Kerajaan Kutai
a.
Letak Geografis
Letak kerajaan Kutai
diperkirakan berada di daerah Muarakaman di tepi sungai Mahakam, Kalimantan
Timur. Sungai tersebut adalah sungai yang cukup besar dan memiliki beberapa
anak sungai. Lokasi pertemuan antar sungai Mahakam dengan anak sungainya
diperkirakan adalah letak Muarakaman di masa lampau. Sungai Mahakam dapat
dilayari dari pantai hingga masuk ke Muarakaman, sehingga sangat strategis
untuk menjadi jalur perdagangan. Kemungkinan besar, itulah penyebab orang-orang
dari tanah India telah hadir di sana meskipun Kutai tidak berada di jalur
internasional yang telah diketahui khalayak dunia.
Letak geografis Kerajaan
Kutai berada pada jalur perdagangan antara Cina dan India. Kerajaan Kutai
menjadi tempat yang menarik untuk disinggahi para pedagang. Hal tersebut
memperlihatkan bahwa kegiatan perdagangan telah menjadi bagian dari
kehidupan masyarakat Kutai, disamping pertanian. Letak geografis
Kerajaan Kutai yang berada menjorok ke daerah pedalaman, menyebabkan Kutai
menjadi tempat yang menarik sebagai persinggahan bagi para pedagang dari Cina
dan India.
b. Awal
Terbentuknya
Kerajaan Kutai pertama
ini bernama Kerajaan Kutai Martadipura awal berdirinya dipimpin oleh Maharaja
Kudungga bergelar anumerta Dewawarman. Nama Maharaja Kundungga ditafsirkan
sebagai nama asli orang Indonesia yang belum terpengaruh budaya lain
c. Sumber
Sejarah
Prasasti Kutai Keberadaan
kerajaan Kutai diketahui berdasarkan sumber berita yang ditemukan yaitu berupa
prasasti yang berbentuk yupa (tiang) batu berjumlah 7 buah. Prasasti Yupa ini
berangka tahun 475 M (abad 5) dapat dikatakan merupakan prasasti tertua
diantara prasasti prasasti yang ditemukan di Indonesia sehingga sering
dijadikan sebagai acuan awal masuknya bangsa Indonesia ke dalam jaman sejarah.
Prasasti ini menggunakan huruf Pallawa dan bahasa sansekerta. Dari ke tujuh
buah Yupa tersebut, baru tiga buah Yupa yang dapat dibaca, yaitu:
-
Berisi silsilah:
“Sang
Mahārāja Kundungga, yang amat mulia, mempunyai putra yang mashur, Sang
Aśwawarmman namanya, yang seperti Angśuman (dewa Matahari) menumbuhkan keluarga
yang sangat mulia. Sang Aśwawarmman mempunyai putra tiga, seperti api (yang
suci). Yang terkemuka dari ketiga putra itu ialah Sang Mūlawarmman, raja yang
berperadaban baik, kuat, dan kuasa. Sang Mūlawarmman telah mengadakan kenduri
(selamatan yang dinamakan) emas- amat-banyak. Untuk peringatan kenduri
(selamatan) itulah tugu batu ini didirikan oleh para brahmana.”
-
Tempat sedekah:
“Sang
Mulawarman, raja yang mulia dan terkemuka telah memberi sedekah 20.000 ekor
lembu kepada para
Brahmana di tempat
tanah yang sangat
suci “Waprakeswara”.”
-
Masa Kejayaan :
“Yang
terkemuka dari ketiga putra itu ialah Sang Mūlawarmman, raja yang berperadaban
baik, kuat, dan kuasa. Sang Mūlawarmman telah mengadakan kenduri (selamatan
yang dinamakan) emas-amat-banyak. Untuk peringatan kenduri (selamatan) itulah
tugu batu ini didirikan oleh para Brahmana” Keterangan yang di dapat dari
Prasasti Yupa ini adalah:
d. Silsilah
Raja raja
kerajaan Kutai,
menunjukan pada abad 5 di Indonesia telah berdiri sebuah Kerajaan yaitu
Kerajaan Kutai.mDilihat dari namanya, Kudungga masih berbudaya Indonesia asli
sehingga belum memilki kasta. Budaya India baru masuk ke Kutai pada masa
pemerintahan Raja Aswawarman. Pendiri Kerajaan adalah Kudungga, dan pendiri
Dinasti adalah Aswawarman.
e. Corak
Kebudayaan dan Kepercayaan
Kepercayaan yang berkembang pada
masyarakat Kutai adalah Hindu, hal tersebut didasarkan pada keterangan yang
terdapat pada Prasasti Kutai, Yaitu:
-
Raja Aswawarman pernah mengadakan upacara
Vratyastoma yaitu upacara pensucian diri untuk pengakuan Kasta, Kasta adalah
system pelapisan Sosial pada masyarakat Hindu.
-
Raja Mulawarman kerap mengadakan upacara
diatas sebidang tanah Wavrakesywara yaitu tanah suci yang dipersembahkan untuk
Dewa Syiwa, salah satu dewa dalam agama Hindu.
-
Raja Mulawarman kerap mengadakan selamatan
dengan mempersembahkan 20.000 ekor sapi kepada para Brahmana yang merupakan
binatang yang disucikan oleh umat Hindu, Kaum Brahmana adalah salah satu kasta
umat Hindu.
-
Tetapi di luar golongan brahmana dan
ksatria, sebagian besar masyarakat Kutai masih menjalankan adat istiadat dan
kepercayaan asli mereka. Jadi, walaupun Hindu telah menjadi agama resmi
kerajaan, masih terdapat kebebasan bagi masyarakatnya untuk menjalankan
kepercayaan aslinya.
f.
Sistem Ekonomi
Kehidupan ekonomi di
kerajaan Kutai tergambar dalam salah satu Yupa dalam prasasti Kutai, yang
isinya, seperti berikut ini: “(Tugu ini ditulis untuk (peringatan) dua
(perkara) yang telah disedekahkan oleh sang Mulawarman yakni segunung minyak,
dengan lampu dan malai bunga)”. Berdasarkan isi salah satu Yupa tersebut dapat
disimpulkan beberapa kegiatan ekonomi yang dikembangkan masyarakat Kutai yaitu
antara lain:
-
Pertanian (Adanya minyak dan bunga malai,
kita dapat menyimpulkan bahwa sudah ada usaha dalam bidang pertanian yang
dilakukan oleh masyarakat Kutai).
-
Kerajinan dan Pertukangan (Lampu-lampu
seperti yang disebutkan dalam Prasasti Tugu dihasilkan dari usaha dibidang
kerajinan dan pertukangan. Hal ini menunjukkan bahwa kedua bidang usaha
tersebut sudah berkembang di lingkungan masyarakat Kutai).
g. Sistem
Pemerintahan
Sejak muncul dan
berkembangnya pengaruh Hindu (India) di Kalimantan Timur, terjadi perubahan
dalam bentuk pemerintahan, yaitu dari pemerintahan suku dengan kepala suku yang
memerintah menjadi kerajaan dengan seorang raja sebagai kepala pemerintahan. Dalam
sistem kerajaan, raja dianggap keturunan dewa yang harus disembah oleh bawahan
dan rakyatnya. Oleh karena itu raja memiliki hak untuk menyelenggarakan
pemerintahan secara mutlak dan turun – temurun berdasarkan garis kasta. Berikut
beberapa raja yang pernah memerintah Kerajaan Kutai:
1. Raja
Kudungga
Merupakan raja pertama
yang berkuasa di kerajaan kutai. Diperkirakan Kudungga masih berbudaya
Indonesia dan pengaruh Hindu baru masuk ke wilayahnya. Dari namanya, para ahli
memperkirakan bahwa ia sama sekali tidak memeluk Hindu. Barulah putranya atau
kemungkinan menantunya yang bernama Aswawarman yang menjadi seorang Hindu. Kedudukan
Raja Kudungga pada awalnya adalah kepala suku. Dengan masuknya pengaruh Hindu,
ia mengubah struktur pemerintahannya menjadi kerajaan dan mengangkat dirinya
sebagai raja, sehingga penggantian raja dilakukan secara turun temurun.
2. Raja
Aswawarman
Jika pada masa Kudungga
belum menganut Hindu maka barulah pada masa putranya (atau kemungkinan
menantunya) yang bernama Aswawarman yang menjadi seorang Hindu. Dengan melalaui
upacara vratyastoma, Di tanah Hindustan, upacara ini bertujuan memupus hukuman
kepada seseorang yang membuatnya dikeluarkan dari kasta. Namun, dalam konteks
kerajaan Kutai, para ahli menduga tujuan vratyastoma sedikit berbeda. Yaitu
sebagai daerah yang baru menerima pengaruh Hindu, upacara tersebut ditujukan
sebagai penanda seseorang memeluk Hindu sekaligus masuk kasta. Pada masa
pemerintahannya, wilayah kekuasaan Kutai diperluas lagi. Hal ini dibuktikan
dengan dilakukannya Upacara Asmawedha pada masanya. Dalam upacara itu
dilaksanakan pelepasan kuda dengan tujuan untuk menentukan batas kekuasaan
Kerajaan Kutai.
3. Raja
Mulawarman
Merupakan anak dari Raja
Aswawarman yang menjadi penerusnya. Raja Mulawarman adalah raja terbesar dari
Kerajaan Kutai dan banyak disebut dalam Prasasti Kutai karena besar kemungkinan
Prasasti Kutai dibuat pada masa pemerintahannya.
h. Masa
Keruntuhan
Didalam sejarah disebutkan bahwa
Kerajaan Kutai runtuh saat raja Kerajaan Kutai terakhir yang bernama Maharaja
Dharma Setia tewas di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran Anum
Panji Mendapa. Kerajaan Kutai Kartanegara selanjutnya menjadi Kerajaan Islam
yang bernama Kesultanan Kutai Kartanegara. Kutai Kartanegara selanjutnya
menjadi kerajaan Islam. Sejak tahun 1735 kerajaan Kutai Kartanegara yang semula
rajanya bergelar Pangeran berubah menjadi bergelar Sultan (Sultan Aji Muhammad
Idris) dan hingga sekarang disebut Kesultanan Kutai Kartanegara.
Kerajaan Tarumanegara
a. Letak
Geografis
Menurut para ahli
arkeolog, letak Kerajaan Tarumanegara berada di Jawa Barat di tepi Sungai
Cisadane, yang saat ini merupakan wilayah Banten. Kerajaan Tarumanegara
berpusat di Sundapura, yang saat ini dikenal sebagai Bekasi. Wilayah kekuasan
Kerajaan Tarumanegara hampir meliputi seluruh wilayah Jawa Barat dan Banten.
Bahkan, Kerajaan Tarumanegara juga memiliki pengaruh besar pada kerajaan yang
ada di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Mengenai letak ibukota
Tarumanegara dengan keratonnya masih belum bisa dipastikan. Tetapi berdasarkan
ilmu bahasa Prof Dr. Poerbatjaraka memperkirakan bahwa letak Keraton Taruma itu
di daerah Bekasi. tersebut berdasarkan keterangan yang terdapat pada Prasasti Tugu tentang penggalian Sungai
Chandrabaga yang alirannya melewati istana sebelum sampai ke laut,dengan alasan
bahwa Sungai Chandrabhaga adalah dalam bahasa sansakerta, sementara dalam
bahasa Indonesia menjadi Bhaga Candra, Candra yang dalam bahasa Indonesia
adalah bulan, dalam bahasa sunda adalah sasih, sehingga Bhaga Candra menjadi
Bhagasasih, yang lambat laun berubah menjadi Bekasi.
Di daerah Bekasi sendiri,
sejak tahun-tahun yang lalu telah ditemukan alat-alat prasejarah seperti pahat
dan kapak batu serta pecahan-pecahan periuk. Kecuali benda- benda prasejarah
juga terdapat benda-benda yang sudah masuk masa-masa jauh setelah zaman
Batu-Baru dan Perunggu Besi. Tidak jauh dari Bekasi yakni di Cibuaya,
Rengasdengklok pada tahun 1952 pernah ditemukan area Wishnu yang usianya kurang
lebih dari abad ke-7, dimungkinkan area tersebut berasal dari masa
Tarumanegara.
b. Awal
Terbentuknya
Berdasarkan naskah
wangsakerta Tarumanegara didirikan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada
tahun 358. Rajadirajaguru Jayasingawarman merupakan seorang Maharesi atau
Pendeta dari Salankayana di India, dia mengungsi ke Nusantara karena kerajaan
tempat asalnya ditaklukan Kerajaan Magadha.
Dalam naskah itu,
dikatakan pada abad ke-4 Masehi nusantara didatangi oleh sejumlah pengungsi
dari India yang mencari perlindungan akibat terjadi peperangan besar di sana.
Umumnya pengungsi tersebut berasal dari daerah kerajaan Palawa dan Calankaya di
India. Salah satu rombongan pengungsi tersebut dipimpin oleh seorang Maharesi
yang bernama Jayasingawarman. Ketika telah mendapatkan persetujuan dari raja
Dewawarman VIII, raja Salakanagara maka mereka membangun tempat pemukiman baru
di dekat sungai Citarum. Pemukiman tersebut disebut Tarumadesya (desa Taruma).
Sepuluh tahun berjalan ternyata desa ini banyak didatangi oleh orang-orang,
sehingga Tarumadesya menjadi besar.
Pada akhirnya wilayah
yang hanya setingkat desa tersebut berkembang menjadi kota (nagara). Diduga
bahwa nama asli kerajaan Taruma adalah kerajaan Aruteun. Hal ini sesuai dengan
catatan sejarah Cina, bahwa negeri Ho-lo- tan (Aruteun) di She-po (Jawa) telah
mengirimkan utusan ke Cina pada tahun 430, 437, dan 452 masehi. Setelah
mendapat pengaruh budaya India, nama Aruteun diubah menjadi Taruma. Nama Taruma
ini diambil dari nama daerah di India Selatan. Perubahan nama ini diperkirakan
terjadi pada akhir abad ke-5 masehi. Sejak abad ke-6 masehi, nama Ho-lo- tan
(Aruteun) tidak disebut-sebut lagi. Sebagai gantinya muncul nama To-lo-mo
(Taruma) yang pernah mengirimkan utusan ke Cina pada tahun 528, 535, 630, dan
669 masehi.
c. Sumber
Sejarah
Keterangan tentang kerajaan Tarumanegara
didapat dari beberapa sumber baik dari dalam maupun luar negeri, diantaranya:
1) Sumber
Dalam Negeri:
Berupa
prasasti yang ditemukan di tempat-tempat berbeda namun tidak terlalu jauh satu
sama lain. Berikut adalah beberapa prasasti peninggalan kerajaan Tarumanegara.
-
Prasasti Ciaruteun
Pada prasasti ini ditemukan ukiran laba-laba
dan telapak kaki serta sajak beraksara palawa dalam bahasa Sanskerta.
Berdasarkan pembacaan oleh Poerbatjaraka dalam prasasti ini berbunyi: “Ini
(bekas) dua kaki, yang seperti kaki Dewa Wisnu, ialah kaki Yang Mulia Sang
Purnavarman, raja di negeri Taruma, raja yang gagah berani di dunia”.
-
Prasasti Jambu (Koleangkak)
Seperti namanya, prasasti ini ditemukan di
kawasan perkebunan jambu, bukit Pasir Koleyangkak, Leuwiliang, Kabupaten Bogor
atau 30 Km setelah bagian barat Bogor. Prasasti ini juga disebut Prasasti
Koleangkak atau Pasir Jambu. Dapat disimpulkan bahwa isinya adalah:
“Tapak kaki ini adalah tapak kaki Sri
Purnawarman raja Tarumanegara. Baginda termasyhur gagah berani, jujur dan setia
menjalankan tugasnya, dan tak ada taranya. Baginda selalu berhasil membinasakan
musuh-musuhnya. Baginda hormat kepada para pangeran tetapi sangat ditakuti oleh
musuh-musuhnya, serta melindungi mereka yang memberikan bantuan kepadanya”.
-
Prasasti Pasir Awi
Ditemukan di Pasir Awi , Bogor. Dalam
prasasti ini juga terdapat gambar telapak kaki dan tulisan ikal. Namun,
sayangnya isi dari prasasti ini belum dapat disimpulkan oleh para ahli. 4. Prasasti Kebun Kopi Prasasti kebun kopi
ditemukan di kampung Muara Hilir, Cibungbulan, Bogor. Isinya tidak terlalu
banyak, berikut adalah isi dari prasasti kebun kopi. “Di sini nampak sepasang
tapak kaki… yang seperti Airwata, gajah penguasa taruma (yang) agung dalam …
dan (?) kejayaan.”
-
Prasasti Muara Cianten
Prasasti ini ditemukan di Muara Cianten,
Bogor. Prasasti ini memiliki kemiripan dengan Prasasti Awi (memiliki gambar
telapak kaki dan tulisan ikal). Namun, tulisan atau isinya belum dapat
disimpulkan oleh para Ahli.
-
Prasasti Tugu
Prasasi ini ditemukan di Tugu, daerah
Cilincing, DKI Jakarta dekat perbatasan dengan daerah Bekasi. Isinya
menyebutkan:
“Dahulu sungai yang bernama candra bhaga
telah (disuruh) gali oleh Maharaja Purnamarwan. Maharaja yang mulia mempunyai
lengan yang kuat. Setelah sampai ke istana kerajaan yang termasyhur, sungai
dialirkan ke laut. Di dalam tahun ke-22 dari takhta yang mulia raja Purnawarman
yang gemerlapan karena kepandaian dan kebijaksanaannya serta menjadi
panji-panji dari segala raja- raja.
Diduga, penggalian untuk membuat sungai
tersebut dilakukan untuk mengendalikan banjir dan membantu usaha pertanian yang
diperkirakan berada di wilayah Jakarta saat ini. Sungai tersebut adalah sungai
Candrabaga.
Penyebutan Brahmana yang merupakan kasta
tertinggi dalam kepercayaan Hindu dan bertugas mempin upacara dalam ritual
ajaran Hindu, serta persembahan 1000 ekor sapi yang merupakan binatang suci
dalam ajaran Hindu. Ke dua hal tersebut memberi petunjuk bahwa kerajaan
Tarumanegara berbudaya Hindu
-
Prasasti Lebak (Cidanghiang)
Prasasti ditemukan di kampung Lebak, tepi
sungai Cidanghiang, kecamatan Muncul, kabupaten Pandeglang, Banten. Oleh karena
itu, terkadang prasasti ini juga disebut prasasti Cidanghiang atau prasasti
Munjul. Dalam prasasti ini disebutkan:
“inilah tanda keperwiraan yang mulia
Purnawarman. Baginda seorang raja yang agung dan gagah berani. Baginda seorang
raja dunia dan menjadi panji sekalian raja”.
Prasasti ini juga memuat batas-batas
kerajaan Tarumanegara, yakni: sebelah barat berbatasan dengan laut, sebelah
selatan juga berbatas dengan
laut, sebelah timur dengan sungai Citarum
dan sebelah utara dengan daerah Karawang.
-
Situs Pasir Angin
Situs ini terletak di Desa Cemplang,
Kecamatan Cibungbulang berada pada bukit kecil di sebelah utara daerah aliran
sungai Cianten yang mengalir dari selatan ke utara. Di bukit tersebut terdapat
monolit setinggi 1,2 m.
Di sini, ditemukan berbagai artefak
seperti: tembikar, porselin, kemarik dari bahan batuan, artefak kaca, artefak
perunggu, besi, dan emas. Salah satu artefak tersebut adalah topeng emas.
2) Sumber
Luar Negeri
Sumber
sejarah Kerajaan Tarumanegara ternyata juga didapat dari berita musafir China yang
bernama Fa-Hien. Musafir yang datang di Jawa pada tahun 414 M membuat catatan
tentang adanya Kerajaan To-lo-mo. atau Taruma. Istilah To-lo-mo ini tentu
dimaksudkan pada kerajaan Tarumanegara.
Sumber
sejarah dari luar negeri didapatkan dari berita musafir China yang bernama
Fa-Hien. Fa-Hien datang ke tanah Jawa pada tahun 414 M untuk membuat catatan
mengenai keberadaan kerajaan To-lo-mo. Kerajaan yang di maksud ternyata
mengarah pada kerajaan Tarumanegara. Dalam catatan Fa-Hien dikatakan bahwa
dalam perjalanannya menuju India, ia singgah di Yo-p’o-ti dan berdiam di sana
selama 5 bulan, di sana sedikit sekali pemeluk Budha. Sementara itu, dalam
kronik dinasti Tang (618-906) diungkapkan bahwa antara tahun 528-539 dan
666-669 telah datang di Cina utusan dari Kerajaan To-lo-mo (Tarumanegara).
d. Corak
Kebudayaan dan Kepercayaan
Diperkirakan setidaknya ada dua golongan
dalam masyarakat. Pertama, golongan masyarakat yang berbudaya Hindu, kelompok
ini terbatas pada lingkungan keraton saja. Kedua, golongan masyarakat yang
berbudaya asli yang meliputi bagian terbesar penduduk Tarumanegara, meskipun
demikian, mereka tetap rukun berdasarkan berita dari Fa-hsien, bahwa pada awal
abad 5 M, di Tarumanegara terdapat tiga agama, yaitu agama Buddha, Hindu dan
agama yang kotor. Dari ketiga agama tersebut, agama Hindu merupakan agama yang
paling banyak dianut oleh masyarakat, hal itu diperkuat dengan adanya
bukti-bukti prasasti dan arca.
Kesimpulannya, agama yang dianut adalah:Agama
Hindu seperti yang di anut Purnawarman, Agama Budha meskipun hanya sedikit, dan
Penganut animisme dan dinamisme.
Berdasarkan Prasasti Tugu, bahwa sebagai
selamatan atas penggalian sungai Chandrabga, Raja Purnawarman memberikan 1000
ekor sapi kepada para Brahmana. Sapi dan Brahmana adalah petunjuk bahwa agama
resmi kerajaan adalah Hindu.
e. Sistem
Ekonomi
-
Perdagangan
Catatan
Fa-Hien,seoarang musafir Cina,masyarakat Tarumanegara sudah melakukan kegiatan
berdagang. Barang yg diperdagangkan antara lain beras dan kayu jati. Prasasti
tugu menyatakan bahwa raja Purnawarman memerintahkan rakyatnya untuk membuat
sebuah terusan sepanjang 6122 tombak. Pembangunan terusan ini mempunyai arti
ekonomis yang besar bagi masyarakat, karena dapat dipergunakan sebagai sarana
untuk mencegah banjir serta sarana lalu-lintas pelayaran perdagangan antardaerah
di kerajaan Tarumanegara dengan dunia luar. Juga perdagangan dengan
daerah-daerah di sekitarnya. Akibatnya, kehidupan perekonomian masyarakat
kerajaan Tarumanegara sudah berjalan teratur.
-
Pertanian
Penggalian
Sungai ChandraBaga oleh Raja Purnawarman seperi diuraikan dalam Prasasti Tugu
juga dimaksudkan sebagai sarana pengairan bagi persawahan di Kerajaan
Tarumanegara
-
Peternakan
Sebagai
selamatan atas penggalian sungai Chandrabaga , Raja Purnawarman memeberi 1000
ekor sapi kepada para Brahmana seperti yang tertera dalam prasasti Tugu
menunjukan bahwa masyarakat Tarumanegara sudah mengembangkan peternakan yang
baik F. Runtuhnya Kerajaan
Tarumanegara
f.
Masa Kemunduran
Tanda tanda kemunduran
Kerajaan Tarumanegara sudah dimulai pada masa kepemimpinan Raja Sudawarman. Hal
tersebut didorong oleh beberapa faktor antara lain:
·
Raja sudawarman kurang peduli terhadap
masalah masalah yang terjadi di kerajaannya, yang menyebabkan raja raja
bawahannya merasa tidak diawasi dan tidak dilindungi
·
Pada masa pemerintahan Raja Sudawarman
muncul pesaing Kerajaan Tarumanegara yaitu Kerajaan Galuh. Kerajaan galuh
didirikan oleh Wretikandayun , cucu dari Kretawan, Raja ke 8 Kerajaan
Tarumanegara . Sebelum menjadi sebuah kerajaan, Galuh adalah bagian dari
Kerajan Tarumanegara
·
Raja Terakhir Kerajaan tarumanegara adalah
Linggawarman ( raja ke 12 ) yang tidak memiliki putera, tetapi dia memiliki dua
orang puteri , yaitu Manasih yang menikah dengan Tarusbawa, raja pertama dari
Kerajaan sunda. Sedangkan puteri ke dua adalah Sobakancana yang menikah dengan
Dapuntahyang Sri Jayanasa , Pendiri Kerajaan Sriwijaya.Tahta Kerajaan
Tarumanegara kemudian jatuh ketangan menantu pertama yaitu Tarusbawa yang ingin
mengangkat kembali kejayaan Kerajaan Tarumanegara dengan cara mengembangkan
Kerajaan sunda yang sebelumnya adalah Kerajaan bawahan Tarumanegara kemudian
menggabungkan kerajaan Tarumanegara dengan Kerajaan sunda, namun ternyata hal
ini membuat hubungan kerajaan Tarumanegara dengan kerajaan lainnya melemah.
·
Kerajaan galuh memutuskan untuk memisahkan
diri dari Kerajaan Tarumanegara. Pemisahan ini juga didukung oleh Kerajaan
Kalingga, karena putera mahkota Kerajaan Galuh menikah dengan puteri Kerajaan
kalingga. Dukungan ini membuat Kerajaan galuh meminta agar wilayah Kerajaan
Tarumanegara dibagi menjadi dua yang disetujui oleh raja tarusbawa untuk
menghindari perang saudara. Sehingga sejak saat itu Kerajaan Tarumanegara
dibagi menjadi wilayah Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh dengan sungai Citarum
sebagai batasnya
·
Informasi yang didapat dari Prasasti Kota
Kapur (686 M) menyatakan bahwa Dapunta Hyang Sri Jayanagara berupaya
melancarkan serangan kepada Bhumi Jawa karena dianggap tidak mau tunduk kepada
Sriwijaya. Serangan ini diperkirakan terjadi bersamaan dengan runtuhnya
Tarumanagara dan Ho-Ling menjelang akhir abad ke-7 Masehi. Hal ini tentunya
cukup kuat karena memasuki abad ke-8, Sriwijaya memiliki ikatan yang kuat
dengan Wangsa Sailendra dari Jawa Tengah.
Berdasarkan
uraian tersebut diperkirakan Kerajaan Tarumanegara berakhir abad ke-7 M. Karena
sejak abad tersebut tidak ada lagi berita-berita yang dapat dihubungkan dengan
nama rajanya. Menurut Ir. J.L. Moens dari Prasasti Kota Kapur ± 686 M di Pulau
Bangka tentang perjalanan Dapuntahyang ke Bhumi Jawa dengan membawa 20.000
tentara dengan maksud untuk menghukum negeri tersebut yang tidak mau tunduk
pada Sriwiaya runtuhnya Kerajaan Tarumanegara pada akhir abad tersebut
disebabkan oleh penyerangan Sriwijaya.
Kerajaan Sriwijaya
a.
Letak Geografis
Letak Kerajaan Sriwijaya sendiri masih
dipersoalkan hingga saat ini. Pendapat yang cukup populer adalah yang
dikemukakan oleh beberapa ahli, diataranya:
Ø G.
Coedes pada tahun 1918 bahwa pusat Sriwijaya ada di Palembang. Meskipun
pendapat ini juga problematis karena sedikitnya penemuan arkeologis di
Palembang
Ø J.L.
Moens misalnya, merekonstruksi peta Asia Tenggara menggunakan berita- berita
Cina dan Arab menyimpulkan bahwa Sriwijaya tadinya berpusat di Kedah, kemudian
berpindah ke Muara Takus.
Ø Soekmono,
dalam pendapat lain menyampaikan Jambi sebagai lokasi yang tepat bagi pusat
Sriwijaya karena lokasinya yang terlindung karena ada di dalam teluk namun
menghadap langsung ke laut lepas.
Sampai
dengan hari ini, Palembang masih dianggap sebagai pusat Sriwijaya dengan banyak
perdebatan. Jambi, Kedah, Chaiya (Thailand Selatan), dan bahkan Jawa sempat
dinyatakan sebagai pusat Sriwijaya karena penemuan dari masing-masing peneliti.
Beberapa
ahli sampai pada kesimpulan bahwa Sriwijaya yang dianggap bercorak maritim
memiliki kebiasaan untuk berpindah-pindah pusat kekuasaan. Hal ini mungkin saja
terjadi, mengingat teori Mandala yang diungkapkan oleh Robert von Heine-Geldern
yang menyatakan bahwa pusat dari kerajaan-kerajaan kuno Asia Tenggara adalah
raja itu sendiri dan pengaruhnya. Bukan kekuasaan teritorial, maupun ibukota
kerajaan seperti halnya yang terjadi di Eropa, misalnya.
b. Latar
Belakang Sejarah
Kerajaan Sriwijaya
merupakan sebuah kerajaan besar yang terletak di Sumatra Selatan. Menurut para ahli, pusat Kerajaan
Sriwijaya ada di Palembang dan diperkirakan telah berdiri pada abad ke-7 M.
Awalnya, Sriwijaya hanya kerajaan kecil. Sriwijaya berkembang menjadi kerajaan
besar setelah dipimpin oleh Dapunta Hyang. Dapunta Hyang berhasil memperluas
daerah kekuasaannya dengan menaklukkan kerajaan-kerajaan di sekitarnya.
Sriwijaya berkembang sampai abad ke 13, dan sejak itu Sriwijaya berhasil
ditaklukkan oleh San Fo Tsi (Swarnabhumi).
Faktor yang mendorong
Sriwijaya muncul menjadi kerajaan besar adalah sebagai berikut:
Ø Letaknya
yang sangat strategis di jalur perdagangan antara India dengan Cina.
Ø Kemajuan
pelayaran dan perdagangan antara Cina dan India melalui Asia Tenggara.
Ø Runtuhnya
Kerajaan Funan di Indocina. Dengan runtuhnya Funan memberikan kesempatan kepada
Sriwijaya untuk berkembang sebagai negara maritim menggantikan Funan.
Ø Sriwijaya
mempunyai kemampuan untuk melindungi pelayaran dan perdagangan di perairan Asia
Tenggara dan memaksanya singgah di pelabuhan-pelabuhan.
c. Sistem
Kepercayaan
Kepercayaan masyarakat
sriwijaya yakni agama Buddha yang diperkenalkan di Sriwijaya pada tahun 425
Masehi. I Tsing melaporkan bahwa Sriwijaya menjadi rumah bagi sarjana Buddha
sehingga menjadi pusat pembelajaran agama Buddha, yaitu aliran Buddha Mahayana,
Hinayana, Pendeta Budha yang terkenal di Sriwijaya diantarana adalah Dharmapala
dan Sakyakirti. Dharmapala adalah seorang guru besar agama Budha dari Kerajaan
Sriwijaya. Ia pernah mengajar agama Budha di Perguruan Tinggi Nalanda
(Benggala). Sakyakirti adalah guru besar yang mengarang buku Hasta dan sastra
d. Sistem
Ekonomi
Di dunia perdagangan,
Sriwijaya menjadi pengendali jalur perdagangan antara India dan Tiongkok, yakni
dengan penguasaan atas Selat Malaka dan Selat Sunda. Orang Arab mencatat bahwa
Sriwijaya memiliki aneka komoditas seperti kapur barus, kayu gaharu, cengkeh,
pala, kepulaga, gading, emas, dan timah, yang membuat raja Sriwijaya sekaya
raja-raja di India. Sehingga Sriwijaya mendapat kepercayaan dari vassal-vassal-
nya di seluruh Asia Tenggara.
Karena alasan itulah
Sriwijaya harus terus menjaga dominasi perdagangannya dengan selalu mengawasi
dan jika perlu memerangi pelabuhan pesaing di negara jirannya. Keperluan untuk
menjaga monopoli perdagangan inilah yang mendorong Sriwijaya menggelar
ekspedisi militer untuk menaklukkan bandar pelabuhan pesaing di kawasan
sekitarnya dan menyerap mereka ke dalam mandala Sriwijaya
Faktor factor yang
mendorong Sriwijaya memiliki kedudukan yang sangat baik dalam perdagangan
internasional:
Ø Kerajaan
Sriwijaya mempunyai letak yang sangat strategis, yaitu di tengah-tengah jalur
pelayaran perdagangan antara India dan Cina Sehingga aktivitas perekonomian
masyarakatnya tergantung pada pelayaran dan perdagangan.
Ø Kerajaan
Sriwijaya dekat dengan Selat Malaka yang merupakan urat nadi perhubungan bagi
daerah-daerah di Asia Tenggara.
Ø Dukungan
pemerintahan raja yang cakap dan bijaksana seperti Balaputradewa.
Pada masanya Sriwijaya
memiliki armada laut yang kuat yang mampu menjamin keamanan di jalur-jalur
pelayaran yang menuju Sriwijaya, sehingga banyak pedagang dari luar yang
singgah dan berdagang di wilayah kekuasaan Sriwijaya tersebut.
Kerajaan Sriwijaya mampu
menguasai lalu lintas pelayaran dan perdagangan internasional selama
berabad-abad dengan menguasai Selat Malaka, Selat Sunda, dan Laut Jawa. Setiap
pelayaran dan perdagangan dari Asia Barat ke Asia Timur atau sebaliknya harus
melewati wilayah Kerajaan Sriwijaya yang meliputi seluruh Sumatra, sebagian
Jawa, Semenanjung Malaysia, dan Muangthai Selatan. Keadaan ini juga yang
membawa penghasilan Kerajaan Sriwijaya terutama diperoleh dari komoditas ekspor
dan bea cukai bagi kapal kapal yang singgah di pelabuhan-pelabuhan milik
Sriwijaya. Komoditas ekspor Sriwijaya antara lain kapur barus, cendana, gading
gajah, buah-buahan, kapas, cula badak, dan wangi-wangian. Kerajaan ini
merupakan kerajaan maritime yang bersifat metropolitan.
e. Sumber
Sejarah
Berita-berita dalam
negeri berasal dari prasasti-prasasti yang dibuat oleh raja-raja dari Kerajaan
Sriwijaya. Prasasti tersebut sebagian besar mengguna-kan huruf Pallawa dan
bahasa Melayu Kuno. Prasasti itu antara lain sebagai berikut:
Ø Prasasti
Kedukan Bukit Prasasti berangka tahun 684 M itu menyebutkan bahwa Raja
Sriwijaya bernama Dapunta Hyang membawa tentara sebanyak 20.000 orang berhasil
menundukkan Minangatamwan. Dengan kemenangan itu, Kerajaan Sriwijaya menjadi
makmur. Daerah yang dimaksud Minangatamwan itu kemungkinan adalah daerah Binaga
yang terletak di Jambi. Daerah itu sangat strategis untuk perdagangan.
Ø Prasasti
Telaga Batu. Ditemukan pada tahun 1935 di Telaga Batu, Sabukingking 2 Ilir,
Palembang terdiri dari 28 baris, dihiasi lambang negara Sriwijaya berupa naga
berkepala tujuh digunakan untuk pelaksanaan upacara sumpah kesetian para calon
pejabat yang menggunakan huruf pallawa. Kutukan raja terhadap siapa saja yang
tidak taat terhadap Raja Sriwijaya dan juga melakukan tindakan kejahatan.
Ø Prasasti
Talang Tuwo , Prasasti berangka tahun 684 M. itu menyebutkan tentang pembuatan
Taman Srikesetra atas perintah Raja Dapunta Hyang.
Ø Prasasti
Karang Berahi , berangka tahun 686 ditemukan pada tahun 1904 di daerah Karang
Berahi, Jambi, yang menunjukkan penguasaan Kerajaan Sriwijaya atas daerah itu.
Berisi permintaan kepada para dewa yang menjaga kedatuan Sriwijaya untuk
menghukum setiap orang yang bermaksud jahat dan mendurhakai terhadap kekuasaan
Sriwijaya.
Ø Prasasti
Kota Kapur. Prasasti berangka tahun 686 M. itu menyebutkan bahwa Kerajaan
Sriwijaya berusaha untuk menaklukkan Bumi Jawa yang tidak setia kepada Kerajaan
Sriwijaya. Prasasti tersebut ditemukan di Pulau Bangka.
Ø Prasasti
Ligor , Prasasti berangka tahun 775 M. Ditemukan di daerah Ligor Semenanjung
Malaya. Menerangkan bahwa Kerajaan Sriwijaya (Sumatera) mendirikan sebuah
pangkalan di Semenanjung Malaya, daerah Ligor untuk mengawasi pelayaran
perdagangan di Selat Malaka.
Berita
tentang kerajaan Sriwijaya juga di dapat dari asing, mengingat Kerajaan
Sriwijaya merupakan kerajaan maritim dengan letak yang sangat strategis, banyak
pedagang-pedagang asing yang datang untuk melakukan aktivitas di Kerajaan
Sriwijaya. Untuk itu banyak ditemukan informasi mengenai keberadaan Kerajaan
Sriwijaya ini. Berita asing tersebut antara lain sebagai berikut :
Ø Dari
berita Arab dapat di-ketahui bahwa banyak pedagang Arab yang melakukan kegiatan
perdagangan di Kerajaan Sriwijaya. Bahkan di pusat Kerajaan Sriwijaya ditemukan
perkampungan-perkampungan orang-orang Arab sebagai tempat tinggal sementara
Yang disebut Tashsih . Keberadaan Kerajaan Sriwijaya juga diketahui dari
sebutan orang-orang Arab terhadap Kerajaan Sriwijaya seperti Zabaq, Sabay, atau
Sribusa.
Ø Dari
berita India dapat diketahui bahwa raja dari Kerajaan Sriwijaya pernah menjalin
hubungan dengan raja-raja dari kerajaan yang ada di India seperti Kerajaan
Nalanda dan Kerajaan Chola.
Ø Prasasti
Nalanda. Dibuat pada sekitar pertengahan abad ke-9, dan ditemukan di India
berisi pokok pokok sebagai berikut:
1. Raja
Balaputradewa dari Suwarnabhumi (Sriwijaya) meminta pada raja Dewapaladewa agar
memberikan sebidang tanah untuk pembangunan asrama yang digunakan sebagai
tempat bagi para pelajar agama Buddha yang berasal dari Sriwijaya
2. Raja
Balaputra Dewa sebagai raja terakhir dari Dinasti Syailendra yang terusir dari
Jawa Tengah akibat kekalahannya melawan Kerajaan Mataram dari Dinasti Sanjaya.
3. Raja
Dewa Paladewa berkenan membebaskan 5 desa dari pajak untuk membiayai para
mahasiswa Sriwijaya yang belajar di Nalanda.
4. Kerajaan
Sriwijaya menjalin hubungan dengan raja-raja di India, seperti raja dari
Kerajaan Nalanda dan Cholamandala. Kerajaan Cholamandala kemudian memerangi
Sriwijaya karena hendak menguasai Selat Malaka.
5. Prasasti
ini menyebutkan Raja Balaputra Dewa sebagai raja terakhir dari Dinasti
Syailendra yang terusir dari Jawa Tengah akibat kekalahannya melawan Kerajaan
Mataram dari Dinasti Sanjaya. Dalam prasasti itu, Balaputra Dewa meminta kepada
Raja Nalanda agar mengakui haknya atas Dinasti Syailendra. Prasasti ini juga
menyebutkan bahwa Raja Dewa Paladewa berkenan membebaskan 5 desa dari pajak
untuk membiayai para mahasiswa Sriwijaya yang belajar di Nalanda 2. Prasasti Tanjore ( India )
Ø Ditemukan
di India, dalam prasasti ini disebutkan bahwa pada tahun 1017 pasukannya
menyerang kerajaan Swarnabhumi (Sumatera; Sriwijaya). Serangan itu diulang
kembali pada tahun 1025, rajanya yang bernama Sanggramawijayatunggawarman
berhasil ditawan oleh pasukan Cola, tetapi akhirnya Sanggramawijaya dilepaskan.
Ø Prasasti
Srilanka. Ditemukan di Srinlanka dan diperkirakan berasal dari abad XII, isinya
menyebutkan bahwa : Suryanaraya dari wangsa Malayupura dinobatkan sebagai
maharaja di Suwarnapura (Sriwijaya). Pangeran Suryanarayana menundukkan
Manabhramana
Ø Dari
berita Cina, dapat diketahui bahwa pedagang-pedagang Kerajaan Sriwijaya telah
menjalin hubungan perdagangan dengan pedagang-pedagang Cina. Para pedagang Cina
sering singgah di Kerajaan Sriwijaya untuk selanjutnya meneruskan perjalanannya
ke India maupun Romawi. Dalam perjalanannya mereka kerap membuat catatan
catatan, diantaranya:
1. Dalam
catatan Dinasti T’ang disebutkan, bahwa Sriwijaya telah beberapa kali mengirim
utusannya ke negeri Cina, sekitar tahun 917M, 972M, 974M, dan 975M, juga tahun
980M dan 983M. Ketika hendak pulang, utusan itu tertahan di Kanton karena
negerinya sedang berperang melawan raja Jawa.
2. Dalam
catatan I-Tsing disebutkan, bahwa ketika hendak berziarah ke India ia singgah
dulu di Sriwijaya selama enam bulan. Ia juga singgah di Melayu selama dua
bulan, baru kemudian ke India. Ia berada di India selama 10 tahun. Dalam
perjalanan pulang singgah lagi di Sriwijaya selama hampir kurang lebih lima
tahun, untuk menerjemahkan kitab agama Budha ke dalam bahasa Cina. Dalam
catatan itu dikatakan juga bahwa di India terdapat seorang pendeta besar yaitu
Sakyakirti atau Dharmakirti.
f.
Kemunduran dan keruntuhan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya mulai
mengalami kemunduran pada abad ke 13M. Kemunduran ini terjadi karena adanya
beberapa faktor, di antaranya adalah faktor alam, ekonomi, politik, dan
militer.
Ø Faktor
Geografi
Ditinjau dari faktor alam, Kerajaan
Sriwijaya mengalami kemunduran karena kota Palembang semakin jauh dari laut.
Hal tersebut terjadi karena adanya pengendapan lumpur yang dibawa oleh Sungai
Musi dan sungai lainnya. Hal ini menyebabkan kapal-kapal dagang yang datang ke
Palembang semakin berkurang.
Ø Faktor
Ekonomi
Ditinjau dari faktor ekonomi, kota
Palembang yang semakin jauh dari laut menjadi tidak strategis lagi. Karena
tidak banyak kapal dagang yang singgah, sehingga kegiatan perdagangannya
menjadi berkurang. Akibatnya pajak sebagai sumber pendapatan semakin berkurang.
Hal ini memperlemah posisi Sriwijaya.
Letak Palembang yang makin jauh dari laut
menyebabkan daerah itu kurang strategis lagi kedudukannya sebagai pusat
perdagangan nasional maupun internasional. Sementara itu, terbukanya Selat
Berhala antara Pulau Bangka dan Kepulauan Singkep dapat menyingkatkan jalur
perdagangan internasional sehingga Jambi ( Kerajaan Melayu ) lebih strategis daripada
Palembang.
Ø Faktor
Politik
Perekonomian Sriwijaya yang semakin lemah
itu menyebabkan Sriwijaya tidak mampu lagi mengontrol daerah kekuasaannya.
Akibatnya, daerah-daerah bawahannya berusaha untuk melepaskan diri.
1.
Setelah kekuasaan di Jawa Timur berkembang
pada masa Airlangga, Sriwijaya terpaksa mengakui Jawa Timur sebagai pemegang
hegemoni di Indonesia bagian timur dan Sriwijaya bagian barat.
2.
Dari arah timur, Kerajaan Sriwijaya
semakin terdesak ketika berkembang Kerajaan Singasari yang merupakan kelanjutan
dari kerajaan Kediri , pada waktu diperintah oleh Raja Kertanegara, Kerajaan
Singasari yang bercita-cita menguasai seluruh wilayah nusantara mulai mengirim
ekspedisi ke arah barat yang dikenal dengan istilah Ekspedisi Pamalayu. Dalam
ekspedisi ini, Kerajaan Singasari mengadakan pendudukan terhadap Kerajaan
Melayu, Pahang, dan Kalimantan, sehingga mengakibatkan kedudukan Kerajaan
Sriwijaya semakin terdesak.
3.
Selain itu kedudukan Kerajaan Sriwijaya
semakin terdesak, karena munculnya kerajaan-kerajaan besar yang juga memiliki
kepentingan dalam dunia perdagangan, seperti Kerajaan Siam di sebelah utara.
Kerajaan Siam memperluas wilayah kekuasaannya ke arah selatan dengan menguasai
daerah-daerah di Semenanjung Malaya termasuk Tanah Genting Kra. Jatuhnya Tanah
Genting Kra ke dalam kekuasaan Kerajaan Siam mengakibatkan kegiatan pelayaran
perdagangan di Kerajaan Sriwijaya semakin berkurang.
Ø Faktor
Militer
Dalam segi militer,
kemunduran Sriwijaya disebabkan adanya serangan militer dari kerajaan lain
antaranya sebagai berikut.
1.
Serangan Raja Dharmawangsa pada tahun 990
M. Ketika itu yang berkuasa di Sriwijaya adalah Sri Sudamani Warmadewa.
Walaupun serangan ini tidak berhasil, tetapi telah melemahkan Sriwijaya
2.
Serangan dari Kerajaan Colamandala yang
diperintah oleh Raja Rajendracoladewa pada tahun 1023 dan 1030. Serangan ini
ditujukan ke Semenanjung Malaka dan berhasil menawan raja Sriwijaya. Serangan
ketiga dilakukan pada tahun 1068 M dilakukan oleh Wirarajendra, cucu
Rajendracoladewa.
3.
Pengiriman ekspedisi Pamalayu atas
perintah Raja Kertanegara, 1275-1292, yang diterima dengan baik oleh Raja
Melayu (Jambi),, Mauliwarmadewa, semakin melemahkan kedudukan Sriwijaya.
4.
Serangan Kerajaan Majapahit dipimpin
Adityawarman atas perintah Mahapatih Gajah Mada pada tahun 1477 yang
mengakibatkan Sriwijaya menjadi taklukan Majapahit.
5.
Akibat beberapa serangan tersebut,
berakhirlah peranan Sriwijaya sebagai kerajaan maritim sekaligus sebagai
kerajaaan yang bertaraf nasional pertama. Dengan faktor politis dan ekonomi
itu, maka sejak akhir abad ke-13 M kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan kecil
dan wilayahnya terbatas pada daerah Palembang. Kerajaan Sriwijaya yang kecil
dan lemah akhirnya dihancurkan oleh Kerajaan Majapahit tahun 1377 M.
Kerajaan Mataram Kuno
a. Letak
Kerajaan Mataram Kuno
Kerajaan Mataram Kuno
terletak di Jawa Tengah yang dikenal dengan sebutan Bumi Mataram. Daerah ini
dikelilingi pegunungan, seperti Gunung
Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Merapi-Merbabu, Gunung Lawu, dan Pegunungan
Sewu. Daerah ini juga dialiri oleh banyak sungai, seperti Sungai Bogowonto,
Sungai Progo, Sungai Elo dan Sungai Bengawan Solo. Itulah sebabnya daerah ini
sangat subur.
b. Sumber
Sejarah
Pada awal pemerintahan,
penguasa Mataram adalah Dinasti Sanjaya. Bukti adanya kerajaan Mataram Kuno di
Jawa Tengah diketahui dari Prasasti Canggal, di kaki Gunung Wukir, Magelang.
Prasasti ini dikeluarkan oleh Raja Sanjaya berangka tahun berbentuk
candrasengkala yang berbunyi "sruti indriyarasa" atau tahun 654 Saka
= 732 M (dengan huruf Pallawa bahasa Sanskerta). Isi pokok Prasasti Canggal
adalah pendirian sebuah lingga di bukit Stirangga. Sang Raja Sanjaya mendirikan
lingga yang ditandai dengan tanda-tanda di bukit yang bernama Stirangga untuk
keselamatan rakyatnya. Disamping itu juga ada Prasasti Canggal juga Prasasti
Mantyasih atau Prasasti Kedu yang dibuat oleh raja Balitung yang menyebutkan
bahwa nama Sanjaya adalah raja pertama (wangsakarta) dengan ibukota di Mdang ri
Poh Pitu. Dalam prasasti itu disebutkan raja-raja yang pernah memerintah ialah
: Sanjaya, Panangkaran, Panunggalan, Warak, Garung, Pikatan, Kayuwangi, dan
Dyah Balitung.
c. Kehidupan
Masyarakat
Kehidupan ekonomi masyarakat bertumpu pada
pertanian. Kondisi alam bumi Mataram yang tertutup Kondisi alam bumi Mataram
yang tertutup dari dunia luar sulit untuk mengembangkan aktivitas perekonominan
dengan pesat. Pada masa Balitung aktivitas perhubungan dan perdagangan
dikembangkan melalui Sungai Bengawan Solo. Pada Prasasti Wonogiri (903) bahwa
desa-desa yang terletak di kanan-kiri sungai dibebaskan dari pajak dengan
catatan harus menjamin kelancaran lalu-lintas lewat sungai tersebut.
d. Pemerintahan
Bumi Mataram diperintah oleh dua dinasti,
yakni Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra. Dinasti Sanjaya beragama Hindu
dengan pusat kekuasaannya di utara dengan hasil budayanya berupa candi-candi
seperti Gedong Songo dan Dieng. Dinasti Syailendra beragama Bundha dengan pusat
kekuasaannya di daerah selatan, dan hasil budayanya dengan mendirikan
candi-candi seperti candi Borobudur, Mendut, dan Pawon. Semula terjadi
perebutan kekuasan namun kemudian terjalin persatuan ketika terjadi perkawinan
antara Pikatan (Sanjaya) yang beragama Hindu dengan Pramodhawardhani
(Syailendra) yang beragama Buddha. Sejak itu agama Hindu dan Buddha hidup
berdampingn secara damai. Hal ini menunjukkan betapa besar jiwa toleransi
bangsa Indonesia. Toleransi ini merupakan salah sifat kepribadian bangsa
Indonesia yang wajib kita lestarikan agar tercipta kedamaian, ketenteraman, dan
kesejahteraan.
Dinasti Isana di Jawa Timur. Seperti telah dikemukakan
di depan bahwa pada abad ke-10 pusat pemerintahan di Jawa Tengah yang
dipindahkan ke Jawa Timur dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pendapat lama
menyatakan karena (1) bencana alam, yakni meletusnya gunung berapi, dan (2)
akibat banyak tenaga laki-laki yang dipekerjakan untuk membuat candi sehingga
sawah menjadi terbengkalai. Pemindahan kekuasaan ke Jawa Timur dilakukan oleh
raja Empu Sendok, dan membentuk dinasti baru yakni Isana. Nama Isana diambil
dari gelar resmi Empu Sendok yakni Sri Maharaja Rake Hino Sri
Isanawikramatunggadewa. Wilayah kekuasaan Empu Sendok meliputi Nganjuk di
sebelah barat, Pasuruan di timur, Surabaya di utara dan Malang di selatan. Empu
Sendok memegang pemerintahan dari tahun 929–947 dengan pusat pemerintahannya di
Watugaluh. Kehidupan sosial ekonomi masyarakat Kerajaan di Jawa Timur ini cukup
baik, karena mendapat perhatian dari raja-raja yang memerintah. Di antaranya
Airlangga yan memerintahkan membuat tanggul di Waringit Pitu (Prasasti Kalegen
1037) dan waduk-waduk di beberapa bagian Sungai Brantas untuk pengairan
sawah-sawah dan mengurangi bahaya banjir
Kerajaan Singashari
Perkembangan Kerajaan Singhasari pada masa
pemerintahan Kertanegara. Setelah berakhirnya Kerajaan Kediri, kemudian
berdirilah Kerajaan Singasari yang diperintah oleh Ken Arok sejak tahun
1222-1227 M, dan kerajaan Singasari berlangsung sekitar 70 tahun. Singasari
yang memiliki ibu kota, yaitu Tumapel. Pada awalnya, Tumapel adalah wilayah
kabupaten yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Kediri dengan bupati/akuwu
bernama Tunggul Ametung. Akan tetapi, Tunggul Ametung kemudian dibunuh oleh Ken
Arok. Semua itu dilakukan oleh Ken Arok karena ia terpikat dengan Ken Dedes,
yaitu istri dari Tunggul Ametung. Ken Arok membunuhnya dengan sebilah keris
buatan Mpu Gandring. Padahal, keris itu belum siap untuk dipakai, tapi karena
Ken Arok sudah tidak sabar ingin memperistri Ken Dedes, direbutlah keris itu
dari Mpu Gandring, sekaligus Mpu Gandring dibunuh dengan keris buatannya
sendiri oleh Ken Arok. Sebelum meninggal, Mpu Gandring mengutuk Ken Arok, bahwa
keris itu nantinya akan membunuh sampai tujuh turunan Ken Arok
Akhirnya Ken Arok menjadi Bupati/akuwu
Tumapel menggantikan Tunggul Ametung yang terbunuh. Ken Arok menjadi raja
setelah ia menyerang kerajaan Kediri yang saat itu dipimpin oleh Kertajaya.
Kertajaya mengalami kekalahan dan Ken Arok berhasil menguasai wilayah Tumapel
dan melepaskannya dari kerajaan Kediri. Ken Arok memiliki gelar Sri Rangga
Rajasa Sang Amurwabumi., Singasari juga memiliki hubungan baik dengan
Majapahit, semua itu tertulis dalam Kitab Negarakertagama. Pergantian kekuasaan
terjadi karena Ken Arok dibunuh oleh kaki tangan Anusapati yang merupakan anak
tirinya. Anusapati kemudian menjadi raja menggantikan Ken Arok.Di bawah
pemerintahan Raja Kertanegara, Singasari mengalami masa kejayaan. Di bawah
pemerintahannya dilakukan ekspedisi Pamalayu 1275- 1286 M dengan tujuan untuk
menaklukkan kerajaan Melayu dan melemahkan kerajaan Sriwijaya. Selain itu
Kertanegara juga berhasil menguasai Bali (1284 M), Jawa Barat (1289 M), Pahang
dan Tajung Pura. Bahkan Kertanegara mampu mencegah serangan Khu Bilai Khan
terhadap Singasari. Kertanegara bertujuan untuk menyatukan seluruh Nusantara
dibawah kerajaan Singasari. Kertanagara adalah raja terakhir dan raja terbesar
dalam sejarah Singhasari (1272 - 1292). Ia adalah raja pertama yang mengalihkan
wawasannya ke luar Jawa. Pada tahun 1275 ia mengirim pasukan Ekspedisi Pamalayu
untuk menjadikan Sumatra sebagai benteng pertahanan dalam menghadapi ekspansi
bangsa Mongol. Saat itu penguasa Sumatra adalah Kerajaan Dharmasraya
(kelanjutan dari Kerajaan Malayu).
Kerajaan ini akhirnya dianggap telah ditundukkan, dengan dikirimkannya bukti arca Amoghapasa yang dari Kertanagara, sebagai tanda persahabatan kedua negara. Pada tahun 1284, Kertanagara juga mengadakan ekspedisi menaklukkan Bali. Pada tahun 1289 Kaisar Kubilai Khan mengirim utusan ke Singhasari meminta agar Jawa mengakui kedaulatan Mongol. Namun permintaan itu ditolak tegas oleh Kertanagara. Nagarakretagama menyebutkan daerah-daerah bawahan Singhasari di luar Jawa pada masa Kertanagara antara lain, Melayu, Bali, Pahang, Gurun, dan Bakulapur
Kerajaan Majapahit
a. Masa Berdiri
Peta
wilayah kekuasaan Majapahit berdasarkan Nagarakertagama; keakuratan wilayah
kekuasaan Majapahit menurut penggambaran orang Jawa masih diperdebatkan Pada
tahun 1291 M Raja Kertanegara di Singasari wafat, kemudian kerajaan Singasari
diserang secara mendadak oleh Jayakatwang yang merupakan raja Kediri. Pada masa
itu menantu Kertanegara, Raden Wijaya berhasil melarikan diri ke Madura. Raden
Wijaya mengumpulkan kekuatan untuk menyerang balik Jayakatwang dan bekerjasama
dengan pasukan Tiongkok. Setelah kerajaan Singasari berhasil ditaklukkan, Raden
Wijaya ingin kemenangan tunggal. Sehingga ia kembali melakukan penyerangan
terhadap pasukan Tiongkok. Raden Wijaya mencapai kemenangan dari penyerangan
tersebut dan menjadi penguasa tunggal di Jawa. Sehingga pada tahun 1292 M,
kerajaan Majapahit resmi berdiri. Masa pemerintahan kerajaan ini berlangsung
cukup lama, sekitar 193 tahun. Setelah Raden Wijaya wafat, tahta Raja
digantikan oleh Raden Jayanegara yang merupakan anak dari Raden Wijaya.
Pada
masa pemerintahannya, banyak terjadi pemberontakan-pemberontakan. Pemberontakan
yang paling besar adalah pemberontakan Kuti, yang akhirnya menyebabkan ia harus
mengungsi ke Desa Bedander bersama Gajah Mada. Kemudian Jayanegara merencakan
serangan balik kepada Kuti bersama Gajah Mada.Setelah penyerangan berhasil, Gajah
Mada diangkat menjadi patih. Setelah Jayanegara wafat, tahta diberikan kepada
putrinya, Tribhuwanatunggadewi. Pada masa pemerintahannya terjadi pemberontakan
Sadeng pada tahun 1331 M, yang akhirnya mampu ditumpas oleh Gajah Mada. Berkat
upayanya, Gajah Mada diangkat sebagai Patih Mangkubumi Majapahit dan memiliki
wewenang menetapkan politik pemerintah. Saat upacara pelantikan, Gajah Mada
menyampaikan sumpahnya yang dikenal dengan Sumpah Palapa. Ia bersumpah tidak
akan hidup mewah sebelum menyatukan Nusantara di bawah kekuasaan kerajaan
Majapahit. Peninggalan sastra dari kerajaan Majapahit ini cukup banyak,
diantaranya adalah Kitab Negarakertagama karangan Empu Prapanca, Kitab Sutasoma
karangan Empu Tantular, dan Kitab Arjunawiwaha karangan Empu Tantular.
b.
Wilayah
Menurut Kakawin Nagarakretagama pupuh
XIII-XV, daerah kekuasaan Majapahit meliputi Sumatra, semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Nusa
Tenggara, Maluku, Papua,
Tumasik (Singapura) dan sebagian kepulauan Filipina. Sumber
ini menunjukkan batas terluas sekaligus puncak kejayaan Kemaharajaan Majapahit.
