1. Perlawan Pattimura
2. Perlawanan pangeran Dipenogoro
Intervensi
pemerintah kolonial terhadap Pemerintahan Surakarta dan Yogyakarta tidak jarang
mempertajam konflik yang sudah ada dan atau dapat melahirkan konflik baru di
lingkungan kerajaan. Pergeseran budaya keraton yang sudah lama ada di keraton
bahkan melahirkan budaya Barat yang tidak sesuai dengan budaya Nusantara,
seperti minum-minuman keras.
Dominasi
pemerintahan kolonial juga telah menempatkan rakyat sebagai objek pemerasan,
sehingga semakin menderita, seperti mengizinkan perusahaan asing menyewa tanah
untuk kepentingan perkebunan. Pada umumnya tanah itu disewa dengan penduduknya
sekaligus. Akibatnya, para petani tidak
dapat mengembangkan hidup dengan pertaniannya, tetapi justru menjadi tenaga
kerja paksa.
Pada
masa Van der Capellen beban penderitaan rakyat diwajibkan membayar berbagai
macam pajak, seperti: pajak tanah, pajak halaman pekarangan, pajak jumlah pintudan
pagar, pajak ternak, pajak pindah nama, pajak menyewa tanah atau menerima
jabatan. Di samping berbagai pajak itu masih ada pajak yang ditarik di tempat
pabean atau tol. Semua lalu lintas pengangkut barang juga dikenai pajak. Bahkan
seorang ibu yang menggendong anak di jalan umum juga harus membayar pajak.
Penderitaan rakyat ini semakin bertambah setelah terjadi wabah kolera di
berbagai daerah.
Kehidupan
sosial kemasyarakatan terdapat jurang pemisah antara rakyat dengan punggawa
kerajaan dan perbedaan status sosial antara rakyat pribumi dengan kaum
kolonial. Adanya jurang pemisah antara si kaya dan si miskin, antara rakyat dan
kaum kolonial.
Bermula
dari Insiden Anjir
Tahun
1823 Jonkheer Anthonie Hendrik Smissaert sebagai residen di Yogyakarta yang sama
dengan Patih Danurejo berupaya menyingkirkan Pangeran Dipenogoro (Raden Mas
Ontowiryo) putera dari Sultan Hamengkubuwono III dari istana Yogyakarta. Pada
suatu hari dl tahun 1875 Smissaert dan Patih Danurejo memerintahkan anak buahnya
untuk memasang anjir (patok) dalam rangka membuat jalan baru yang melewati
pekarangan milik Pangeran Diponegoro di Tegalrejo. Pengikut Pangeran Diponegoro
mencabuti patok itu dan digantikannya dengan tombak-tombak mereka.
Pada
tanggal 20 Juli 1825 sore hari, rakyat Tegalreja berduyun - duyun berkumpul di Ndalem
Tegalreja, mereka membawa berbagai senjata seperti pedang, tombak, dan lembing.
Belanda datang dan mengepung kediaman Pangeran Diponegoro di Tegalreja,
Pertempuran sengit antara pasukan Diponegoro dengan serdadu Belanda tidak dapat
dihindarkan. Tegalreja dibumi hanguskan. Dengan berbagai pertimbangan, Pangeran
Diponegoro dan pasukannya menyingkir ke arah selatan ke Bumi Selarong.
Mengatur
Strategi dari Goa Selarong
Dalam
memimpin perang ini Pangeran Diponegoro mendapat dukungan luas dari masyarakat,
para punggawa kerajaan, dan para bupati. Tercatat 15 dari dari 29 pangeran dan
41 dari 88 bupati bergabung dengan Pangeran Diponegoro. Di samping itu,
Pangeran Diponegoro Juga sudah mempersiapkan termasuk penggalangan dana,
tenaga, dan persenjataan Pangeran Diponegoro mendapat dukungan dari berbagai
Iapisan pangeran, dan priayi sepuh, juga rakyat. Mereka rela mengumpulkan
barang barang berharga seperti uang kontan dan perhiasan, aneka sarung keris
bertahtakan permata, dan sabuk bersepuhkan emas.
Strategi
perang yaitu merencanakan serangan ke keraton Yogyakarta dengan mengisolasi
pasukan Belanda dan mencegah masuknya bantuan dari luar, mengirim kurir kepada
para bupati atau ulama agar mempersiapkan peperangan melawan Belanda, menyusun
daftar nama bangsawan, siapa yang sekiranyakawan dan siapa lawan, membagi
kawasan Kesultanan Yogyakarta menjadi 16 mandala perang.
Sebagai
pucuk pimpinan Pangeran Diponegoro didampingi oleh Pangeran Mangkubumi (paman
Pangeran Diponegoro), Ali Basyah Sentot Prawirodirjo 'sebagai panglima muda,
dan Kiai Mojo bersama murid-muridnya, Nyi Ageng Serang yang sudah berusia 73
tahun bersama cucunya R.M Papak bergabung bersama pasukan Pangeran Diponegoro. Tiga minggu setelah penyerbuan Tegalrejo,
pasukan Diponegoro balik menyerang Keraton Yogyakarta. Serangan ke keraton ini
mendapatkan hasil. Pasukan Pangeran Diponegoro di desa Kejiwan berhasil
memporak porandakan pasukan Belanda yang di pimpin Sollewijn.
Perluasan perang di
berbagai daerah
Perlawanan
Pangeran Diponegoro terus meningkat. Beberapa pos pertahanan Belanda dapat
dikuasai. Pergerakan pasukan Pangeran Diponegoro meluas ke daerah Banyumas,
Kedu, Pekalongan, Semarang dan Rembang, Madiun, Magetan, Kediri dan sekitarnya.
Perang yang dikobarkan oleh Pangeran Diponegoro mampu menggerakkan kekuatan di
seluruh Jawa. Oleh karena itu, Perang Diponegoro sering dikenal dengan Perang
Jawa. Semua kekuatan dari rakyat, bangsawan, dan para ulama bergerak untuk
melawan kekejaman Belanda.
Jenderal
de Kock sebagai pemimpin perang Belanda berusaha meningkatkan kekuatannya yaitu
dengan mendatangkan bantuan tentara Belanda dari Sumatera Barat. Tanggal 4
Oktober 1825 pasukan Belanda menyerang pos Goa Selarong yang sudah kosong,
karena sudah dipindahkan ke Dekso di bawah pimpinan Ali Basyah Sentot Prawirodirjo.
Pada tahun 1826 pasukan Ali Basyah Sentot Prawirodirjo ini berhasil mengalahkan
tentara Belanda Kulon Progo dan sekitarnya. di Gunung Kidul Pangeran Singosari
juga mendapatkan berbagai kemenangan, Prambanan juga berhasil diserang oleh Tumenggung
Suronegoro. Perlawanan sengit di Serang (daerah perbatasan antara Karesidenan
Semarang dan Surakarta), Daerah-daerah mancanegara bagian timur terus melakukan
penawanan di bawah para bupatinya, misalnya di Madiun, Magetan, Kertosono, Ngawi,
dan Sukowati. Sementara itu, peperangan di daerah mancanegara bagian barat
meluas di Wilayah Bagelen, Magelang dan daerah - daerah Karesiden Kedu lainnya.
Benteng
Stelsel pembawa petaka
Menghadapi
pasukan Diponegoro yang bergerak dari pos yang satu ke pos yang Iain, Jenderal
de Kock menerapkan strategi dengan sistem Benteng Stelsel. Dengan strategi
Benteng Stelsel sedikit demi sedikit perlawanan Diponegoro dapat diatasi Dalam
tahun 1827 perlawanan Diponegoro di beberapa tempat misalnya di Tegal,
Pekalongan, Semarang, dan Magelang berhasil dipukui mundur oleh pasukan Beianda.
Setiap tempat dihubungkan dengan benteng pertahanan, Selain itu, Magelang
dijadikan pusat kekuatan militer. Para pemimpin yang membantu Diponogoro mulai
banyak yang tertangkap, tetapi perlawanan rakyat masih terjadi dibeberapa
tempat.
Penyerahan
diri dan tertangkapnya para pemimpin pengikut Pangeran Diponegoro,. merupakan
pukulan berat bagi perjuangan Pangeran Diponegoro. Namun pasukan di bawah
komando Diponegoro terus berjuang mempertahankan tanah tumpah darahnya. Pasukan
ini bergerak dari satu pos yang ke pos lain. Belum ada tanda-tanda perlawanan
Diponegoro akan berakhir. Beianda kemudian mengumumkan kepada khalayak
pemberian hadiah sejumlah 20.000 ringgit bagi siapa saja yang dapat menyerahkan
Pangeran Diponegoro baik dalam keadaan hidup maupun mati. Tetapi nampaknya
tidak ada yang tertarik dengan pengumuman itu. Tanggal 28 Maret 1830, Jenderal De Kock
berhasil menjepit pasukan Diponegoro di Magelang. Di sana, Pangeran Diponegoro
menyatakan bersedia menyerahkan diri dengan syarat sisa anggota laskarnya
dilepaskan. Oleh karena itu, Pangeran Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Manado, kemudian
dipindahkan ke Makassar hingga wafatnya di Benteng Rotterdam tanggal 8 Januari 1855.
3. Perlawanan Kesultanan Palembang
4. Perlawanan Tuanku Imam Bonjol
perjanjian residen James Du Puy dengan tokoh adat tuanku Suruaso dan 14 penghulu MinangkabauPitaloka ngerasa oleh kaum Padri, muncullah perlawanan perlawanan Kaum Padri di berbagai daerah menyerang pos-pos serta patroli Belanda
kesatuan Kaum Padri yang terkenal berpusat di Bonjol pemimpin mereka adalah Peto Syarif yang lebih dikenal dengan nama Tuanku Imam Bonjol. fase pertama perlawanan Kaum Padri berhenti setelah ada perjanjian damai tahun 1824 yaitu perjanjian Masang, tapi ternyata hal tersebut dimanfaatkan Belanda ada menyiapkan pasukan untuk kembali menyerang sampai akhirnya Tuanku Imam Bonjol menggelorakan kembali semangat untuk melawan Belanda.
fase kedua perlawanan Tuanku Imam Bonjol tahun 1825 sampai 1830 dimulai dengan ajakan kembali perjanjian Padang. Setelahb mengalahkan Pangeran Diponegoro Tahun 1830 Belanda mengkonsentrasikan kekuatan ke Sumatera Barat sehingga terjadilah pertempuran kembali dengan kaum Padri namun masa ini mendapat simpati dari kaum adat.
5. Perlawanan Sisingamangaraja XII
6. Perlawanan Kerajaan - kerajaan di Bali
pada abad 19 Bali sudah berkembang menjadi kerajaan-kerajaan yang berdaulat misalnya Kerajaan Buleleng, Karangasem, Klungkung, Gianyar, Badung, Jembrana Tabanan, Menguri dan Bangli.
perjanjian dan kontrak politik antara raja-raja Bali dengan Belanda yang menginginkan hukum Tawan Karang agar dihapuskan, namun terjadi insiden ketika penduduk Buleleng dan Karangasem melakukan perampasan atas isi dua kapal Belanda di pantai sangsit yang memicu tuntutan untuk mengganti rugi kepada raja Gusti Made Karangasem.
7. Perlawanan Kesultanan Banjar
Wilayah Kesultanan
Banjarmasin pada abad ke-19 Muti Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah
sekarang, yang berpusat di Martapura. Kesultanan Banjar magnet dari hasil bumi
seperti Emas Intan, lada, rotan, dan Damar sehingga Belanda berambisi menguasai
Banjarmasin. Suasana ekonomi Kesultanan Banjar semakin merosot setelah beberapa
wilayah berhasil dikuasai oleh Belanda ditambah dengan intervensi Belanda dalam
penunjukan Raja baru setelah sepeninggal Sultan Adam yang jatuh kepada
tamjidillah yang ternyata didukung oleh Belanda sementara menurut surat wasiat
bahwa yang berhak menjadi Sultan adalah Pangeran Hidayatullah.
Gerakan protes
pengangkatan tamjidillah yang mempunyai kebiasaan buruk seperti minum minuman
keras dipelopori penghulu Abdul Gani. gerakan protes juga didengungkan oleh
Panembahan Muning yang memanggil Pangeran Antasari untuk bergabung dalam
gerakan Aling. Penyerbuan benteng di Pengaron serta pembakaran tambang
batubara dan juga pemukiman orang orang Belanda, penyerbuan perkebunan milik
gubernur di Gunung Jabok, kalangan, Bangkal menjadi pemicu perang Banjar,
sehingga menurunkan Tahta tamjidillah yang kemudian menjadikan Kesultanan
Banjar di bawah kendali langsung Belanda.
Rentetan perlawanan melawan Belanda yaitu
1. Agustus 1859 Antasari,
haji buyasin, Kyai Langlang, Kyai Demang Lehman menyerang benteng Belanda Tabanio,
merampas kapal di Lontotuor, Onrus
2.
Bulan September 1895 pertempuran terjadi di tinggal lokasi itu
Benua 5 Martapura dan tanah laut
3.
Gerakan perlawanan Pangeran Hidayatullah yang berpusat di Barabai
Februari 1862 Pangeran
Hidayatullah berhasil ditangkap peserta anggota keluarga, perlawanan terhadap
Belanda terus dilanjutkan oleh Pangeran Antasari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar