Senin, 24 Agustus 2020

Rakyat di Berbagai Daerah Nusantara Melawan Kolonialisme

Kami pabrik baju anak edukatif, mencari mitra penjualan, daftar GRATIS!

Bisa COD, keuntungan 25%

Gabung grup reseller 



klik disini 👈

1.        Aceh Melawan Portugis dan VOC

Latar belakang persaingan Aceh dengan Portgis diawali saat jatuhnya Selat Malaka ke tangan Portugis tahun 1511, membawa berkah bagi Aceh. Banyak para pedagang Islam yang mengalihkan kegiatan perdagangannya dari Malaka ke Aceh.

Akibat jatuhnya Malaka ke tangan Portugis menjadikan kerajaan Aceh berhasil menguasai perdagangan di pantai Timur Utara dan Pantai Barat Sumatera seperti Barus, Tiku, dan Pariaman. tampilnya Aceh sebagai kekuatan ekonomi dan politik, disegani pedagang asing dari Inggris, Prancis, dan Belanda. 

Langkah Perlawanan perlawanan yang dilakukan Kerajaan Aceh yaitu :

  1. mengapi kapal-kapal dagang Aceh dengan persenjataan, meriam dan prajurit
  2. bantuan persenjataan, tentara dan beberapa ahli dari Turki tahun 1567
  3. mendatangkan bantuan persenjataan dari calicut dan Jepara
  4. melancarkan serangan ke Malaka menggempur benteng Formosa setelah bantuan berdatangan

Tahun 1629 Sultan Iskandar Muda kembali menyerang Portugis di Malaka namun serangan ini belum belum berhasil mengusir Portugis dari Malaka, bentrokan-bentrokan antara Aceh dan Portugis sering terjadi tetapi Aceh tidak berhasil mengusir Portugis Begitupun sebaliknya.  akhirnya Portugis keluar dari Malaka setelah dikalahkan VOC yang bersekutu dengan Kesultanan Johor.

2.      Perlawanan Rakyat Ternate dan Tidore

Portugis berhasil memasuki kepulauan Maluku tahun 1521 dengan memusatkan aktivitas di Ternate, sedangkan orang Spanyol memusatkan kedudukan di wilayah Tidore yang menjadikan persaingan antara kedua belah pihak. Tahun 1529 terjadi peperangan antara Tidore melawan Portugis dalam perang ini Portugis dibantu oleh Ternate dan Bacan. Portugis mendapatkan kemenangan, berkat kemenangan ini Portugis semakin sombong dan berlaku kasar terhadap rakyat Maluku serta terus melakukan upaya monopoli perdagangan

Persaingan antara Portugis dan Spanyol di Maluku berakhir dalam Perjanjian Saragosa, dalam Perjanjian disepakati bahwa Portugis berkuasa di Maluku sedangkan Spanyol berkuasa di wilayah Filipina, menjadikan kedudukan Portugis di Maluku semakin kuat dan memaksakan monopoli perdagangan rempah-rempah dan mengancam kedaulatan kerajaan - Kerajaan yang ada di Maluku.

Tahun 1565 Kerajaan Ternate berbalik menyerang Portugis dibawah pimpinan Sultan Hairun menyeru seluruh rakyat Maluku dan Irian untuk melawan kezaliman Portugis. Portugis menawarkan perundingan kepada Sultan Hairun karena sudah kewalahan akhirnya tahun 1570 terjadi perundingan di Benteng Sao Paulo tetapi itu hanyalah tipu muslihat, hingga akhirnya Sultan Hairun ditangkap dan dibunuh. Perlawanan melawan Portugis dilanjutkan oleh Sultan Babullah dibantu oleh seluruh rakyat Maluku termasuk Ternate dan Tidore hingga akhirnya berhasil mengusir Portugis yang kemudian melarikan diri dan menetap di Ambon tahun 1575, sampai akhirnya Portugis berhasil diusir VOC dari Ambon. Tahun 1605 kemudian menetap di Timor Timur.

Perlawanan rakyat Maluku berlanjut menentang VOC di berbagai daerah seperti di Jailolo, Ambon , perlawanan terhadap VOC semakin gencar setelah merubah status kerajaan Tidore sebagai vasal atau daerah penguasaan VOC, Pangeran Nuku dibantu Simpenan Raja Ampat orang-orang Gamrange, Halmahera, Sultan Aharal dan Pangeran Ibrahim dari Ternate, serta mendapat dukungan dari Armada Inggris sampai akhirnya kerajaan Tidore melepaskan dominasi dari Belanda

3.      Perlawanan Kesultanan Mataram

Keberadaan VOC di Batavia yang terus memaksakan kehendak monopoli perdagangan serta  sering menghalangi kapal-kapal dagang Mataram yang akan berdagang ke Malaka, Setelah VOC menolak mengakui kedaulatan kerajaan Mataram. Tahun 1628 pasukan Mataram dibawah pimpinan Tumenggung Baureksa atas perintah Sultan Agung membuat pos-pos pertahanan yang kemudian melancarkan serangan ke Batavia dibantu oleh Kyai Dipati Madurareja, Upa Santa, dan pasukan Sunda dibawah Dipati Ukur, tetapi kekuatan tentara VOC dengan senjatanya jauh lebih unggul mengakibatkan Tumenggung Baureksa gugur.

Tahun 1629 Sultan Agung meningkatkan jumlah kapal dan senjata serta membangun lumbung - lumbung beras sebagai cadangan makanan seperti di Tegal dan Cirebon yang langsung direspon oleh VOC dengan mengirimkan kapal-kapal perang menghancurkan lumbung beras dan 200 kapal Mataram, tetapi dibalas oleh pasukan Mataram dan berhasil menghancurkan Benteng Hollandia. VOC kembali meningkatkan kekuatan sampai akhirnya pasukan Sultan Agung ditarik mundur kembali ke Mataram

Akibat penyerangan ini VOC berambisi memaksakan monopoli dan memperluas pengaruh di berbagai daerah lain serta mengawasi gerak-gerik pasukan Mataramp. Akhirnya berkat kecerdasan diplomasi Sultan Agung memaksa VOC mengakui eksistensi Kerajaan Mataram, dibuktikan dengan secara periodik VOC mengirim upeti ke Mataram sedangkan VOC mendapat perizinan berdagang di pantai utara Jawa.

Tahun 1645 Sultan Agung meninggal dunia digantikan Sultan Amangkurat 1 tetapi kekuatan Mataram semakin lemah akhirnya berhasil dikendalikan VOC. Sultan Amangkurat 1 bersahabat dengan VOC dan berlaku sewenang-wenang kepada rakyat dan ulama sehingga muncullah beberapa perlawanan rakyat salah satunya perlawanan yang dipimpin oleh Trunajaya

 

4.      Perlawanan Kesultanan Banten

Pembangunan Bandar di Batavia tahun 1619 semakin memperuncing persaingan antara Banten dan VOC memperebutkan sebagai bandar internasional. Pangeran Surya naik tahta tahun 1651 yang merupakan cucu Sultan Abdul Harim yang dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa. Manuver politik Sultan Ageng Tirtayasa setelah naik tahta yaitu menjalin hubungan dengan pedagang Eropa seperti Inggris Perancis Denmark dan Portugis serta hubungan dagang dengan bangsa Persia, Benggala, Siam, Tonkin, dan Cina.

Kebijakan politik yang diambil oleh Sultan Agen Tirtayasa sangat tidak disenangi oleh VOC, oleh karena itu kapal-kapal dagang berasal dari Maluku dilarang untuk memasuki daerah Banten yang direspon oleh Sultan Ageng dengan mengirimkan beberapa pasukan ke Batavia dibarengi dengan sikap rakyat Banten yang melakukan perusakan terhadap perkebunan tanaman tebu milik VOC.

Pada tahun 1671 Sultan Ageng mengangkat putra mahkota Abdul Nazar Abdul Kahar ( Sultan Haji ) sebagai raja pembantu yang mengurusi urusan dalam negeri, sementara urusan luar negeri dipegang Sultan Ageng dan anak yang lainnya yakni Pangeran Arya Purbaya. VOC memanfaatkan kondisi ini menghasut Abdul Azhar merebut Tahta (sultan Haji ) Kesultanan Banten dengan dalih bahwa  penerus Sultan Ageng bukanlah sultan Haji melainkan Purbaya.