Namun, batasan alam dan ekonomi menunjukkan bahwa daerah-daerah kekuasaan
tersebut tampaknya tidaklah berada di bawah kekuasaan terpusat Majapahit,
tetapi terhubungkan satu sama lain oleh perdagangan yang mungkin berupa
monopoli oleh raja. Majapahit juga memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian
selatan, dan Vietnam, dan bahkan mengirim duta-dutanya ke Tiongkok.
Selain melancarkan serangan dan ekspedisi militer,
Majapahit juga menempuh jalan diplomasi dan menjalin persekutuan. Kemungkinan
karena didorong alasan politik, Hayam Wuruk berhasrat mempersunting Citraresmi (Pitaloka),
putri Kerajaan
Sunda sebagai permaisurinya.[22] Pihak
Sunda menganggap lamaran ini sebagai perjanjian persekutuan. Pada 1357
rombongan raja Sunda beserta keluarga dan pengawalnya bertolak ke Majapahit
mengantarkan sang putri untuk dinikahkan dengan Hayam Wuruk. Akan tetapi Gajah Mada melihat
hal ini sebagai peluang untuk memaksa kerajaan Sunda takluk di bawah Majapahit.
c.
Masa Kemunduran
Sesudah
mencapai puncaknya pada abad ke-14, kekuasaan Majapahit
berangsur-angsur melemah. Setelah wafatnya Hayam Wuruk pada tahun 1389,
Majapahit memasuki masa kemunduran akibat konflik perebutan takhta. Kematian
Hayam Wuruk dan adanya konflik perebutan takhta menyebabkan daerah-daerah
Majapahit di bagian utara Sumatra dan Semenanjung Malaya memerdekakan
diri, dimana semenanjung Malaya menjadi daerah kekuasaan Kerajaan Ayutthaya hingga nantinya
muncul Kesultanan Melaka yang didukung oleh Dinasti Ming.
Pewaris Hayam Wuruk adalah putri mahkota Kusumawardhani, yang menikahi
sepupunya sendiri, pangeran Wikramawardhana.
Hayam Wuruk juga memiliki seorang putra dari selirnya Wirabhumi yang
juga menuntut haknya atas takhta.[5] Perang
saudara yang disebut Perang
Paregreg diperkirakan terjadi pada tahun 1405-1406, antara
Wirabhumi melawan Wikramawardhana. Perang ini akhirnya dimenangi
Wikramawardhana, semetara Wirabhumi ditangkap dan kemudian dipancung. Tampaknya
perang saudara ini melemahkan kendali Majapahit atas daerah-daerah taklukannya
di seberang.
Pada
kurun pemerintahan Wikramawardhana, serangkaian ekspedisi laut Dinasti Ming yang
dipimpin oleh laksamana Cheng Ho, seorang jenderal muslim China, tiba di Jawa beberapa
kali antara kurun waktu 1405 sampai 1433. Sejak tahun 1430 ekspedisi Cheng Ho
ini telah menciptakan komunitas muslim China dan Arab di beberapa kota
pelabuhan pantai utara Jawa, seperti di Semarang, Demak, Tuban, dan Ampel; maka Islam pun
mulai memiliki pijakan di pantai utara Jawa. Wikramawardhana memerintah hingga tahun 1426,
dan diteruskan oleh putrinya, Ratu Suhita,
yang memerintah pada tahun 1426 sampai 1447. Ia adalah putri kedua
Wikramawardhana dari seorang selir yang juga putri kedua Wirabhumi. Pada 1447,
Suhita mangkat dan pemerintahan dilanjutkan oleh Kertawijaya,
adik laki-lakinya. Ia memerintah hingga tahun 1451. Setelah Kertawijaya
wafat, Bhre Pamotan menjadi raja dengan gelar
Rajasawardhana dan memerintah di Kahuripan. Ia wafat pada tahun 1453 M. Terjadi
jeda waktu tiga tahun tanpa raja akibat krisis pewarisan takhta. Girisawardhana,
putra Kertawijaya, naik takhta pada 1456. Ia kemudian wafat pada 1466 dan
digantikan oleh Singhawikramawardhana. Pada 1468 pangeran Kertabhumi
memberontak terhadap Singhawikramawardhana dan mengangkat dirinya sebagai raja
Majapahit.
Ketika
Majapahit didirikan, pedagang Muslim dan
para penyebar agama sudah mulai memasuki Nusantara.
Pada akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15, pengaruh Majapahit di seluruh
Nusantara mulai berkurang. Pada saat bersamaan, sebuah kerajaan perdagangan
baru yang berdasarkan Islam, yaitu Kesultanan
Malaka, mulai muncul di bagian barat Nusantara. Di bagian barat
kemaharajaan yang mulai runtuh ini, Majapahit tak kuasa lagi membendung
kebangkitan Kesultanan Malaka yang pada pertengahan abad
ke-15 mulai menguasai Selat Malaka dan melebarkan kekuasaannya
ke Sumatra. Sementara itu beberapa jajahan dan daerah taklukan Majapahit di
daerah lainnya di Nusantara, satu per satu mulai melepaskan diri.
d.
Penjelajahan dan Navigasi
Selama era Majapahit penjelajahan orang-orang Nusantara mencapai
prestasi terbesarnya. Ludovico di Varthema (1470-1517), dalam bukunya Itinerario
de Ludouico de Varthema Bolognese menyatakan bahwa orang Jawa Selatan
berlayar ke "negeri jauh di selatan" hingga mereka tiba di sebuah
pulau di mana satu hari hanya berlangsung selama empat jam dan "lebih
dingin daripada di bagian dunia mana pun". Penelitian modern telah
menentukan bahwa tempat tersebut terletak setidaknya 900 mil laut
(1666 km) selatan dari titik paling selatan Tasmania.
Orang Jawa, seperti suku-suku Austronesia lainnya, menggunakan sistem navigasi yang
mantap: Orientasi di laut dilakukan menggunakan berbagai tanda alam yang
berbeda-beda, dan dengan memakai suatu teknik perbintangan sangat khas yang
dinamakan star path navigation. Pada dasarnya, para navigator
menentukan haluan kapal ke pulau-pulau yang dikenali dengan menggunakan posisi
terbitnya dan terbenamnya bintang-bintang tertentu di atas cakrawala. Pada
zaman Majapahit, kompas dan magnet telah digunakan, selain itu kartografi (ilmu pemetaan) telah berkembang. Pada tahun
1293 Raden Wijaya memberikan sebuah peta dan catatan sensus penduduk pada
pasukan Mongol dinasti Yuan, menunjukkan bahwa pembuatan peta telah menjadi
bagian formal dari urusan pemerintahan di Jawa.Penggunaan peta yang penuh garis-garis
memanjang dan melintang, garis rhumb, dan garis rute langsung yang dilalui
kapal dicatat oleh orang Eropa, sampai-sampai orang Portugis menilai peta Jawa
merupakan peta terbaik pada awal tahun 1500-an.
Rangkuman
Sepertiga wilayah
Indonesia terdiri dari bentangan perairan, mulai dari laut hingga danau dan
sungai. Secara khusus laut memiliki peranan penting dalam dinamika politik dan
masyarakat Indonesia. Dari sudut pandang masa kini, laut tidak lagi dipandang
sebagai pemisah daratan atau pulau-pulau tetapi lebih sebagai pemersatu. Selain
itu, laut merupakan urat nadi penting dalam komunikasi antar tempat di
nusantara. Jadi, tidak bisa dibantahkan lagi bahwa sesungguhnya Indonesia
terlahir sebagai Negara maritime. Hal ini terbukti dari berbagai fakta sejarah
yang ada, serta bukti kejayaan nenek moyang kita pada masa kerajaan – kerajaan,
ditambah dengan peninggalan – peninggalan sejarah yang makin menguatkan fakta
tersebut. Namun keadaan maritim Indonesia saat ini justru mengalami kemunduran
yang signifikan, dikarenakan visi maritim tida lagi jelas dan tidak mampunya
masyarakat Indonesia melihat potensi dari posisi strategis nusantara. Oleh
karena itu, sudah sepantasnya jita kembali kapada visi maritim yang dulu seperti
diterapkan nenek moyang kita, karena sejatinya Indonesia menyandang predikat
“Negara Maritim” atau negara kepulauan. Sehingga dengan mengoptimalkan letak
strategis dari Indonesia dan kekayaan sember daya bahari yang melimpah, maka
bukan mustahil jika Indonesia akan menjadi bangsa yang disegani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar