Selasa, 25 Agustus 2020

Perlawanan Rakyat Melawan Belanda Di Nusantara

1.  Perlawan Pattimura

2. Perlawanan pangeran Dipenogoro

Intervensi pemerintah kolonial terhadap Pemerintahan Surakarta dan Yogyakarta tidak jarang mempertajam konflik yang sudah ada dan atau dapat melahirkan konflik baru di lingkungan kerajaan. Pergeseran budaya keraton yang sudah lama ada di keraton bahkan melahirkan budaya Barat yang tidak sesuai dengan budaya Nusantara, seperti minum-minuman keras.

Dominasi pemerintahan kolonial juga telah menempatkan rakyat sebagai objek pemerasan, sehingga semakin menderita, seperti mengizinkan perusahaan asing menyewa tanah untuk kepentingan perkebunan. Pada umumnya tanah itu disewa dengan penduduknya sekaligus. Akibatnya, para petani  tidak dapat mengembangkan hidup dengan pertaniannya, tetapi justru menjadi tenaga kerja paksa.

Pada masa Van der Capellen beban penderitaan rakyat diwajibkan membayar berbagai macam pajak, seperti: pajak tanah, pajak halaman pekarangan, pajak jumlah pintudan pagar, pajak ternak, pajak pindah nama, pajak menyewa tanah atau menerima jabatan. Di samping berbagai pajak itu masih ada pajak yang ditarik di tempat pabean atau tol. Semua lalu lintas pengangkut barang juga dikenai pajak. Bahkan seorang ibu yang menggendong anak di jalan umum juga harus membayar pajak. Penderitaan rakyat ini semakin bertambah setelah terjadi wabah kolera di berbagai daerah.

Kehidupan sosial kemasyarakatan terdapat jurang pemisah antara rakyat dengan punggawa kerajaan dan perbedaan status sosial antara rakyat pribumi dengan kaum kolonial. Adanya jurang pemisah antara si kaya dan si miskin, antara rakyat dan kaum kolonial.  

Bermula dari Insiden Anjir

Tahun 1823 Jonkheer Anthonie Hendrik Smissaert sebagai residen di Yogyakarta yang sama dengan Patih Danurejo berupaya menyingkirkan Pangeran Dipenogoro (Raden Mas Ontowiryo) putera dari Sultan Hamengkubuwono III dari istana Yogyakarta. Pada suatu hari dl tahun 1875 Smissaert dan Patih Danurejo memerintahkan anak buahnya untuk memasang anjir (patok) dalam rangka membuat jalan baru yang melewati pekarangan milik Pangeran Diponegoro di Tegalrejo. Pengikut Pangeran Diponegoro mencabuti patok itu dan digantikannya dengan tombak-tombak mereka.

Pada tanggal 20 Juli 1825 sore hari, rakyat Tegalreja berduyun - duyun berkumpul di Ndalem Tegalreja, mereka membawa berbagai senjata seperti pedang, tombak, dan lembing. Belanda datang dan mengepung kediaman Pangeran Diponegoro di Tegalreja, Pertempuran sengit antara pasukan Diponegoro dengan serdadu Belanda tidak dapat dihindarkan. Tegalreja dibumi hanguskan. Dengan berbagai pertimbangan, Pangeran Diponegoro dan pasukannya menyingkir ke arah selatan ke Bumi Selarong.

Mengatur Strategi dari Goa Selarong

Dalam memimpin perang ini Pangeran Diponegoro mendapat dukungan luas dari masyarakat, para punggawa kerajaan, dan para bupati. Tercatat 15 dari dari 29 pangeran dan 41 dari 88 bupati bergabung dengan Pangeran Diponegoro. Di samping itu, Pangeran Diponegoro Juga sudah mempersiapkan termasuk penggalangan dana, tenaga, dan persenjataan Pangeran Diponegoro mendapat dukungan dari berbagai Iapisan pangeran, dan priayi sepuh, juga rakyat. Mereka rela mengumpulkan barang barang berharga seperti uang kontan dan perhiasan, aneka sarung keris bertahtakan permata, dan sabuk bersepuhkan emas.

Strategi perang yaitu merencanakan serangan ke keraton Yogyakarta dengan mengisolasi pasukan Belanda dan mencegah masuknya bantuan dari luar, mengirim kurir kepada para bupati atau ulama agar mempersiapkan peperangan melawan Belanda, menyusun daftar nama bangsawan, siapa yang sekiranyakawan dan siapa lawan, membagi kawasan Kesultanan Yogyakarta menjadi 16 mandala perang.

Sebagai pucuk pimpinan Pangeran Diponegoro didampingi oleh Pangeran Mangkubumi (paman Pangeran Diponegoro), Ali Basyah Sentot Prawirodirjo 'sebagai panglima muda, dan Kiai Mojo bersama murid-muridnya, Nyi Ageng Serang yang sudah berusia 73 tahun bersama cucunya R.M Papak bergabung bersama pasukan Pangeran Diponegoro.  Tiga minggu setelah penyerbuan Tegalrejo, pasukan Diponegoro balik menyerang Keraton Yogyakarta. Serangan ke keraton ini mendapatkan hasil. Pasukan Pangeran Diponegoro di desa Kejiwan berhasil memporak porandakan pasukan Belanda yang di pimpin Sollewijn.

Perluasan perang di berbagai daerah

Perlawanan Pangeran Diponegoro terus meningkat. Beberapa pos pertahanan Belanda dapat dikuasai. Pergerakan pasukan Pangeran Diponegoro meluas ke daerah Banyumas, Kedu, Pekalongan, Semarang dan Rembang, Madiun, Magetan, Kediri dan sekitarnya. Perang yang dikobarkan oleh Pangeran Diponegoro mampu menggerakkan kekuatan di seluruh Jawa. Oleh karena itu, Perang Diponegoro sering dikenal dengan Perang Jawa. Semua kekuatan dari rakyat, bangsawan, dan para ulama bergerak untuk melawan kekejaman Belanda.

Jenderal de Kock sebagai pemimpin perang Belanda berusaha meningkatkan kekuatannya yaitu dengan mendatangkan bantuan tentara Belanda dari Sumatera Barat. Tanggal 4 Oktober 1825 pasukan Belanda menyerang pos Goa Selarong yang sudah kosong, karena sudah dipindahkan ke Dekso di bawah pimpinan Ali Basyah Sentot Prawirodirjo. Pada tahun 1826 pasukan Ali Basyah Sentot Prawirodirjo ini berhasil mengalahkan tentara Belanda Kulon Progo dan sekitarnya. di Gunung Kidul Pangeran Singosari juga mendapatkan berbagai kemenangan, Prambanan juga berhasil diserang oleh Tumenggung Suronegoro. Perlawanan sengit di Serang (daerah perbatasan antara Karesidenan Semarang dan Surakarta), Daerah-daerah mancanegara bagian timur terus melakukan penawanan di bawah para bupatinya, misalnya di Madiun, Magetan, Kertosono, Ngawi, dan Sukowati. Sementara itu, peperangan di daerah mancanegara bagian barat meluas di Wilayah Bagelen, Magelang dan daerah - daerah Karesiden Kedu lainnya.

Benteng Stelsel pembawa petaka

Menghadapi pasukan Diponegoro yang bergerak dari pos yang satu ke pos yang Iain, Jenderal de Kock menerapkan strategi dengan sistem Benteng Stelsel. Dengan strategi Benteng Stelsel sedikit demi sedikit perlawanan Diponegoro dapat diatasi Dalam tahun 1827 perlawanan Diponegoro di beberapa tempat misalnya di Tegal, Pekalongan, Semarang, dan Magelang berhasil dipukui mundur oleh pasukan Beianda. Setiap tempat dihubungkan dengan benteng pertahanan, Selain itu, Magelang dijadikan pusat kekuatan militer. Para pemimpin yang membantu Diponogoro mulai banyak yang tertangkap, tetapi perlawanan rakyat masih terjadi dibeberapa tempat.

Penyerahan diri dan tertangkapnya para pemimpin pengikut Pangeran Diponegoro,. merupakan pukulan berat bagi perjuangan Pangeran Diponegoro. Namun pasukan di bawah komando Diponegoro terus berjuang mempertahankan tanah tumpah darahnya. Pasukan ini bergerak dari satu pos yang ke pos lain. Belum ada tanda-tanda perlawanan Diponegoro akan berakhir. Beianda kemudian mengumumkan kepada khalayak pemberian hadiah sejumlah 20.000 ringgit bagi siapa saja yang dapat menyerahkan Pangeran Diponegoro baik dalam keadaan hidup maupun mati. Tetapi nampaknya tidak ada yang tertarik dengan pengumuman itu. Tanggal 28 Maret 1830, Jenderal De Kock berhasil menjepit pasukan Diponegoro di Magelang. Di sana, Pangeran Diponegoro menyatakan bersedia menyerahkan diri dengan syarat sisa anggota laskarnya dilepaskan. Oleh karena itu, Pangeran Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Manado, kemudian dipindahkan ke Makassar hingga wafatnya di Benteng Rotterdam tanggal 8 Januari 1855.

3. Perlawanan Kesultanan Palembang

4. Perlawanan Tuanku Imam Bonjol

perjanjian residen James Du Puy dengan tokoh adat tuanku Suruaso dan 14 penghulu MinangkabauPitaloka ngerasa oleh kaum Padri, muncullah perlawanan perlawanan Kaum Padri di berbagai daerah menyerang pos-pos serta patroli Belanda

kesatuan Kaum Padri yang terkenal berpusat di Bonjol pemimpin mereka adalah Peto Syarif yang lebih dikenal dengan nama Tuanku Imam Bonjol. fase pertama perlawanan Kaum Padri berhenti setelah ada perjanjian damai tahun 1824 yaitu perjanjian Masang, tapi ternyata hal tersebut dimanfaatkan Belanda ada menyiapkan pasukan untuk kembali menyerang sampai akhirnya Tuanku Imam Bonjol menggelorakan kembali semangat untuk melawan Belanda.

fase kedua perlawanan Tuanku Imam Bonjol tahun 1825 sampai 1830 dimulai dengan ajakan kembali perjanjian Padang.  Setelahb mengalahkan Pangeran Diponegoro Tahun 1830 Belanda mengkonsentrasikan kekuatan ke Sumatera Barat sehingga terjadilah pertempuran kembali dengan kaum Padri namun masa ini mendapat simpati dari kaum adat. 



5. Perlawanan Sisingamangaraja XII

6. Perlawanan Kerajaan - kerajaan di Bali

pada abad 19 Bali sudah berkembang menjadi kerajaan-kerajaan yang berdaulat misalnya Kerajaan Buleleng, Karangasem, Klungkung, Gianyar,  Badung, Jembrana Tabanan, Menguri dan Bangli.

perjanjian dan kontrak politik antara raja-raja Bali dengan Belanda yang menginginkan hukum Tawan Karang agar dihapuskan, namun terjadi insiden ketika penduduk Buleleng dan Karangasem melakukan perampasan atas isi dua kapal Belanda di pantai sangsit yang memicu tuntutan untuk mengganti rugi kepada raja Gusti Made Karangasem.


7. Perlawanan Kesultanan Banjar

Wilayah Kesultanan Banjarmasin pada abad ke-19 Muti Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah sekarang, yang berpusat di Martapura. Kesultanan Banjar magnet dari hasil bumi seperti Emas Intan, lada, rotan, dan Damar sehingga Belanda berambisi menguasai Banjarmasin. Suasana ekonomi Kesultanan Banjar semakin merosot setelah beberapa wilayah berhasil dikuasai oleh Belanda ditambah dengan intervensi Belanda dalam penunjukan Raja baru setelah sepeninggal Sultan Adam yang jatuh kepada tamjidillah yang ternyata didukung oleh Belanda sementara menurut surat wasiat bahwa yang berhak menjadi Sultan adalah Pangeran Hidayatullah.

Gerakan protes pengangkatan tamjidillah yang mempunyai kebiasaan buruk seperti minum minuman keras dipelopori penghulu Abdul Gani. gerakan protes juga didengungkan oleh Panembahan Muning yang memanggil Pangeran Antasari untuk bergabung dalam gerakan Aling. Penyerbuan benteng di Pengaron serta pembakaran tambang batubara dan juga pemukiman orang orang Belanda, penyerbuan perkebunan milik gubernur di Gunung Jabok, kalangan, Bangkal menjadi pemicu perang Banjar, sehingga menurunkan Tahta tamjidillah yang kemudian menjadikan Kesultanan Banjar di bawah kendali langsung Belanda. 

Rentetan perlawanan melawan Belanda yaitu 

1.     Agustus 1859 Antasari, haji buyasin, Kyai Langlang, Kyai Demang Lehman menyerang benteng Belanda Tabanio, merampas kapal di Lontotuor, Onrus

2.     Bulan September 1895 pertempuran terjadi di tinggal lokasi itu Benua 5 Martapura dan tanah laut

3.     Gerakan perlawanan Pangeran Hidayatullah yang berpusat di Barabai

Februari 1862 Pangeran Hidayatullah berhasil ditangkap peserta anggota keluarga, perlawanan terhadap Belanda terus dilanjutkan oleh Pangeran Antasari.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HUBUNGAN PERKEMBANGAN PAHAM-PAHAM BESAR; DEMOKRASI, LIBERALISME, SOSIALISME, NASIONALISME, PAN-ISLAMISME DENGAN GERAKAN NASIONALISME DI ASIA-AFRIKA

  PERKEMBANGAN PAHAM DEMOKRASI, LIBERALISME, SOSIALISME, NASIONALISME, DAN PAN ISLAMISME ·          Demokrasi Istilah “ demokrasi” beras...