Kami pabrik baju anak edukatif, mencari mitra penjualan, daftar GRATIS!
Bisa COD, keuntungan 25%
Gabung grup reseller
1. Aceh Melawan Portugis dan VOC
Latar belakang persaingan Aceh dengan Portgis diawali saat jatuhnya Selat Malaka ke tangan
Portugis tahun 1511, membawa berkah bagi Aceh. Banyak para pedagang Islam yang
mengalihkan kegiatan perdagangannya dari Malaka ke Aceh.
Akibat jatuhnya
Malaka ke tangan Portugis menjadikan kerajaan Aceh berhasil menguasai
perdagangan di pantai Timur Utara dan Pantai Barat Sumatera seperti Barus,
Tiku, dan Pariaman. tampilnya Aceh sebagai kekuatan ekonomi dan politik,
disegani pedagang asing dari Inggris, Prancis, dan Belanda.
Langkah Perlawanan perlawanan
yang dilakukan Kerajaan Aceh yaitu :
- mengapi
kapal-kapal dagang Aceh dengan persenjataan, meriam dan prajurit
- bantuan
persenjataan, tentara dan beberapa ahli dari Turki tahun 1567
- mendatangkan
bantuan persenjataan dari calicut dan Jepara
- melancarkan
serangan ke Malaka menggempur benteng Formosa setelah bantuan berdatangan
Tahun 1629 Sultan Iskandar Muda
kembali menyerang Portugis di Malaka namun serangan ini belum belum berhasil
mengusir Portugis dari Malaka, bentrokan-bentrokan antara Aceh dan Portugis
sering terjadi tetapi Aceh tidak berhasil mengusir Portugis Begitupun
sebaliknya. akhirnya Portugis keluar dari Malaka setelah dikalahkan VOC
yang bersekutu dengan Kesultanan Johor.
2.
Perlawanan
Rakyat Ternate dan Tidore
Portugis
berhasil memasuki kepulauan Maluku tahun 1521 dengan memusatkan aktivitas di
Ternate, sedangkan orang Spanyol memusatkan kedudukan di wilayah Tidore yang
menjadikan persaingan antara kedua belah pihak. Tahun 1529 terjadi peperangan
antara Tidore melawan Portugis dalam perang ini Portugis dibantu oleh Ternate
dan Bacan. Portugis mendapatkan kemenangan, berkat kemenangan ini Portugis
semakin sombong dan berlaku kasar terhadap rakyat Maluku serta terus melakukan
upaya monopoli perdagangan
Persaingan
antara Portugis dan Spanyol di Maluku berakhir dalam Perjanjian Saragosa, dalam
Perjanjian disepakati bahwa Portugis berkuasa di Maluku sedangkan Spanyol
berkuasa di wilayah Filipina, menjadikan kedudukan Portugis di Maluku semakin
kuat dan memaksakan monopoli perdagangan rempah-rempah dan mengancam kedaulatan
kerajaan - Kerajaan yang ada di Maluku.
Tahun 1565
Kerajaan Ternate berbalik menyerang Portugis dibawah pimpinan Sultan Hairun
menyeru seluruh rakyat Maluku dan Irian untuk melawan kezaliman Portugis.
Portugis menawarkan perundingan kepada Sultan Hairun karena sudah kewalahan
akhirnya tahun 1570 terjadi perundingan di Benteng Sao Paulo tetapi itu
hanyalah tipu muslihat, hingga akhirnya Sultan Hairun ditangkap dan dibunuh. Perlawanan
melawan Portugis dilanjutkan oleh Sultan Babullah dibantu oleh seluruh rakyat
Maluku termasuk Ternate dan Tidore hingga akhirnya berhasil mengusir Portugis
yang kemudian melarikan diri dan menetap di Ambon tahun 1575, sampai akhirnya Portugis
berhasil diusir VOC dari Ambon. Tahun 1605 kemudian menetap di Timor Timur.
Perlawanan rakyat Maluku berlanjut menentang VOC di berbagai daerah seperti di Jailolo, Ambon , perlawanan terhadap VOC semakin gencar setelah merubah status kerajaan Tidore sebagai vasal atau daerah penguasaan VOC, Pangeran Nuku dibantu Simpenan Raja Ampat orang-orang Gamrange, Halmahera, Sultan Aharal dan Pangeran Ibrahim dari Ternate, serta mendapat dukungan dari Armada Inggris sampai akhirnya kerajaan Tidore melepaskan dominasi dari Belanda
3.
Perlawanan Kesultanan Mataram
Keberadaan
VOC di Batavia yang terus memaksakan kehendak monopoli perdagangan serta sering menghalangi kapal-kapal dagang Mataram
yang akan berdagang ke Malaka, Setelah VOC menolak mengakui kedaulatan kerajaan
Mataram. Tahun 1628 pasukan Mataram dibawah pimpinan Tumenggung Baureksa atas
perintah Sultan Agung membuat pos-pos pertahanan yang kemudian melancarkan
serangan ke Batavia dibantu oleh Kyai Dipati Madurareja, Upa Santa, dan pasukan
Sunda dibawah Dipati Ukur, tetapi kekuatan tentara VOC dengan senjatanya jauh
lebih unggul mengakibatkan Tumenggung Baureksa gugur.
Tahun 1629
Sultan Agung meningkatkan jumlah kapal dan senjata serta membangun lumbung - lumbung
beras sebagai cadangan makanan seperti di Tegal dan Cirebon yang langsung
direspon oleh VOC dengan mengirimkan kapal-kapal perang menghancurkan lumbung
beras dan 200 kapal Mataram, tetapi dibalas oleh pasukan Mataram dan berhasil
menghancurkan Benteng Hollandia. VOC kembali meningkatkan kekuatan sampai
akhirnya pasukan Sultan Agung ditarik mundur kembali ke Mataram
Akibat
penyerangan ini VOC berambisi memaksakan monopoli dan memperluas pengaruh di
berbagai daerah lain serta mengawasi gerak-gerik pasukan Mataramp. Akhirnya berkat
kecerdasan diplomasi Sultan Agung memaksa VOC mengakui eksistensi Kerajaan
Mataram, dibuktikan dengan secara periodik VOC mengirim upeti ke Mataram sedangkan
VOC mendapat perizinan berdagang di pantai utara Jawa.
Tahun 1645
Sultan Agung meninggal dunia digantikan Sultan Amangkurat 1 tetapi kekuatan
Mataram semakin lemah akhirnya berhasil dikendalikan VOC. Sultan Amangkurat 1
bersahabat dengan VOC dan berlaku sewenang-wenang kepada rakyat dan ulama
sehingga muncullah beberapa perlawanan rakyat salah satunya perlawanan yang
dipimpin oleh Trunajaya
4.
Perlawanan Kesultanan Banten
Pembangunan
Bandar di Batavia tahun 1619 semakin memperuncing persaingan antara Banten dan
VOC memperebutkan sebagai bandar internasional. Pangeran Surya naik tahta tahun
1651 yang merupakan cucu Sultan Abdul Harim yang dikenal dengan nama Sultan
Ageng Tirtayasa. Manuver politik Sultan Ageng Tirtayasa setelah naik tahta yaitu
menjalin hubungan dengan pedagang Eropa seperti Inggris Perancis Denmark dan
Portugis serta hubungan dagang dengan bangsa Persia, Benggala, Siam, Tonkin,
dan Cina.
Kebijakan
politik yang diambil oleh Sultan Agen Tirtayasa sangat tidak disenangi oleh
VOC, oleh karena itu kapal-kapal dagang berasal dari Maluku dilarang untuk
memasuki daerah Banten yang direspon oleh Sultan Ageng dengan mengirimkan
beberapa pasukan ke Batavia dibarengi dengan sikap rakyat Banten yang melakukan
perusakan terhadap perkebunan tanaman tebu milik VOC.
Pada tahun
1671 Sultan Ageng mengangkat putra mahkota Abdul Nazar Abdul Kahar ( Sultan
Haji ) sebagai raja pembantu yang mengurusi urusan dalam negeri, sementara
urusan luar negeri dipegang Sultan Ageng dan anak yang lainnya yakni Pangeran
Arya Purbaya. VOC memanfaatkan kondisi ini menghasut Abdul Azhar merebut Tahta
(sultan Haji ) Kesultanan Banten dengan dalih bahwa penerus Sultan Ageng bukanlah sultan Haji melainkan
Purbaya.
Sultan
Ageng Tirtayasa berusaha merebut kembali Kesultanan Banten dari istana yang
berpusat di Tirtayasa. Sultan Haji terdesak dan meminta bantuan tentara VOC
Sampai Akhirnya pasukan Sultan Ageng terdesak hingga ke Benteng Tirtayasa
tetapi Sultan Ageng mampu meloloskan diri dan melanjutkan Perlawanan secara bergerilya
dari hutan. Sultan Ageng Tirtayasa wafat tahun 1692 tetapi perlawanan rakyat
Banten terhadap VOC masih terus berlangsung seperti tahun 1750 seorang ulama yakni
Ki Tapa berhasil menghancurkan VOC ok dan Sultan Haji.
5.
Perlawanan Rakyat Makasar
Makassar
dengan pelabuhan Somba Opu merupakan posisi yang strategis dalam jalur
perdagangan internasional yaitu berperan sebagai persinggahan kapal-kapal dari
timur ke barat ataupun sebaliknya. Melihat peluang ini VOC ingin mengendalikan
perdagangan serta menundukkan Kerajaan Gowa (Makassar), seperti melakukan
blokade terhadap Somba Opu tetapi gagal karena perahu-perahu Makassar yang
berukuran kecil dan lincah mampu mengelabui barikade.
Raja Gowa
yaitu Sultan Hasanudin menentang Ambisi VOC dengan membuat benteng - benteng
pertahanan di sepanjang pantai, dan mempersiapkan bala bantuan. Melawan
perlawanan Sultan Hasanuddin VOC melakukan politik adu domba dengan menjalin
hubungan seorang pangeran Bugis dari Bone yaitu Aru Palaka untuk menyerang Goa
berkekuatan 21 kapal mengangkut 600 orang tentara bergerak dari Ambon. Kemenangan
VOC atas Kerajaan Gowa memaksa Sultan Hasanudin menandatangani Perjanjian
Bongaya 18 November 1667 yang isinya antara lain
-
Gowa
harus mengakui hak monopoli VOC
-
Semua
orang barat kecuali Belanda harus meninggalkan Gowa
- Gowa mengganti biaya perang
Perjanjian
Bongaya melahirkan diaspora perdagangan bagi orang-orang Bugis Makassar, mereka
tidak menghiraukan monopoli yang dipaksakan VOC dengan prinsip bebas berdagang
menyelundup ke berbagai kota dan pelabuhan termasuk perdagangan rempah-rempah di Maluku.
akhirnya VOC tidak mampu bersaing dengan pedagang pribumi dan pedagang Cina
6.
Perlawanan Kerajaan Demak
Jatuhnya Malaka
ke tangan Portugis membawa dampak perdangangan di Asia, menjadikan tidak adanya
tempat para saudagar Muslim dan lainnya melakukan transaksi hasil produksi tiap
daerah, serta disinyalir akan melakukan penaklukan berbagai kerajaan yang ada
di nusantara.
Kerajaan
Demak meresponnya dengan mempersiapkan armada perang laut dibawah Pati Unus
guna menciptakan keamanan di berbagai pelabuhan di bawah kekuasaan Demak. Gelombang
serangan pertama tahun1513 masih mengalami kegagalan, bahkan ketika serangan
kedua Demak ke Benteng Formosa di Malaka dibawah pimpinan Raja Pati Unus setelah
mendengar bahwa Portugis akan menjalin hubungan kerja sama dengan Kerajaan
Padjadjaran kembali gagal dan harus dibayar dengan wafatnya Sultan Pati Unus.
Pertempuran
berikutnya Demak dan Portugis terjadi di Sunda kelapa setelah sebelumnya Demak mengambil
alih Sunda Kelapa dari tangan Padjadjaran tahu 1526. Sabotase beras pernah
dilakukan juga oleh Katir di Jepara yang mengakibatkan Portugis di Malaka
kekurangan pasokan beras.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar