A. Respon
Bangsa Indonesia Terhadap Kolonialisme Dan Imperialisme Dalam Bidang Politik
Imperialisme dan kolonialisme
yang pernah mendera Indonesia juga mengakibatkan hal lain: aktivitas
pemerintahan berpusat di jawa. Hal ini akhirnya terbawa sampai sekarang.
Meskipun saat ini kita sudah melakukan desentralisasi, tapi tetap terasa bahwa
wilayah Jawa seakan adalah pusat pemerintahan.
Tentu, saat pemerintah
kolonial Belanda menguasai Indonesia, tidak sedikit perlawanan yang menghadang.
Salah satunya adalah perlawanan ciamik lewat dunia politik. Kebanyakan rakyat
bergerak melalui organisasi dalam maupun luar negeri. Masa pergerakan nasional
di Indonesia ditandai dengan berdirinya organisasi- organisasi pergerakan. Masa
pergerakan nasional (1908 – 1942), dibagi dalam tiga tahap berikut.
Ø Masa
penyusunan (1908 – 1920) berdiri organisasi seperti Budi Utomo, Sarekat Islam,
dan Indische Partij.
Ø Masa
radikal/nonkooperasi (1920 – 1930), berdiri organisasi seperti Partai Komunis
Indonesia (PKI), Perhimpunan Indonesia (PI), dan Partai Nasional Indonesia
(PNI).
Ø Masa
moderat/kooperasi (1930 – 1942), berdiri organisasi seperti Parindra, Partindo,
dan Gapi. Di samping itu juga berdiri organisasi keagamaan, organisasi pemuda,
dan organisasi perempuan.
organisasi-organisasi
pergerakan nasional dapat dilihat secara singkat pada tabel di bawah ini:
No. |
Nama Organisasi |
Berdiri |
Tujuan |
Tokoh |
1. |
Budi Utomo |
20 mei 1908 |
Mengusahakan
kemajuan yang selaras buat negeri dan bangsa |
Wahidin
Sudirohusodo, Dr.Soetomo |
2. |
Sarekat Islam |
14 sept 1912 |
Membantu kemajuan taraf hidup Bumiputera |
HOS Tjokroaminoto, Agus Salim |
3. |
Indische Partij |
25 des 1912 |
Mempersiapkan rakyat
Indonesia menjadi negara yang merdeka |
Douwes Dekker, Ki Hajar Dewantara,
Cipto M. |
4. |
Perhimpunan Indonesia |
25 okt 1908 |
memajukan keperntingan- kepentingan bersama orang-orang pribumi dan non pribumi bukan
Eropa di negeri Belanda |
Moh. Hatta, Ki Hajar
Dewantara |
5. |
Partai Nasional Indonesia |
4 Juli 1927 |
Kemerdekaan Indonesia |
Ir.Soekarno |
7. |
Gabungan
Politik Indonesia (GAPI) |
4 Juli 1939 |
Indonesia berparlemen |
Moh.Husni
Thamrin |
B. Respon Bangsa Indonesia Terhadap Kolonialisme
Dan Imperialisme Dalam Bidang Ekonomi
Bangsa Indonesia mulai mengenal industri pertambangan dengan dibukanya
kilang minyak bumi di Tarakan Kaltim oleh Belanda- Belanda membangun rel kereta
api untuk memperlancar arus perdagangan- Liberialisme ekonomi - Eksploitasi
ekonomi, monopoli dagang VOC menyebabkan mundurnya perdagangan nusantara di
panggung perdagangan internasional. Peranan syahbandar digantikan oleh para pejabat Belanda- Kebijakan tanam paksa sampai sistem ekonomi liberal
menjadikan Indonesia sebagai penghasil bahan mentah.
Berbagai upaya Eksport dilakukan oleh bangsa Belanda, pedagang perantara
dipegang oleh orang timur asing terutama bangsa Cina dan bangsa Indonesia hanya
menjadi pengecer, sehingga tidak memiliki jiwa wiraswasta jenis tanaman baru
serta cara memeliharanya.- Dengan dilaksanakannya politik pintu terbuka, maka
pengusaha pribumi yang modalnya kecil kalah bersaing sehingga gulung tikar.-
Perkebunan di Jawa berkembang sedangkan di Sumatra kesulitan tenaga kerja
sehingga dilakukan program transmigrasi. Untuk mendukung program penanaman
modal Barat di Indonesia pemerintah Belanda membangun : Irigasi, waduk, jalan
raya, jalan kereta api dan pelabuhan. Untuk pembangunan tersebut digunakan
tenaga secara paksa dengan sistem rodi (kerja paksa)- Dengan
memperkenalkan sistem sewa tanah,
terjadi pergeseran dari sistem ekonomi barang ke sistem ekonomi uang yang juga
menyebar di kalangan petani Seperti Perlawanan Rakyat Maluku dan Perlawanan Sultan
Ageng Tirtayasa terhadap Monopoli Belanda
C.
Respon Bangsa Indonesia Terhadap
Kolonialisme dan Imperialisme di bidang Sosial-Budaya
Kolonialisme
dan Imperialisme Bangsa Belanda di Indonesia banyak berdampak terhadap
kehidupan social-budaya masyarakat Indonesia, berbagai dampak tersebut antara
lain adalah:
Ø Terciptanya
kelas sosial dalam masyarakat, dengan bangsa Eropa dianggap sebagai yang
tertinggi, disusul oleh Asia Timur Jauh, dan terakhir golongan Bumiputera,
sebagai orang yang lebih dahulu tinggal di Indonesia, golongan Bumiputera
mendapatkan perlakuan diskriminatif, keistimewaan diberikan pada golongan Eropa
dan Timur Asing yang seringkali diprioritaskan dan diutamakan dalam pemenuhan
Haknya, hingga kaum Bumiputera merasa didiskriminasikan di tanahnya sendiri.
Ø Terjadinya perubahan
berbagai ritual dan tradisi kuno di istana-istana dan keraton maupun di
masyarakat. Tradisi yang dimiliki oleh bangsa
Indonesia, seperti upacara dan tata cara yang berlaku dalam lingkungan
istana menjadi sangat sederhana, bahkan cenderung dihilangkan. Tradisi tersebut
secara perlahan-lahan digantikan oleh tradisi pemerintah belanda.
Ø Mundurnya aktivitas
perdagangan laut. Daerah Indonesia pada saat abad ke XVII masih banyak
bergantung pada aktivitas di tepi laut sehingga perubahan aktivitas perdagangan
berdampak pada kehidupan di pedalaman. Kemunduran perdagangan di laut secara
tak langsung menimbulkan budaya feodalisme di pedalaman. Di bawah prinsip
feodalisme, rakyat bumiputera dipaksa untuk tunduk/patuh pada tuan tanah
Barat/Timur Asing.
Ø Masuknya agama Katolik dan
Protestan, bersamaan dengan datangnya Bangsa Belanda dan sebelumnya Portugis
dan Spanyol, diperkenalkanlah agama Katolik dan Protestan di Indonesia.
Berbagai
dampak tersebut pada akhirnya menimbulkan berbagai respon dari Bangsa Indonesia
di bidang sosial-Budaya terhadap praktek kolonialisme dan Imperialisme Belanda
di Indonesia, respon tersebut antara lain dalam bentuk :
1.
Respon dalam bentuk karya sastra
Pada
periode awal abad XX muncul para sastrawan, yang terkenal antara lain adalah
Mohammad Yamin (1903-1964) yang mulai menulis sajak-sajak modern pada tahun
1920-1922. Lalu ada pula Marah Roesli (lahir 1898) yang menulis sebuah novel
legendaris berjudul Siti Nurbaya, yang menceritakan kisah cinta tragis sebagai
akibat adanya benturan antara nilai-nilai modern dan tradisional, selain itu
ada pula Sanusi Pane (1905-1968) yang juga menulis puisi modern dan merupakan
sastrawan berpengaruh khususnya dibidang pengembangan kebudayaan yang berakar
dari kebudayaan pra-islam.
Berbagai
karya sastra ini, meskipun banyak dicetak menggunakan percetakan milik
pemerintah Hindia-Belanda, yaitu Balai Pustaka ternyata turut mempertahankan
identitas dan kelestarian budaya-budaya daerah yang didokumentasikan dari berbagai
karya tulis yang dibuat orang Indonesia, sekaligus menyebarkan berbagai
identitas kebangsaan Indonesia melalui suatu Bahasa nasional, yaitu Bahasa
Indonesia. Karya-karya satra ini turut pula menyumbang gagasan tentang cara
hidup modern di abad 20, Kesehatan pribadi, hingga kepada emansipasi wanita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar