaan Soekarno dan Hatta.
3.
Pemberontakan - Pemberontakan di
Berbagai Daerah di Indonesia
Hasil
dari pemberontakan rakyat Indonsesia pihak Jepang menyadari serta merasa takut,
bahwa mungkin mereka tidak akan dapat mengendalikan kekuatan militer Indonesia
yang telah mereka ciptakan sendiri. Perasaan takutnya tu semakin menjadi-jadi
pada bulan Maret ketika angkatan bersenjata serupa di Birma berhasil melawan
mereka dan bergabung dengan tentara Sekutu. Maka pada bulan Maret tahun 1945,
pihak Jepang mengumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia: dan perkembangan berikutnya, terbentuk pula Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
a. Latar
belakang munculnya pemberontakan - pemberontakan terhadap Jepang, antara lain:
-
Penindasan-penindasan yang dilakukan
Jepang menimbulkan rakyat sengsara, seperti romusha perampasan bahan makanan,
dan penyiksaan. |
-
Adanya kewajiban saikeirei yaitu
penghormatan kepada Tenno (kaisar) Jepang yang dianggap dewa dengan
membungkukkan badan dalam-dalam dan menghadap ke arah Tokyo.
b. Pemberontakan
rakyat antara lain :
-
Pemberontakan petani terhadap Jepang di
Aceh dipimpin seorang ulama muda pada bulan November 1942, hanya dapat tumpas
pihak Jepang. Dalam pemberontakan itu terdapat korban seratus lebih dari pihak
Aceh dan hanya delapan belas orang dari pihak Jepang.
-
Di Kalimantan Barat dan Selatan, perelawan
dari kalangan orang Cina, para pejabat, bahkan para sultan. Tetapi dihancurkan
melalui penangkapan -penangkapan di Kalimantan Selatan pada bulan Juli 1943,
dan dengan pengejaran terhadap sedikitnya 1.000 orang termasuk dua belas orang
sultan, di Kalimantan Barat antara September 1943 dan awal tahun 1944.
-
Februari 1944, perlawanan serius pertama
kaum tani di Jawa terhadap kewajiban menyerahkan beras. Perlawanan ini meletus
di desa Priangan dengan dan berhasil ditumpas Jepang secara kejam.
Kepemimpinannya dipangku Kiai NU bernama K.H Zainal Mustopa di Tasikmalaya dan murid-muridnya. Bersamaan dengan peristiwa
ini (Februari 1944), Pasukan Amerika berhasil mengusir Jepang dari Kwayalin di
Kepulauan Marshall, dan pada bulan September pasukan Amerika mendarat di
Morotai, di dekat Halmahera di bagian timur Indonesia. Kejadian tersebut sangat
berpengaruh sehingga tanggal 7 September 1944 Perdana Menteri Koiso menjanjikan
kemerdekaan bagi "Hindia Timur" (Indonesia istilah dalam bahasa
Jepang yang berlaku sampai bulan April 1954). Sejak itu bendera Indonesia boleh
dikibarkan di kantor-kantor kebaktian Jawa (Jawa Hokokai).
-
Pemberontakan-pemberontakan selanjutnya
yang dipimpin para haji di Jawa Barat pada bulan Mei dan Agustus, maka sejak
itu dan seterusnya protes-protes kaum tani semakin berkembang. Jepang segera
mendirikan cabang-cabang kantor urusan agama di seluruh Jawa, serta pada bulan
Agustus, Jepang mengangkat Hasyim Asy'ary (yang dijalankan putranya, Wahid
Hasyim) sebagai kepala kantor itu. Akan tetapi, sekali berkobar, kekuatan
revolusi Islam pedesaan tersebut tidak dapat dikuasai dengan mudah. Para pemuda
berpendidikan mulai menggalang jaringan-jaringan bawah tanah, yang dalam banyak
hal ada di bawah pengaruh Syahrir.
-
Pada bulan Februari 1945, sikap
(detasemen) Peta (Pembela Tanah Air) di Blitar (Jawa Timur) menyerang gedung
persenjataan Jepang dan membunuh beberapa orang serdadu Jepang. Enam puluh
delapan orang prajurit Peta diajukan ke depan Mahkamah Militer, delapan orang
di antaranya dihukum mati, dan empat orang pejabat Indonesia dipaksa melepaskan
jabatannya. Perlawanan Peta lainnya di Aceh pada bulan November 1944 yang
dipimpin Teuku Hamid, kemudian di Gumilir, Cilacap yang dipimpin Khusaeri,
seorang komandan regu Peta. ,
Dampak Kebijakan
Imperialisme Jepang di Indonesia
1.
Bidang Politik dan Militer
Pada masa pendudukan
Jepang, pemerintah militer Jepang melarang semua organisasi-organisasi
pergerakan nasional. Kecuali organisasi-organisasi resmi yang dibentuk oleh
Jepang sebagai sarana perjuangan misalnya Putera, Peta, Seinendan, Keibodan dan
lain-lain. Perjuangan ini dikenal dengan perjuangan legal. Sebagian pemimpin
lagi menolak kerja sama dengan Jepang, mereka berjuang di bawah tanah atau
ilegal seperti Amir Syarifudin, Sutan Syahrir, Sukarni dan lain-lain.
Pada tahun 1943 Jepang
membentuk barisan militer pemuda tujuannya untuk melatih dan mendidik para
pemuda Indonesia mampu mempertahankan tanah airnya dengan kekuatan sendiri,
tetapi tujuan sebenarnya adalah untuk memperoleh tenaga cadangan yang cukup
untuk kalangsungan perang Jepang
2.
Bidang Sosial dan Ekonomi
Pada masa pendudukan
Jepang rakyat dikerahkan untuk membangun kepentingan militer misalnya lapangan
terbang darurat, jalan, jembatan, benteng pertahanan, gua perlindungan, dan
lain-lain. Semula pengerahan secara sukarela dengan cara gotong royong
(kinroohosi). Akan tetapi, di tempat-tempat pekerjaan banyak timbul penderitaan
hebat sehingga rakyat menolak yang mendorong pemerintahan militer Jepang
mengerahkan tenaga kerja rakyat secara paksa yang lebih dikenal romusha.
Penderitaan hebat para romusha menimbulkan ribuan rakyat meninggal dunia dan
hilang karena banyak dikirim ke luar wilayah Indonesia.
Dalam rangka memenuhi
kebutuhan logistik militer, pemerintah militer Jepang membuat aturan tentang
ekonomi yang ketat. Pemerintah menguasai dan mengawasi produksi dan distribusi
bahan pangan, melakukan pembatasan barang-barang bersifat kenikmatan seperti
teh, kopi, coklat, tetapi meningkatkan barang-barang yang menunjang perang,
mengharuskan rakyat menyetorkan hasil panen 309c kepada pemerintah, 3096 kepada
lumbung padi untuk bibit dan sisanya 4096 milik rakyat. Bahkan dalam keadaan
mendesak seluruh hasil panen rakyat dirampas Jepang. Terjadilah kelaparan hebat
dan kematian dalam jumlah besar. Begitu pun pada masa Jepang, rakyat kekurangan
bahan pakaian (sandang) sehingga terpaksa menggunakan pakaian dari karung goni
atau karet.
3.
Bidang Kebudayaan
Pada masa Jepang,
komunikasi antar daerah di Indonesia dikendalikan oleh Jepang sehingga
Indonesia tertutup baik ke dalam maupun ke luar. Bahasa yang digunakan adalah
Jepang dan Indonesa, sedangkan bahasa Belanda dan Inggris dilarang. Nama-nama
kota yang berbau Belanda diganti seperti Batavia jadi Jakarta, Buitenzorg
menjadi Bogor. Sastra yang dihasilkan berdasarkan anjuran pemerintah harus
ditujukan untuk memenangkan perang Asia Timur Raya dan ditampilkan karya-karya
sastra pengganti pengaruh Barat. Untuk menampung berbagai kegiatan budaya maka
didirikanlah pusat kebudayaan yaitu Keimin Bunka Shidoso.
Akhir Pendudukan Jepang
Di Indonesia
Sejak
bulan Februari 1945, pihak Jepang sudah menyadari akan kehilangan kekuasaan.
Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk menghapuskan kekangan - kekangan yang
masih ada terhadap kekuatan rakyat Indonesia. Pada bulan Maret 1945, pihak
Jepang mengumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Pada tanggal 28 Mei 1945 dibentuk Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dengan
pengurusnya terd ri atas 60 orang tokoh bangsa Indonesia, di antaranya: K.R.T.
Radjiman Wedyodiningrat menduduki jabatan ketua, dan R.P. Suroso duduk sebagai
kepala sekretariat, sedangkan Soekarno, Hatta, K.H. Mas Mansyur, Ki Hajar
Dewantara, H. Agus Salim, Soetardjo Kartohadikoesoemo, Abikusno Tjokrosuyoso,
Ki Bagus Hadikusumo, Wachid Hasyim, Mohammad Yamin, dan yang lain-lain duduk
sebagai anggota.
BPUPKI
menyelenggarakan sidang sebanyak dua kali. Sidang BPUPKI pertama
diselenggarakan tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945. Sidang BPUPKI yang
kedua diselenggarakan pada tanggal 10 sampai tanggal 16 Juli 1945. Dalam sidang
pertama, BPUPKI mendapatkan beberapa usulan atau beberapa pandangan tentang
lima asas atau dasar negara kebangsaan Indonesa atau falsafah negara kebangsaan
Indonesia merdeka, yaitu diberi nama "Pancasila”.
BPUPKI
mengakhiri tugasnya setelah sidang kedua, yaitu setelah sidang berhasil membuat
rancangan konstitusi pertama Indonesia yang menghendaki sebuah republik
kesatuan dengan jabatan kepresidenan yang sangat kuat, dan menetapkan bahwa
negara tersebut tidak hanya akan meliputi Indonesia saja, tetapi juga Malaya
dan wilayah-wilayah Inggris di Kalimantan (Borneo). Setelah sidang kedua
selesai, BPUPKI dibubarkan dan sebagai gantinya pada tanggal 7 Agustus 1945
dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Tanggal 9 Agustus
1945, Soekarno, Hatta, dan Radjiman Wedyodiningrat terbang ke Saigon untuk
menemui panglima tentara Jepang di Asia Tenggara yang bermarkas besar di
Vietnam Selatan. Mereka menemui Panglima Tertinggi Terauchi di Dalat (Vietnam
Selatan) pada tanggal 11 Agustus 1945. Kepada mereka, Terauchi menjanjikan
kemerdekaan bagi seluruh bekas wilayah Hindia Belanda, tetap memveto
penggabungan Malaya dan wilayah-wilayah Inggris di Kalimantan.
Pada
tanggal 18 Agustus 1945, sehari setelah memproklamasikan kemerdekaan Indonesia
sebagai negara merdeka, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
menyelenggarakan sidang pertama. Dalam sidang ini, PPKI melakukan perubahan
atau penyempurnaan rancangan konstitusi dan dasar negara yang dihasilkan
sidang-sidang BPUPKI, dan akhirnya sidang PPKI berhasil, dengan demikian,
proses penyusunan dasar dan konstitusi untuk negara berdirinya Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat di atas dasar Pancasila dan UUD
1945. Untuk pertama kalinya negara ini dipimpin oleh Soekarno dan
Hatta sebagai presiden dan wakil presiden negara Republik Indonesia, serta
didampingi oleh suatu badan musyawarah yang disebut Komite Nasional. Berarti
Indonesia sudah memenuhi syarat-syarat sebagai sebuah negara. yang meliputi:
pertama, adanya rakyat, yaitu bangsa Indonesia. Kedua, adanya wilayah, yaitu
tanah air Indonesia. Ketiga, adanya kedaulatan, yaitu sejak diproklamasikan
pada tanggal 17 Agustus 1945. Keempat, penyelenggara pemerintahan, yaitu
presiden dan wakil presiden beserta adanya badan musyawarah.