Sultan Ageng Tirtayasa berusaha merebut kembali Kesultanan Banten dari istana yang berpusat di Tirtayasa. Sultan Haji terdesak dan meminta bantuan tentara VOC Sampai Akhirnya pasukan Sultan Ageng terdesak hingga ke Benteng Tirtayasa tetapi Sultan Ageng mampu meloloskan diri dan melanjutkan Perlawanan secara bergerilya dari hutan. Sultan Ageng Tirtayasa wafat tahun 1692 tetapi perlawanan rakyat Banten terhadap VOC masih terus berlangsung seperti tahun 1750 seorang ulama yakni Ki Tapa berhasil menghancurkan VOC ok dan Sultan Haji.

 

5.      Perlawanan Rakyat Makasar

Makassar dengan pelabuhan Somba Opu merupakan posisi yang strategis dalam jalur perdagangan internasional yaitu berperan sebagai persinggahan kapal-kapal dari timur ke barat ataupun sebaliknya. Melihat peluang ini VOC ingin mengendalikan perdagangan serta menundukkan Kerajaan Gowa (Makassar), seperti melakukan blokade terhadap Somba Opu tetapi gagal karena perahu-perahu Makassar yang berukuran kecil dan lincah mampu mengelabui barikade.

Raja Gowa yaitu Sultan Hasanudin menentang Ambisi VOC dengan membuat benteng - benteng pertahanan di sepanjang pantai, dan mempersiapkan bala bantuan. Melawan perlawanan Sultan Hasanuddin VOC melakukan politik adu domba dengan menjalin hubungan seorang pangeran Bugis dari Bone yaitu Aru Palaka untuk menyerang Goa berkekuatan 21 kapal mengangkut 600 orang tentara bergerak dari Ambon. Kemenangan VOC atas Kerajaan Gowa memaksa Sultan Hasanudin menandatangani Perjanjian Bongaya 18 November 1667 yang isinya antara lain

-            Gowa harus mengakui hak monopoli VOC

-            Semua orang barat kecuali Belanda harus meninggalkan Gowa

-            Gowa mengganti biaya perang

Perjanjian Bongaya melahirkan diaspora perdagangan bagi orang-orang Bugis Makassar, mereka tidak menghiraukan monopoli yang dipaksakan VOC dengan prinsip bebas berdagang menyelundup ke berbagai kota dan pelabuhan  termasuk perdagangan rempah-rempah di Maluku. akhirnya VOC tidak mampu bersaing dengan pedagang pribumi dan pedagang Cina

 

6.      Perlawanan Kerajaan Demak

Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis membawa dampak perdangangan di Asia, menjadikan tidak adanya tempat para saudagar Muslim dan lainnya melakukan transaksi hasil produksi tiap daerah, serta disinyalir akan melakukan penaklukan berbagai kerajaan yang ada di nusantara.

Kerajaan Demak meresponnya dengan mempersiapkan armada perang laut dibawah Pati Unus guna menciptakan keamanan di berbagai pelabuhan di bawah kekuasaan Demak. Gelombang serangan pertama tahun1513 masih mengalami kegagalan, bahkan ketika serangan kedua Demak ke Benteng Formosa di Malaka dibawah pimpinan Raja Pati Unus setelah mendengar bahwa Portugis akan menjalin hubungan kerja sama dengan Kerajaan Padjadjaran kembali gagal dan harus dibayar dengan wafatnya Sultan Pati Unus.

Pertempuran berikutnya Demak dan Portugis terjadi di Sunda kelapa setelah sebelumnya Demak mengambil alih Sunda Kelapa dari tangan Padjadjaran tahu 1526. Sabotase beras pernah dilakukan juga oleh Katir di Jepara yang mengakibatkan Portugis di Malaka kekurangan pasokan beras.


 baca Juga:

politik etis

Rp. 120.000,- diskon jadi Rp. 65.000,-

Rp. 7990,- Diskon Rp. 3.450,-



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HUBUNGAN PERKEMBANGAN PAHAM-PAHAM BESAR; DEMOKRASI, LIBERALISME, SOSIALISME, NASIONALISME, PAN-ISLAMISME DENGAN GERAKAN NASIONALISME DI ASIA-AFRIKA

  PERKEMBANGAN PAHAM DEMOKRASI, LIBERALISME, SOSIALISME, NASIONALISME, DAN PAN ISLAMISME ·          Demokrasi Istilah “ demokrasi” beras...